Kuasai Freeport, Indonesia Tak Main Pintu Belakang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan Pemerintah Indonesia menghadapi Freeport secara langsung.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 27 Des 2018, 15:04 WIB
Diterbitkan 27 Des 2018, 15:04 WIB
Pemerintah rapat bersama Banggar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi paparan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (31/5). Rapat terkait penyampaian kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan dalam RAPBN 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kebanggaannya karena terlibat dalam negosiasi saham Freeport. Ia bercerita mengenai jalan panjang pemerintah mendapatkan Freeport Indonesia dan target utamanya yakni memperjuangkan kepentingan negara.

"Yang patut digaris-bawahi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan yang tegas bahwa kita bekerja hanya dengan hanya satu tujuan yaitu memperjuangkan untuk sebesar-besar kepentingan bangsa dan negara, termasuk kepentingan rakyat Papua, tidak ada kepentingan pribadi atau kelompok yang boleh menunggangi," ujar Sri Mulyani seperti dikutip pada akun media sosial Facebooknya, Kamis (27/12/2018).

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan instruksi Presiden Jokowi sudah tegas, dan para menteri berkoordinasi demi mengambil alih Freeport secara tegas, face-to-face, tanpa ada negosiasi pintu belakang.

"Tidak ada perundingan melalui pintu belakang. Para menteri bersama-sama menghadapi perundingan dan saling menunjang dan membantu. Kepemimpinan Presiden memberikan kejelasan dan melindungi kami dari berbagai kelompok yang memiliki kepentingan berbeda," ujar Sri.

Para menteri yang terlibat termasuk Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Kementerian Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Jonan merupakan Ketua Tim Perundingan Pemerintah.

Menkeu pun memberikan apresiasi kepada profesionalisme pihak-pihak yang membantu proses perebutan Freeport, yakni yang terdiri dari para eselon 1, eselon 2 dan jajaran staf di Kemenkeu, Kementerian ESDM, BUMN, KLH dan Menhukham, Kejaksaan Agung, Kemendagri dan BPKP, serta Direksi Inalum.

"Ini adalah hasil kerja keras penuh profesionalisme dan integritas serta dedikasi dari seluruh komponen bangsa yang ingin menperjuangkan dan memberikan terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia. Indonesia boleh bangga dengan hasil terbaik yang dipersembahkan anak-anak bangsanya," ujar Sri Mulyani.

Rhenald Kasali Prihatin Banyak Opini Miring Terkait Freeport

Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P
Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Sebelumnya, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) kini resmi mengambil alih 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) senilai USD 3,8 miliar. Namun, berbagai kritikan pedas turut mengiringi pencaplokan salah satu tambang emas terbesar di dunia ini, sebab pemerintah kudu merogoh kocek guna mengakuisisi saham Freeport.

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali mengaku prihatin atas rentetan ucapan miring berlebih tersebut. 

"Bangun Freeport itu bukan seperti kasih orang ngontrak tanah di atas tanah kita seperti ucapan wakil rakyat yang mungkin kurang paham atau belum pernah jalan-jalan ke areal tambang di puncak gunung," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Senin 25 Desember 2018.

"Atau mungkin juga mereka belum pernah belajar corporate strategy dan corporate finance. Jadi wajar kalau orang kurang kompetensi berpendapat bebas. Lucu-lucuan bisa terjadi," tambahnya.

Dia beranggapan, getir juga melihat pernyataan para pengamat yang telah memaki bangsanya goblok atas upaya akuisisi saham PTFI ini. Padahal menurutnya, perwakilan negara telah membuat pusing petinggi Freeport dengan deal yang katanya hebat.

"Namun saya menduga, mereka yang ngamuk-ngamuk itu hanya kurang kompetensi saja. Maklum menganalisis Freeport ini complex. Ini gabungan macro-micro, corporate finance dan fiscal policy, masalah hukum dan lingkungan hidup, antara kepentingan domestik dengan global value chain," paparnya.

Selain itu, ia mengatakan, kesuksesan ini pun memiliki dampak politis yang cukup mengundang opini. "Jadi biasa saja. Kalau sudah cukup berilmu pasti mereka bisa lebih rendah hati dan tak main kasih cap goblok ppada orang lain. Saya yakin mereka akan sampai ke sana. Namun tentu harus banyak sabar dan belajar secara komprehensif," sambungnya.

Rhenald melanjutkan, ada perbedaan mendasar antara bumi Papua dan kekayaan alam yang dimiliki negara dengan perusahaan tambang yang dipunyai asing.

"Kita tak pernah mendirikan Freeport. Juga tak pernah taruh uang di perusahaan itu sehingga kita punya saham. Jadi kalau Freeport diusir atau berakhir (2021) yang kembali ke pangkuan kita ya cuma buminya saja, tanahnya. Lalu untuk eksploitasinya kita harus tanam modal juga bukan? Artinya keluar duit lagi, bukan?" tutur dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya