Modal Masuk Deras ke RI, Darmin Optimistis Rupiah Bakal Tembus 13.700 per Dolar AS

Menteri koordinator (Menko) bidang perekonomian, Darmin Nasution optimistis nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan kembali menguat ke level 13.700.

oleh Merdeka.com diperbarui 05 Des 2018, 14:15 WIB
Diterbitkan 05 Des 2018, 14:15 WIB
(Foto:Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)
Seminar nasional proyeksi Ekonomi Indonesia 2019 (Foto:Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri koordinator (Menko) bidang perekonomian, Darmin Nasution optimistis nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan kembali menguat ke level 13.700.

Mulai akhir November 2018, tren nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali menguat ke posisi 14.200 usai anjlok hingga tembus level 15.000. Darmin optimistis penguatan rupiah tersebut didorong kondisi defisit transaki berjalan atau Current Account Defisit (CAD) yang turun meski perlahan. Dengan demikian Darmin yakin rupiah akan kembali pada posisi awal 2018 yaitu kisaran level 13.700 hingga 13.800 per dolar AS.

"Sebelum mulai gunjang ganjing itu kurs 13.360,” kata Darmin dalam sebuah cara seminar nasional di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (5/12/2018).

"Saya menduga dia masih bisa tembus kalau ini didorong dengan baik, walaupun tidak bisa 13.500, harus sudah di sekitar 13.700-17.800," dia menambahkan.

Selain itu, aliran modal masuk juga meningkat. Mengutip data Bank Indonesia hingga 25 Oktober atau month to date (mtd) nilai aliran modal asing yang masuk mencapai Rp 8,26 triliun. Sedangkan total nilai modal asing yang masuk dari Januari hingga 25 Oktober 2018 mencapai Rp 22,97 triliun.

"Kalau Anda perhatikan sejak 30 Oktober sebenarnya inflow sudah masuk," ujar dia.

Dia menegaskan, pemerintah harus cepat tanggap dengan membuat investor semakin tertarik menanamkan uangnya di Indonesia. Beberapa kebijakan yang bertujuan menumbuhkan kepercayaan dari pasar.

"Dan itu sebabnya seminggu kemudian BI (Bank Indonesia) naikkan suku bunga, seminggu kemudian kita keluarkan paket kebijakan.  Itu untuk mendorong," ujar dia.

Jika kondisi nilai tukar rupiah kembali menguat terhadap dolar AS, Darmin menyatakan defisit transaksi berjalan ataupun CAD tidak akan menjadi masalah meski terguncang oleh kondisi ekonomi global.

"Kalau itu kita bisa dorong dalam sebulan dua bula nini maka sebenarnya persoalan transaksi berjalan bukan lagi menjadi masalah yang terguncang, karena bukan transaksi berjalan yang bikin masalah tapi transaksi modal dan finansial," ujar dia. 

 

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

 

 

Rupiah Dapat Kembali ke Posisi 14.000 per Dolar AS, Ini Syaratnya

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus disambut positif. Mata uang garuda bahkan diperkirakan dapat menyentuh ke posisi Rp 14.000 per dolar AS.

Pengamat ekonomi Asian Development Bank (ADB) Eric Sugandi menjelaskan, rupiah bisa saja kembali ke posisi 14.000 per dolar AS. Akan tetapi, ada syarat yang mesti dipenuhi.

"Sampai akhir tahun saya perkirakan rupiah masih bergerak di kisaran Rp 14.000 - 14.300 per dolar AS. Tapi ini dengan  kecenderungan jika the Fed tidak naikkan suku bunga acuan lagi di bulan ini," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa 4 Desember 2018.

Eric menambahkan, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang didukung baik dari sentimen internal maupun eksternal saat ini.

"Selain karena ada inflows portofolio ke surat berharga negara (SBN) dan bursa saham. Faktor eksternal lain ialah karena statement Jerome Powell bahwa Federal Funds Rate (FFR) sudah sedikit berada di bawah neutral rate,”ujar dia.

Ia menilai, pernyataan Jerome Powell itu diinterprestasikan pelaku pasar keuangan dan valuta asing (valas) sebagai indikasi suku bunga acuan the Federal Reserve (the Fed) tidak naik pada Desember 2018.

"Kemudian juga gencatan senjata perang dagang AS - Cina setelah pertemuan Trump - Xi Jinping akhir pekan lalu. Ini memberikan sentimen positif bagi penguatan rupiah," ia menambahkan.

Meski begitu, menurut dia, pemerintah masih dihadapkan oleh persoalan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Ini membuat penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih bersifat terbatas.

"Masih ada masalah pada neraca pembayaran, terutama CAD, yang membuat daya topang fundamental ekonomi untuk penguatan lebih lanjut terbatas," paparnya.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengungkapkan, penguatan rupiah terhadap dolar AS mendorong arus modal asing untuk masuk ke Indonesia. 

Tak hanya itu, penurunan harga minyak dunia juga diperkirakan berdampak positif terhadap neraca perdagangan dan juga terhadap beban Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN). 

"Tapi sumber tekanan terhadap rupiah sebenarnya masih tetap ada dan cukup kuat. Ketidakpastian perang dagang masih ada walaupun sekarang terjadi penundaan atau gencatan senjata," ungkap Piter.

Dia menuturkan, mata uang rupiah masih berpotensi melemah melihat persoalan CAD dan kemungkinan naikknya suku bunga acuan The Fed pada tahun depan. 

"Meski diprediksi tidak naikkan suku bunga acuan bulan ini, tahun depan masih besar kemungkinan The Fed kembali menaikkan suku bunga. Sementara di domestik kita masih menghadapi masalah CAD. Jadi potensi pelemahan yang akan datang itu akan menahan laju penguatan saat ini," kata dia.

Piter prediksi, penguatan rupiah berada di rentang 14.200-14.300 per dolar AS. "Penguatan bisa saja menyentuh Rp 14.000 per dolar AS, tapi saya perkirakan tidak akan sustain ya," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya