3 Kementerian Optimalkan Program Air Bersih di Kabupaten Asmat

Kementerian PUPR menyatakan kalau masalah gizi buruk di Kabupaten Asmat disebabkan oleh minimnya ketersediaan air bersih.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 06 Feb 2018, 20:51 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2018, 20:51 WIB
KemenPUPR Lakukan Pengeboran Air Tanah di Lokasi Pengungsian
Ilustrasi persediaan air bersih

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) angkat suara mengenai masalah gizi buruk dan wabah penyakit di Kabupaten Asmat, Papua. Pihaknya menyatakan kalau masalah gizi buruk itu disebabkan oleh minimnya ketersediaan air bersih.

Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman (KIP) Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Dwityo Akoro Soeranto mengatakan, faktor penyebab tersebarnya penyakit di wilayah tersebut sama dengan kasus stunting pada balita yang sedang marak terjadi, yakni lingkungan yang tidak sehat.

"Penduduk Asmat tinggalnya di atas rawa-rawa. Mereka juga buang air besarnya langsung ke bawah, membuat nyamuk dan sebagainya berkembang biak, lalu anak-anak bermain di sana tidak pakai sendal. Semua itu adalah awal pencemaran, lingkungan yang tidak sehat," tutur dia di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Dwityo menyebutkan, Kementerian PUPR telah berkolaborasi dengan pihak kementerian dan lembaga terkait lainnya, antara lain Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Desa (Kemendes), lewat pengadaan program air bersih dan sanitasi.

"Penanganan air bersih dan sanitasi tidak bisa terpisah satu sama lain. Kami telah ada program Pamsimas (Program Air Minum Berbasis Masyarakat) di Asmat. Dari 15 distrik di Kab Asmat, ada 12 lokasi yang sudah ada Pamsimasnya," ujar dia.

Sementara itu, Dirjen Cipta Karya Sri Hartoyo menyampaikan, pemerintah sebelumnya telah melakukan pengadaan air bersih di Kabupaten Asmat, namun terkendala oleh beberapa hal.

"Di sana sebelumnya sudah ada sistem, 10 liter (air) per detik. Tapi belum ada PDAM, masih dikelola pihak setempat," ucap dia.

Menanggulangi masalah air bersih tersebut, Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya akan menanganinya secara terintegrasi, mulai dari penyediaan air minum, sistem sanitasi, hingga infrastruktur lingkungannya.

"Alternatif lainnya bisa dari air permukaan yang ada di sungai, sumur bor, dan penampungan air hujan, demi mengantisipasi tanah rawa di sana," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Begini Upaya Pemerintah Bangun Trans Papua

Jalan Trans Papua (Foto: Dok Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR)
Jalan Trans Papua ruas Wamena-Habema (Foto: Dok Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR)

Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan jalan Trans Papua tembuspada 2019. Trans Papua memili total panjang 4.330 km dari Papua Barat hingga Papua.

Meski belum teraspal seluruhnya, terbukanya jalan di Papua terutama di daerah pegunungan akan membuka keterisolasian wilayah. Kemudian, menurunkan harga barang-barang dan mengurangi kesenjangan wilayah.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, masyarakat sudah mulai merasakan manfaat dari keberadaan Trans Papua dan jalan Perbatasan Papua.

"Pembangunan jalan Trans Papua terus dilanjutkan dan ditargetkan tahun 2019 bisa tersambung seluruhnya," kata Basuki dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis 25 Januari 2018.

Lebih lanjut, hingga akhir 2017 jalan Trans Papua yang belum tembus sepanjang 353,7 km. Pada tahun 2018 akan ditangani sepanjang 197,91 km dan sisa sepanjang 155,79 km akan diselesaikan tahun 2019.

Salah satu ruas jalan di pegunungan yang berusaha ditembus yakni ruas Enarotali-Sugapa sepanjang 110 km yang menghubungkan Kabupaten Paniai dengan Kabupaten Intan Jaya.

Ruas jalan ini merupakan bagian Trans Papua Segmen III Enarotali-Sugapa-Ilaga-Mulia-Wamena. Kementerian PUPR melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) XVIII Papua hingga akhir 2017 sudah berhasil membuka jalan sepanjang 85,33 km.

Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan (BBPJN XVIII Jayapura Osman Harianto Marbun mengatakan, tahun 2018 penanganan ruas jalan Enarotali-Sugapa berlanjut sepanjang 15,51 km melalui 2 paket pekerjaan kontraktual yakni Paket Enarotali-Sugapa I sepanjang 7,78 km dengan biaya mencapai Rp 58,33 miliar dan Enarotali-Sugapa II sepanjang 7,73 km dengan biaya sebesar Rp 57,97 miliar. Sisanya, sepanjang 9,16 km akan ditangani pada tahun anggaran 2019.

Sementara, Direktur Jenderal Bina Marga Arie Setiadi Moerwanto mengatakan, tantangan pembangunan Trans Papua ialah cuaca dan kondisi alam yang masih berupa hutan.

"Tantangan dalam pembangunan jalan di Papua disamping kondisi cuaca dan alamnya yang masih berupa hutan dengan kondisi geografi cukup berat hampir pada semua segmen," jelas dia.

Segmen III Trans Papua ruas Enarotali-Ilaga-Mulia-Wamena nantinya akan tersambung jalan di kawasan pegunungan Papua lainnya yakni ruas Wamena-Habema-Kenyam-Mumugu yang kini tengah dikerjakan oleh Kementerian PUPR bekerjasama dengan Zeni TNI AD.

Sementara untuk jalan perbatasan di Papua, BBPJN XVIII pada tahun 2017 telah menyelesaikan perbaikan beberapa titik kerusakan pada ruas Oksibil hingga Merauke yang memiliki panjang jalan 688 km.

Beberapa titik yang sebelumnya berupa tanah dan sulit dilintasi saat musim hujan, antara lain ruas Waropko-Mindiptana, Mindiptana-Tanah Merah, Tanah Merah-Getentiri, Getentiri-Batas Kabupaten Merauke/Boven Digul, Batas Kabupaten Merauke/Boven Digul-Muting, kini sudah beraspal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya