Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan berbagai langkah strategis yang telah ditempuh BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan global yang meningkat.
Perry menyebut bahwa nilai tukar rupiah sempat berada dalam kondisi terkendali sebelum libur Ramadan dan Idul Fitri. Namun, dinamika global, khususnya kebijakan resiprokal yang meningkat selama masa liburan, menimbulkan tekanan besar terhadap nilai tukar di pasar luar negeri, khususnya pada instrumen non-delivery forward (NDF).
Baca Juga
"Sebelum liburan Ramadan dan Idul Fitri, rupiah itu terkendali dan bagus. Tapi kemudian selama liburan Ramadan terjadi kebijakan resiprokal yang semakin tinggi dan menimbulkan tekanan-tekanan nilai tukar di luar negeri non-delivery forward," kata Perry dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (23/4/2025).
Advertisement
BI pun memutuskan untuk melakukan intervensi secara intensif di pasar NDF luar negeri, mencakup pasar Hong Kong, Eropa, hingga Amerika Serikat, yang dilakukan secara berkesinambungan sepanjang waktu. Hasilnya, tekanan terhadap rupiah yang sempat menyentuh angka Rp 17.400 berhasil diredam dan dikembalikan ke level Rp 16.800.
"Oleh karena itu, kami menyelenggarakan rapat Dewan Gubernur pada 7 April 2025. Kami lakukan rapat Dewan Gubernur secara sah meskipun pada liburan karena kondisi global yang memerlukan itu," jelasnya.
Perry mengatakan, BI juga memastikan akan terus melanjutkan langkah-langkah stabilisasi melalui intervensi NDF, seiring dengan komitmennya menjaga kestabilan nilai tukar di tengah ketidakpastian global yang tinggi.
"Karena itu kami bisa menstabilkan nilai tukar rupiah yang pada waktu itu pernah mencapai Rp 17.300 bahkan Rp 17.400 di pasar Hongkong dan Eropa yang kemudian kami stabilkan. Dan Alhamdulillah puji Tuhan sekarang stabil di Rp 16.800," ujarnya.
Â
Komitmen Stabilisasi dan Investasi
Perry menyampaikan bahwa BI akan terus melanjutkan intervensi di pasar NDF untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Dalam menghadapi ketidakpastian global yang sulit diprediksi, BI menilai langkah ini sebagai bagian dari komitmen menjaga kepercayaan pasar dan keberlanjutan ekonomi nasional.
"Tentu saja kami akan terus melakukan langkah-langkah stabilisasi. Kami terus akan melakukan stabilisasi di pasar NDF. Ini yang kami lakukan untuk komitmen kami menjaga stabilitas nilai tukar dari dampak ketidakpastian dan bahkan sulit diprediksinya kondisi global dari rentetan kebijakan tarif dari jalur keuangan," tegasnya.
Meskipun saat ini fokus utama adalah menjaga stabilitas rupiah, Perry menekankan bahwa terdapat ruang terbuka untuk penurunan suku bunga acuan (BI Rate). Hal ini didukung oleh inflasi domestik yang rendah, termasuk inflasi inti yang berada di kisaran 2,5 persen.
"Kami meyakini inflasi yang rendah termasuk inflasi inti yang 2,5% itu membuka ruang bagi penurunan BI rate lebih lanjut dan juga kami juga berkomitmen tidak hanya menjaga stabilitas tapi juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Â
Advertisement
BI Beli SBN
Selain intervensi di pasar valas, BI juga melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Langkah ini dilakukan seiring koordinasi erat dengan Kementerian Keuangan dalam menjaga stabilitas moneter, fiskal, dan pasar keuangan.
"Tidak hanya intervensi di spot maupun domestik non-delivery forward kami juga melakukan pembelian SBN di pasar sekunder. Koordinasi erat dengan Bu Menteri Keuangan yang terus dilakukan bersama menjaga stabilitas moneter, stabilitas insekuangan dan juga stabilitas pasar SBN," ujar Perry.
Adapun BI telah membeli SBN dalam jumlah tadi dari pasar sekunder totalnya Rp80,98 triliun, yang terdiri dari pasar sekunder Rp54,98 triliun dan SBN Rp26 triliun.
"Ini adalah salah satu langkah tidak hanya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, koordinasi erat dengan kebijakan fiskal tapi juga memastikan intervensi di pasar falas tidak menimbulkan kekeringan likiditas rupiah. Inilah kebijakan kami menjaga kecukupan likiditas," pungkasnya.
