Ekspor Tertekan, Neraca Dagang Mei Diprediksi Defisit US$ 1 Miliar

royeksi defisit neraca perdagangan dipicu karena kenaikan laju impor seiring meningkatnya permintaan impor barang konsumsi dan bahan baku menjelang Lebaran.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Jun 2018, 08:20 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2018, 08:20 WIB
Kinerja ekspor impor RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Menkeu Sri Mulyani Indrawati menilai tren yang terjadi pada capaian ekspor-impor 2018 masih tergolong sehat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Liputan6.com, Jakarta Neraca perdagangan Mei 2018 diprediksi masih mencetak defisit sekitar US$ 1,1 miliar. Penyebabnya karena kinerja impor lebih tinggi dibanding ekspor yang tertekan akibat kebijakan perdagangan negara lain maupun perang dagang.

"(Neraca perdagangan) Mei ini diperkirakan kembali defisit US$ 1,1 miliar," kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Senin (25/6/2018).

Ia mengatakan, proyeksi defisit neraca perdagangan dipicu karena kenaikan laju impor seiring meningkatnya permintaan impor barang konsumsi dan bahan baku menjelang Lebaran. Defisit dari minyak dan gas (migas) pun dinilainya berpotensi naik.

"Sementara dari sisi ekspor, ada koreksi harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan beberapa komoditas, sehingga nilai ekspor secara tahunan diperkirakan hanya naik 6-7 persen," jelasnya.

Lebih jauh kata Bhima, imbas perang dagang memukul ekspor produk unggulan Indonesia, seperti CPO dan karet. Beberapa negara mitra dagang, di antaranya Uni Eropa dan India memperketat atau memproteksi perdagangannya.

"Defisit perdagangan akan kontraktif ke kondisi ekonomi karena menekan pertumbuhan net ekspor. Motor lainnya, konsumsi rumah tangga sedang masa pemulihan, jadi andalannya cuma dari net ekspor dan investasi," ujarnya.

Defisit neraca perdagangan, Bhima melanjutkan, akan berpengaruh terhadap kenaikan permintaan valuta asing (valas), sehingga rupiah bisa kembali melemah.

"Kondisi ini bisa berlanjut ke semester II jika ketidakpastian harga komoditas berlanjut, dan perang dagang memburuk," ucapnya.

Bhima memproyeksikan defisit neraca perdagangan masih akan berlanjut hingga Juni. Pendorongnya karena naiknya permintaan impor saat Ramadan dan Lebaran.

"Sedangkan kinerja ekspornya rendah karena libur panjang Lebaran. Sehingga produksi industri turun," tandas Bhima.

Gubernur BI: Jangan Kaget Banyak Impor di Kuartal II

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut defisit terhadap neraca perdagangan dalam beberapa bulan terakhir ini berimbas pada transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). Meski begitu, dia meyakini realisasi CAD tahun ini tidak akan melebihi 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB)

"Kalau bicara transaksi berjalan dalam berbagai kesempatan kami sampaikan kuartal II itu biasanya lebih tinggi, enggak usah kaget kalau kuartal II memang banyak impor. Kalau lebih tinggi, jangan kaget karena secara musimannya begitu," ujar Perry saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (22/6/2018). 

Perry mengatakan, dengan naiknya defisit transaksi berjalan justru akan menandakan tingkat ekonomi semakin baik. Meski demikian, pelebaran defisit tersebut masih terbilang di batas wajar.

"Kalau dari sisi tingkat defisit transaksi berjalan, meskipun naik tahun ini karena memang aktivitas ekonomi baik, tetapi masih aman," paparnya.

Sebagai langkah, untuk memperbaiki neraca perdagangan ke depan, BI akan terus mengintervensi valuta asing (valas) maupun surat berhara negara (SBN). Dengan begitu, diharapkan mampu mendorong masuknya investor asing sehingga defisit transaksi berjalan akan semakin aman.

"Yang perlu kita dorong itu,investasi dari portofolio bentuknya apa? Pembelian asing terhadap SBN) dan saham. Langkah-langkah preventif kemarin itu, menaikkan suku bunga. Kemungkinan kenaikan suku bunga akan semakin membuat investasi di SBN atau fix income Indonesia itu menarik. Sehingga inflow di dalam SBN maupun obligasi korporasi naik.

"Apalagi kita akan lakukan relaksasi di sektor perumahan, kalau sektor perumahan naik, itu kan juga menarik bagi investasi dalam dan luar negeri khususnya yang mau beli saham. Sehingga defisit transaksi berjalan yang masih relatif aman itu semakin aman, kuat karena pembiayaannya juga semakin kuat," ia menambahkan. 

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada April 2018 mengalami defisit sebesar USD 1,63 miliar. Hal itu dipicu oleh defisit sektor migas USD 1,13 miliar dan non-migas sebesar USD 0,50 miliar.

 

Reporter : Dwi Aditya Putra

Sumber : Merdeka.com

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya