Menteri BUMN Erick Thohir Angkat Suara Soal Asabri

Apakah Asabri terindikasi tersandung skandal seperti yang dialami Jiwasraya kini?

oleh Athika Rahma diperbarui 10 Jan 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2020, 12:00 WIB
Erick Thohir Rapat Perdana di DPR
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bersiap mengikuti rapat dengan Komisi VI DPR, di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Rapat tersebut membahas Penyertaan Modal Negara (PMN) pada Badan Usaha Milik Negera tahun anggaran 2019 dan 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 14 emiten yang tercatat masuk dalam portofolio saham milik perusahaan asuransi khusus TNI dan Polri, PT Asabri, mengalami kerontokan nilai. Nilai saham yang didekap oleh Asabri ini anjlok hingga 80-90 persen.

Menurut pengamat pasar modal Budi Frensidy, hal itu dikarenakan saham-saham yang miliki rata-rata adalah saham small cap, alias rentan dimainkan oleh sebagian pihak demi meraup keuntungan pihak tertentu.

Lantas, apakah Asabri terindikasi tersandung skandal seperti yang dialami Jiwasraya kini?

Menteri BUMN Erick Thohir mengaku, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum mengeluarkan audit apapun untuk Asabri, berbeda dengan Jiwasraya.

"Ini baru Jiwasraya. BPK sudah keluarkan audit untuk Jiwasraya, kalau Asabri belum ada," ujarnya di Kementerian BUMN, Jumat (10/1/2020).

Lebih lanjut, dirinya juga enggan berkomentar apapun karena belum mengetahui laporan mengenai Asabri.

"Saya belum siap bicara soal Asabri karena belum tahu. Belum tahu, orang belum review," ungkapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tak Sebesar Jiwasraya

PT Asuransi Jiwasraya Persero).
PT Asuransi Jiwasraya Persero).

Analis saham dari Universal Broker Indonesia, Satrio Utama memperkirakan, jika Asabri terindikasi skandal, dampaknya tidak akan sebesar Jiwasraya.

Hal itu dikarenakan saham yang terdapat dalam portofolio jelas dan pergerakannya menggunakan pola Pump and Dump.

"Biasanya pergerakan harga beli dan jual lebih pesat, tidak wajar ditemui dalam mekanisme pasar," ungkapnya kepada Liputan6.com.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya