Sulteng Bakal Jadi Pusat Industri Manufaktur di 2024

Sulteng memiliki cadangan sumber daya alam nikel hingga gas bumi yang akan memicu daerah tersebut menjadi pusat basis pertumbuhan strategis.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jun 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2019, 14:00 WIB
Mimpi Konawe Jadikan Indonesia Penghasil Baja Urutan 4 Dunia
Pabrik pemurnian bijih nikel di Wilayah PT VDNI, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Jakarta - Sulawesi Tengah (Sulteng) diyakini akan menjadi pusat industri manufaktur pada 2024. Ini lantaran daerah terserbut miliki cadangan sumber daya alam nikel hingga gas bumi yang akan memicu daerah tersebut sebagai pusat basis pertumbuhan strategis.

“Sulawesi Tengah memiliki keunggulan komparatif dengan cadangan sumber daya nickel pig iron, biji besi dan gas yang sangat bisa diandalkan. Saya optimis tahun 2024, daerah ini akan menjadi pusat industri manufaktur di Pulau Sulawesi,” ujar Anggota Komisi VII DPR RI Ahmad M Ali di Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Ali mengemukakan, Sulteng merupakan provinsi terbesar di Pulau Sulawesi dengan luas wilayah daratan 68,033 kilometer persegi dan luas laut mencapai 189,480 kilometer persegi.

Wilayah tersebut memiliki tantangan dari sisi konektivitas, mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta Kepulauan Togean di Teluk Tomini dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk Tolo hingga ke perbatasan Sulawesi Tenggara. Terlebih, sebagjan besar daratan di provinsi ini berupa pegunungan.

“42,8 persen berada di atas ketinggian 500 meter dari permukaan laut dan Katopasa adalah gunung tertinggi dengan ketinggian 2.835 meter dari permukaan laut, kita butuh infrastruktur yang besar sekali,” jelas dia.

Kendala lain yang harus dicari solusinya, lanjut Ali, adalah perbedaan sebaran sumber daya alam dan iklim membuat pertumbuhan tidak merata. Tantangan itu kata dia dalam bentuk ketimpangan pembangunan antar daerah, di mana ada yang pertumbuhannya tinggi. Hal ini karena sumber daya alam yang besar seperti minyak dan gas, tambang nikel perkebunan dan sebagainya, sementara daerah lain terbatas.

“Konektivitas melalui perbaikan dan penambahan infrastruktur darat, laut, dan udara adalah kunci untuk membangun pemerataan pembangunan melalui daya pacu keunggulan kompetitif dan komparatif di masa mendatang,” paparnya.

Ali menekankan, percepatan infrastruktur dan energi yang massif akan membuat kondisi geografis strategis dan potensi komparatif menjadikan Sulteng sempurna menjadi daerah pusat pertumbuhan baru.

“Insya Allah, bila kita bekerja secara sungguh-sungguh, optimis Sulteng bisa terwujud sebagai daerah maju berbasis sentral strategis komoditas olahan dan hilirisasi berbasis keunggulan daerah atau Kabupaten yang pada akhirnya akan membawa kesempatan kerja peluang usaha jauh lebih baik dari sekarang,” pungkas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Berkah Perang Dagang, Sharp dan LG Tambah Kapasitas Pabrik di RI

KTT G20-Donald Trump-Jokowi
Presiden AS Donald Trump dan Presiden RI, Joko Widodo berbincang saat bertemu di sela-sela KTT G20 di Hamburg, Jerman, (8/7). Sejumlah pemimpin negara berkumpul dalam KTT G20 pada 7-8 Juli 2017. . (AP Photo/Evan Vucci)

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai Indonesia masih memiliki peluang di tengah bergulirnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Sebab, Indonesia sendiri memiliki fundamental ekonomi yang kuat dalam menghadapi situasi global saat ini. 

"Bagi Indonesia, sebetulnya perang dagang AS-China ini zero sum game, yang artinya tidak ada yang diuntungkan. Tetapi, di sini kita punya peluang. Adanya perang dagang ini, orang melihat negara kita berada di zona aman," kata Airlangga dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (16/6/2019).

Airlangga menjelaskan, Indonesia telah masuk zona aman investasi sejak 20 tahun lalu, yakni setelah berakhirnya Orde Baru dan dimulainya masa Reformasi. Sebagai negara dengan kondisi geopolitik yang cukup stabil, Indonesia kini semakin diincar oleh investor asing, imbuhnya.

Seperti diketahui, lembaga pemeringkat Standard and Poors (S&P) Global Ratings meningkatkan peringkat utang jangka panjang atau sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan outlook stabil. Dengan demikian, Indonesia kini memperoleh status layak investasi atau investment grade dari ketiga lembaga pemeringkat internasional, yakni S&P, Moody's, dan Fitch.

