Gelar Mitigasi, ESDM Ingin Kota Palu Kembali Dibangun

Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM Rudy Suhendar, menegaskan bahwa seluruh wilayah harus melakukan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap gempa dan tsunami.

oleh Merdeka.com diperbarui 12 Okt 2018, 12:31 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2018, 12:31 WIB
Potret Udara Ribuan Perumnas Balaroa yang Hilang Akibat Gempa
Pandangan udara Perumnas Balaroa yang rusak dan ambles akibat gempa bumi Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (5/10). Berdasarkan data Lapan, dari 5.146 bangunan rusak sebanyak 1.045 di antaranya Perumnas Balaroa yang ambles. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan upaya mitigasi bencana dengan memetakan daerah rawan yang berdampak terjadi bencana, seperti gempa bumi dan tsunami. Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) ini secara rutin telah disampaikan kepada seluruh pemerintah daerah (pemda)

Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM, Rudy Suhendar, menegaskan bahwa seluruh wilayah harus melakukan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap gempa dan tsunami. Penataan ruang hendaknya berbasis kebencanaan, termasuk semua infrastruktur bangunan harus mempertimbangkan aspek kegempaan.

"Tentunya mitigasi ini adalah untuk mengurangi risiko bencana yang terjadi, dalam arti kita ujung-ujungnya mengurangi korban," kata Suhendar di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/10).

Suhendar mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah menerjunkan tim untuk memeriksa dampak gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi, serta mengumpulkan data-data teknis untuk rekomendasi langkah selanjutnya pembangunan di Kota Palu. Pihaknya telah berkoordinasi juga dengan Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, BNPB, BMKG, dan pemerintah daerah.

Selanjutnya, Tim Badan Geologi akan diberangkatkan kembali untuk melakukan penyelidikan geologi dan memetakan kembali daerah yang aman untuk ditinggali. Ini dalam rangka menyiapkan rekomendasi untuk rehabilitasi dan rekonstruksi usai terjadinya gempabumi Palu dan sekitarnya.

"Kita sudah harus berjalan ke hal yang lain, jadi kita tidak mempermasalahkan lagi masalah kejadiannya seperti apa dan sebagainya. Tapi ke depannya harus seperti apa Palu dan sekitarnya," kata Suhendar.

Dengan demikian, pemerintah berharap Kota Palu yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah yang didesain sebagai pusat logistik terpadu dan industri pengolahan pertambangan di wilayah Sulawesi dapat tumbuh dan dikembangkan kembali setelah gempa bumi ini.

Sebagaimana diketahui telah terjadi gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 7,4 pada tanggal 28 September 2018 lalu. Goncangan ini melanda daerah Kabupaten Donggala, Palu, Parigi dan Sigi, Sulawesi Tengah. Akibat kejadian ini, ada sekitar ribuan korban yang meninggal dunia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

RI Rentan Gempa, Jonan Usul Tinjau Ulang Lokasi Permukiman

Lokasi likuefaksi di Palu, Sulawesi Tengah
Lokasi likuefaksi atau tanah bergerak di Palu, Sulawesi Tengah. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Sebagai negara yang dilalui jalur pertemuan lempeng tektonik, yaitu Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia, Indonesia menjadi rawan terkena bencana gempa bumi. Atas kondisi ini, maka perlu adanya upaya khusus untuk menghindari korban gejolak alam tersebut.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Igansius Jonan memiliki gagasan agar korban gempa dapat diminimalisasi, yaitu dengan menata ulang wilayah permukiman yang disesuaikan dengan kondisi kebumian yang ada.

‎"Ini perlu peninjauan kembali secara spesifik. Daerah mana yang bisa digunakan untuk keperluan manusia atau tidak bisa menjadi hunian manusia untuk segala kegiatan‎," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/10/2018).

Menurut Jonan, sampai saat ini belum‎ ada yang bisa memperikan terjadinya gempa dan besar kekuatannya. Namun, bisa dimitigasi berdasarkan kondisi kebumian. Sebab itu perlu dilakukan peninjauan ulang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

"Apakah bisa tahu gempa terjadi besarnya seperti apa, secara keilmuan tidak bisa. Gunung meletus kapan magnitudo seperti apa tidak ada yang tahu," tutur dia.

Jonan mengungkapkan, jika peninjauan ulang RTRW sudah dilakukan, maka permukiman masyarakat bisa ditempatkan di daerah yang jauh lebih aman dari potensi gempa, dengan begitu kemungkinan jatuhnya korban bisa dihindari.

"Dua hal ini penting. Supaya bisa menghindarkan korban di kemudian hari, satu tidak tahu waktunya kedua magnitudonya tidak tahu apakah tsunami, gempa, gunung erupsi, kita enggak tahu. Coba dibikin kira-kira aman," katanya.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya