Pupuk Indonesia Raup Laba Bersih Rp 3 Triliun pada 2017

Manajemen PT Pupuk Indonesia menyatakan industri pupuk di Indonesia alami kondisi yang cukup sulit karena harga komoditas urea dan amoniak yang turun di pasar internasional.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 08 Mei 2018, 20:14 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2018, 20:14 WIB
20160909-118 BUMN dan BUMD Ikuti Pameran BUMN di JCC-Jakarta
Pengunjung melintas saat gerai paterna pupuk Indonesia saat Indonesia Bussiness and Development Expo 2016 di, Jakarta, Kamis (8/9). Pameran tersebut diikuti lebih dari seratus BUMN dan BUMD. (Liputan6./Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pupuk Indonesia (Persero) mencatatkan laba bersih melebihi target yang sudah ditetapkan sebesar Rp 2,05 triliun. Perseroan mencatatkan laba bersih mencapai Rp 3,08 triliun pada 2017.

Direktur Utama Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat menjelaskan, pencapaian kinerja di atas target tersebut disebabkan efisiensi besar-besaran yang dilakukan perusahaan selama 2017.

"Kami menerapkan kebijakan untuk menekan biaya-biaya, terutama efisiensi konsumsi bahan baku dan biaya distribusi pupuk, sehingga Perusahaan turut berkontribusi mengurangi beban subsidi Pemerintah sebesar Rp 1,88 triliun," kata Aas di Kementerian BUMN, Selasa (8/5/2018).

Namun, pencapaian laba tersebut memang lebih rendah dari yang diperoleh perusahaan pada 2016. Perseroan meraup laba bersih Rp 3,5 triliun. Penurunan ini menurut Aas lebih dipengaruhi harga komoditas urea dan amoniak internasional juga mengalami penurunan sangat drastis.

Di sisi lain, pendapatan Pupuk Indonesia dari sektor pupuk bersubsidi memang berkurang dari Rp 26,85 triliun pada  2016 menjadi Rp 24,97 triliun pada  2017. Hal itu secara langsung memberikan penghematan pengeluaran Pemerintah untuk subsidi pupuk. 

Meskipun demikian, penyaluran pupuk bersubsidi  pada 2017 justru meningkat, dari 9,18 juta ton menjadi 9,30 juta ton pada 2017. “Ini membuktikan walaupun kita melakukan efisiensi, tidak mengurangi pelayanan kita ke sektor PSO," tambah dia. 

Aas mengakui, selama dua tahun terakhir, industri pupuk di Indonesia mengalami kondisi yang cukup sulit antara lain jatuhnya harga komoditas urea dan amoniak di pasar internasional.

Hal ini dipicu oleh oversupply-nya pasar internasional serta turunnya harga energi dunia, khususnya gas yang merupakan bahan baku utama pembuatan pupuk urea. 

Faktor itu cukup berpengaruh terhadap kinerja Pupuk Indonesia secara keseluruhan. Pendapatan perusahaan menurun dari Rp 64,16 triliun menjadi Rp 58,96 triliun. Namun, Perusahaan tetap dapat menjaga kondisi keuangannya. 

Total aset perusahaan bertambah dari Rp127,1 triliun menjadi Rp 128,49 triliun. Program-program investasi dan pengembangan juga tetap dapat berjalan dengan baik, antara lain penyelesaian Pabrik Pusri 2B, pembangunan Pabrik Amurea 2 di Gresik, pengembangan NPK di Pusri, pabrik Gas Cogen Plant di Gresik dan lain sebagainya. 

"Kontribusi pajak terhadap Pemerintah juga masih cukup baik yaitu sebesar Rp 4,94 triliun, dan dividen sebesar Rp 768,85 miliar," Aas mengakhiri. (Yas)

 

Cetak Produksi Tertinggi dalam Sejarah

20160704-Pupuk Padi-Karawang- Gempur M Surya
Petani memupuk tanaman padi di Karawang, Jawa Barat, Senin (4/7). Kementerian Pertanian optimis target produksi padi sebesar 75,13 juta ton pada tahun 2016 dapat tercapai. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

PT Pupuk Indonesia (Persero) mencatatkan rekor produksi tertinggi sepanjang sejarah pada 2017 dengan mencapai 11,42 juta ton untuk segala jenis pupuk. Pada 2016, produksi pupuk hanya sebesar 10,45 juta ton.

Direktur Utama Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat mengaku kenaikan produksi ini antara lain didorong oleh mulai beroperasinya pabrik baru Pusri 2B di Palembang yang berkapasitas 970 ribu ton per tahun. 

"Selain itu, reliabilitas pabrik juga terus meningkat sehingga mengurangi terjadinya unscheduled shutdown," kata Aas.

Tidak hanya itu, dalam kinerja 2017, perseroan juga berhasil melakukan efisiensi penggunaan gas bumi sebagai bahan baku. Tercatat rata-rata konsumsi gas bumi di 2017 sebesar 28,69 MMBTU/ton dari tahun sebelumnya mencapai 29,86 MMBTU/ton.

"Turunnya rasio konsumsi gas bumi adalah hasil dari semakin handalnya pabrik-pabrik kita berkat program revitalisasi yang kita jalankan," ujar Aas. 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya