Tanggapan PGN soal Masih Tingginya Harga Gas di Medan

Manajemen PGN menyatakan, pihaknya telah bekerja sesuai dengan peraturan yang diterbitkan pemerintah, termasuk soal harga gas.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Sep 2017, 14:08 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2017, 14:08 WIB
Gas Bumi
Ilustrasi Foto Gas Bumi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengalihkan fokus pemeriksaan penyebab tingginya harga gas di Medan, Sumatera Utara kepada praktik percaloan, membuat lega manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).

Awalnya, KPPU menduga tingginya harga gas bagi pelanggan industri di daerah tersebut disebabkan oleh monopoli distribusi penjualan gas yang dilakukan badan usaha milik negara (BUMN) tersebut.

Head of Marketing PGN Adi Munandir mengaku, secara intensif terus memberikan penjelasan kepada komisi yang dipimpin oleh Syarkawi Rauf terkait dugaan monopoli yang diterima perusahaannya.‎ Menurut dia, PGN telah bekerja sesuai dengan peraturan yang diterbitkan pemerintah.

"Harga gas di Medan semua ditetapkan Kementerian ESDM melalui Keputusan Menteri. Semua ditampilkan secara eksplisit, PGN dapat pasokan gas dari mana saja kemudian berapa toll fee maksimal yang boleh dikutip. Jadi yang menetapkan harga adalah pemerintah," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (8/9/2017).

Dia mengakui, harga gas di Sumatera Utara pernah mencapai US$ 12,22 per MMBTU ketika sampai ke pelanggan industri. Namun, dari seluruh mata distribusi gas dari hulu sampai ke tangan pelanggan, PGN hanya memungut tarif US$ 1,35 per MMBTU untuk pengelolaan pipa sepanjang 600 kilometer (km). Sedangkan sisanya sekitar US$ 11 dolar merupakan komponen biaya dari hulu, seperti regasifikasi, distribusi, dan harga lainnya.

"Kami hanya mengikuti Keputusan Menteri Nomor 19 tahun 2009 dan komponen harganya sangat transparan bisa diperiksa semua bahwa angka US$ 12,22 itu, PGN hanya mendapati US$ 1,35 saja. Ini coba kami jelaskan ke pemerintah bahwa komponen biayanya yang membuat harga mahal ternyata bukan dari PGN. Mudah-mudahan dengan data yang diberikan, KPPU bisa melihat bahwa PGN menjalankan tugasnya sebagai BUMN sesuai dengan regulasi yang berlaku," jelas Adi.

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah menyelidiki penyebab harga gas di Medan tak kunjung turun atau masih di sekitar US$ 9,5 per mmbtu. Dugaan awal, KPPU mengindikasi adanya praktik monopoli di wilayah tersebut.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

DPR Dukung Langkah KPPU

Anggota Komisi VI DPR RI, Siti Mukaromah sangat mendukung langkah yang dijalankan oleh KPPU tersebut. Ia pun menegaskan, diperlukan keberanian jajaran KPPU dalam mengungkap pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam struktur pembentukan tingginya harga gas di Medan.

Oleh karena itu, ia pun meminta majelis hakim KPPU secara komprehensif dan objektif mengumpulkan fakta dan saksi-saksi dalam persidangan lanjutan.

"Jika berhasil, hal ini akan menjadi preseden yang positif bagi kinerja KPPU. Terlebih belakangan banyak pihak menyoroti objektivitas lembaga ini, mulai dari dugaan praktik monopoli di beberapa harga komoditas, hingga rencana revisi Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata dia.

Selain menjadi preseden positif, Siti bilang, pengungkapan fakta-fakta di persidangan juga diyakini akan menjelaskan posisi dan peran PGN di dalam penjualan gas bumi di Indonesia. Sebab, di dalam menjalankan bisnis PGN dilindungi beberapa regulasi yang membolehkan perusahaan pelat merah ini melakukan monopoli atau monopoly by law.

Dua aturan tersebut, di antaranya Pasal 27 UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"Jadi biarkan semuanya kita kembalikan ke majelis hakim. Tapi dari kasus ini, kita berharap bisa mengetahui di mana kesalahannya. Apakah itu ada di level regulasi atau memang ada pihak-pihak yang mencari keuntungan dengan memanfaatkan KPPU," imbuh Siti.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya