Liputan6.com, Jakarta - Krisis yang saat ini tengah melanda dunia akibat wabah corona virus disease 2019 Covid-19, membawa pembelajaran tersendiri bagi industri perbankan tanah air. Pasalnya, Indonesia sendiri, setidaknya telah mengalami 2 kali krisis sebelum ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Sunarso dalam webinar “Menjaga Industri Perbankan di Tengah Pandemi COVID-19 Melalui Kebijakan Relaksasi Kredit & Subsidi Bunga, Jumat (15/5/2020).
"Krisis sekarang ini adalah krisis yang terjadi di seluruh dunia secara global, baik dari korporat sampai ke UMKM. Kalau dua krisis sebelumnya, terus terang saja mungkin segmen-segmen yang dekat dengan resiko global itu gampang terekspose," kata dia.
Advertisement
Baca Juga
Sementara untuk segmen mikro, kecil dan menengah, Sunarso mengatakan bahwa potensi terdampak relatif jauh, butuh transmisi lama untuk sampai berdampak pada segmen UMKM.
Namun demikian, lanjutya, krisis yang pernah menyerang Indonesia, membuat risk management perbankan, OJK, Bank Sentral, dan pihak terkait lainnya, menjadi lebih baik, lebih siap dan sigap.
"Hal tersebut dapat dilihat dari Capital Adequancy Ratio (CAR) perbankan yang masih 23 persen, dengan Non Performing Loan (NPL) masih di kisaran 2,77 persen," urainya.
Nilai Tukar Rupiah
Sebagi informasi, pada krisis 1998, kurs Rupiah melemah 540 persen di kisaran Rp 2,5 ribu sampai dengan Rp 16 ribu / USD. Sementarauntuk CAR perbankan berapada pada -15 persen, dengan NPL 48,6 persen.
Kemudian krisis 2008, kurs Rupiah juga mengalami perlemahan namun tak sejauh pada krisis 1998, yakni melemah 13 persen di kisaran Rp 9.060 ribu sampai dengan Rp 10.208 ribu / USD. CAR perbankan relatif taman di kisaran 16,8 persen, dengan NPL 3,2 persen.
Kurs Rupiah pada krisis kali ini juga lebih baik dibandingkan krisis-krisis sebelumnya, dengan pelemahan 12 persen di kisaran Rp 13 ribu sampai dengan 16 ribu per USD.
Advertisement