Airlangga menambahkan, Indonesia sedang dipandang sebagai salah satu negara yang serius dalam mengembangkan ekonomi digital. Itu menjadi nilai positif tersendiri bagi para pelaku usaha dunia."Bahkan, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe melihat Asia Tenggara terutama Indonesia bisa menjadi ground untuk digital economy," tuturnya.

Di tengah perang dagang ini salah satu langkah yang perlu dilakukan saat ini adalah meningkatkan daya saing industri manufaktur nasional agar bisa lebih kompetitif dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Di mana Indonesia masih menjadi daya tarik untuk investasi industri berbasis elektronika, garmen, alas kaki, serta makanan dan minuman.

"Misalnya saja produsen elektronika Sharp Corporation dan LG Electronics, akan menambah kapasitas pabriknya di Indonesia. Produk yang bakal mereka hasilkan untuk tujuan ekspor dan domestik," katanya.

Menperin: Industri di RI Berkembang Pesat dalam 10 Tahun Terakhir

(Foto: Dok Kementerian Perindustrian)
Menperin Airlangga Hartarto (Foto: Dok Kementerian Perindustrian)

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan, sektor industri di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam 10 tahun terakhir.

Bahkan, World Bank menempatkan industri manufaktur Indonesia sebagai negara peringkat kelima di negara-negara G-20.

Airlangga Hartarto menyampaikan hal itu dalam pertemuan 25 Tahun konferensi internasional, The Future of Asia di Tokyo Jepang, Kamis 30 Mei 2019.

Pertemuan ini dihadiri sejumlah pemimpin politik, ekonomi dan akademik dari wilayah Asia. Beberapa presiden dan perdana menteri juga hadir, dari Myanmar, Kamboja, Filipina.

"Dari data terakhir, industri manufaktur Indonesia menyumbang 20 persen ke GDP pada quarter pertama tahun ini. Dengan raihan itu, World Bank menjelaskan bahwa Indonesia berada di peringkat kelima negara-negara G-20, yang berarti hampir sama dengan Jerman dimana kontribusi manufakturnya sebesar 20,6 persen," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (31/5/2019).

Di depan para pemimpin politik dan ekonomi di wilayah Asia, Airlangga banyak menyampaikan soal perkembangan industri di Indonesia.

"Kita berbicara bagaimana Indonesia saat ini yang berbeda 10 tahun lalu. Bagaimana peningkatan ekspor komoditas sepanjang 5 tahun terakhir, yang mana Indonesia fokus ekspor manufaktur bernilai tambah tinggi. Kita bicara bagaimana Indonesia menarik lebih banyak investasi dengan kebijakan tax holiday yang agresif," kata dia.

Dongkrak Ekspor, Produsen Amonia Incar Pasar China

Wow, Kapal Besar Ini Bawa Ekspor Manufaktur Indonesia ke AS
Persiapan keberangkatan kapal besar (Direct Call) pembawa kontainer yang membawa ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) memperkuat bisnisnya dalam penjualan elpiji dan amonia. Pada tahun ini, ESSA menargetkan produksi amonia mencapai 700 ribu metrik ton.

Direktur Utama ESSA, Garibaldi Thohir mengatakan, pada tahun ini ESSA masih fokus untuk menjalankan bisnis penjualan elpiji dan amonia.

“Kita akan pastikan dulu segala sesuatunya berjalan dengan baik,” ujar dia di Jakarta, Jumat (24/5/2019).

Mulai Juli tahun lalu, ESSA memproduksi dan menjual amonia melalui PT Panca Amara Utama mereka mengoperasikan pabrik amonia di Luwuk, Sulawesi Tengah. ESSA mengucurkan dana sebesar USD 800 juta untuk membangun pabrik tersebut.

Sekarang ini utilitasi pabrik amonia tersebut sudah 16 persen melebihi dari kapasitas produksi yaitu sebesar 700 ribu metrik ton. Sehingga mereka memasang target produksi lebih dari 700 ribu metrik ton amonia. ESSA telah menjual produk amonia ke Jepang dan Korea. Selain itu, ESSA juga mengincar Taiwan dan China sebagai pasar baru 

Selain berkecimpung dalam bisnis penjualan amonia, mereka juga memiliki pabrik LPG berkapasitas 66.000 mt per tahun. Utilisasi pabrik elpini mereka juga sudah 18 persen melebih kapasitas terpasang. ESSA sudah memproduksi 18.000 mt sampai kuartal pertama tahun ini.

Pada tahun lalu Essa membidik volume produksi sebesar 76,384 ton LPG. Sementara pada tahun ini, produksi diproyeksikan tak jauh berbeda dibandingkan 2018 lalu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya