Industri Mebel Perlu Pakai Teknologi Terkini buat Genjot Ekspor

Target ekspor industri mebel dan kerajinan mencapai US$ 5 miliar pada 2019 dapat terwujud asal didukung peremajaan alat dan teknologi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 11 Jan 2018, 12:32 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2018, 12:32 WIB
20150917-Mebel
(Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Nasional (HIMKI) menargetkan, ekspor industri mebel dan kerajinan nasional bisa menyentuh angka US$ 5 miliar pada akhir 2019. Agar dapat mencapai target, himpunan tersebut menilai hal itu harus diikuti dengan ada peremajaan alat dan teknologi produksi.

Wakil Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur mengatakan, sektor industri mebel harus melakukan pembaharuan teknis jika ingin membangun produktivitas, dan menyertakan penggunaan teknologi terkini.

"Di Jepara dan beberapa tempat lain, pengerjaan furnitur masih menggunakan teknologi yang sangat manual, dan dikatakan itu adalah kearifan lokal. Kita harus ubah sudut pandang itu," tegas dia di forum diskusi yang digelar di Hotel Santika Jakarta, Kamis (11/1/2018).

"Saya pernah melihat pengerjaan pintu Gebyok yang dikerjakan dua orang dan selesai tiga bulan. Kalau saja itu dikerjakan pakai CNC Router, cukup satu orang dan bisa selesai dalam 7 hari saja," tambahnya.

Dia lalu membuat perbandingan dengan negara Asia Timur lainnya, yang masih berpegang pada adat istiadat lokal namun dapat menyambut kemajuan zaman.

"Mari lihat China dan Jepang, mereka berhasil karena berbeda dalam memahami kearifan lokal. Kearifan lokal itu bukan alatnya, tapi rohnya," ujar dia.

Abdul Sobur kembali menekankan, teknologi terkini semisal robot sudah seharusnya dimanfaatkan untuk menggantikan tenaga manusia terutama buat industri mebel. "Manusia kan masih dikendalikan oleh rasa, tergantung mood, sementara robot bisa kerja 24 jam," ucap dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Bahan Baku Langka, Industri Mebel Terpaksa Tolak Ekspor

mebel-ukm-140117b.jpg
Ilustrasi mebel (Istimewa)

Sebelumnya, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) kembali mengeluhkan langkanya rotan sebagai bahan baku industri tersebut. Kelangkaan ini disinyalir lantaran semakin maraknya ekspor bahan baku rotan ilegal ke negara lain seperti Singapura.

Ketua HIMKI Soenoto mengatakan, saat ini kinerja ekspor barang jadi mebel Indonesia tengah mengalami penurunan. Pada 2016 lalu, ekspor mebel berbahan baku rotan tercatat hanya mencapai US$ 1,6 miliar, atau turun dibandingkan 2015 yang sebesar US$ 1,9 miliar dan 2014 yang sebesar US$ 1,8 miliar.

‎"Industri mebel berbasis rotan mengalami penurunan karena bahan baku tidak ada," ujar dia di Jakarta, Rabu 6 Desember 2017.

Bahkan menurut dia, lantaran kekurangan bahan baku, sejumlah industri dan pengrajin lokal terpaksa menolak pesanan mebel dari luar negeri. Hal ini salah satunya banyak terjadi pada industri dan pengrajin mebel di Cirebon, Jawa Barat.

"Mereka menolak orderan sekitar 40 persen. Itu seperti di Cirebon, mereka biasanya ekspor ke Amerika dan Eropa. Malah ada yang sudah berhenti produksi," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut Soenoto, pihaknya meminta pemerintah khususnya kementerian terkait untuk segera mencari solusi dari lesunya industri mebel dalam negeri ini. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk mempertegas larangan ekspor rotan mentah agar bahan baku tersebut bisa digunakan di dalam negeri dan menjadi nilai tambah.

"Sekarang industri tidak yakin mendapat akses bahan baku makanya diputuskan untuk menunda bahkan menolak ekspor mebel," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya