Dirut: Masalah Keuangan PT INTI Sudah Sejak 2014

Direktur Utama PT INTI (Persero) Otong Iip mengungkapkan perusahaannya sudah bermasalah sejak 2014

oleh Athika Rahma diperbarui 10 Sep 2020, 12:45 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2020, 12:45 WIB
Gedung PT INTI (Persero)
Gedung PT INTI (Persero) (dok: Humas)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT INTI (Persero) Otong Iip mengungkapkan perusahaannya sudah bermasalah sejak 2014. Otong Iip sendiri ditunjuk menjadi orang nomor satu di PT INTI baru Oktober 2019.

Diungkapkannya, adapun yang melatar belakangi kondisi tersebut adalah Cash Flow Operation (CFO) dan Ekuitas Perusahaan yang berada di posisi negatif. Kondisi tekanan keuangan yang cukup berat ini sudah terjadi sejak lima tahun terakhir, terhitung sejak 2014 hingga 2019, dimana Laba Ditahan pada Neraca Perusahaan sudah negatif.

"Salah satu penyebabnya dikarenakan proyek-proyek masa lalu yang dikerjakan oleh Perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar. Hal ini terus berlanjut hingga perusahaan memiliki utang non produktif mencapai 90 persen," ucap dia, Kamis (10/9/2020).

Pada akhir tahun 2019, ditegaskannya, manajemen baru mulai melakukan program transformasi pada lingkup bisnis, keuangan, Sumber Daya Manusia (SDM) dan proses bisnis serta tatakelola perusahaan sekaligus melakukan Restrukturisasi Utang dan Optimalisasi Aset.

Hal ini didukung dengan masuknya PT INTI ke dalam cluster Industri Telekomunikasi sehingga perusahaan memiliki arah dan fokus bisnis yang lebih jelas dengan lebih memfokuskan pelanggan Telkom Group.

"Performansi Perusahaan pada Januari hingga Agustus 2020 berada dalam kondisi yang mulai membaik," klaim dia.

Hal ini ditunjukkan dengan posisi pertumbuhan pendapatan, EBITDA dan Net Income tumbuh secara signifikan, meskipun secara Cash Flow Operation (CFO) masih negatif karena menanggung utang masa lalu yang cukup besar.

Otong Iip mengakhiri, solusi yang tengah dijalankan manajemen saat ini dalam upaya penyehatan Perusahaan dilakukan melalui transformasi bisnis dengan memperbesar pola Business to Business (B2B) dengan Telkom Group, transformasi keuangan dengan melakukan restrukturisasi atas utang PT INTI (Persero) dan perolehan dana talangan dari berbagai sumber dengan tetap berpedoman pada kaidah tata kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).

Kondisi PT INTI, Banyak Utang dan Rugi Rp 397,7 Miliar

Gedung PT INTI (Persero)
Gedung PT INTI (Persero) (dok: Humas)

 PT INTI (Persero) menjadi salah satu BUMN yang tengah menjadi sorotan. Hal ini lantaran perusahaan plat merah ini tak membayar gaji sejumlah karyawannya hampir satu tahun. Tepatnya, terakhir perusahaan menggaji karyawan yaitu Februari 2020.

Pada 2020 ini, PT INTI sebenarnya mendapat beberapa proyek. Yang terbaru, PT INTI menjalin kerja sama dengan PT PP Infrastruktur (PT PP (Persero) Tbk. Group) terkait investasi infrastruktur. Sayangnya proyek ini belum cukup untuk menutup beban perusahaan.

Dikutip Liputan6.com dari laporan keuangan PT INTI 2019, Rabu (9/9/2020), perusahaan teknologi yang bermarkas di Bandung ini memiliki jumlah utang yang tidak sedikit. Total liabilitas PT INTI mencapai Rp 1,6 triliun. Dimana terdiri dari liabilitas jangka pendek Rp 818 miliar dan jangka panjang Rp 843,8 miliar. Liabilitas ini meningkat jika dibandingkan tahun 2018 yang sebesar Rp 1,4 triliun.

Utang ini untuk liabilitas jangka pendek, utang paling banyak dari utang usaha yang terdiri dari utang pihak ketiga Rp 209,9 miliar dan pihak berelasi Rp 217,8 miliar. Sementara untuk liabilitas jangka panjang, utang paling banyak dari pihak bank yang mencapai Rp 718,7 miliar.

Sementara di sisi lain, kinerja PT INTI juga tidak untung. Pendapatan perseoran tahun lalu mengalami penurunan. Jika 2018 pendapatan sebesar Rp 649,7 miliar, maka di 2019 hanya Rp 395,3 miliar.

Alhasil, PT INTI mencatatkan rugi komprehensif mencaapai Rp 397,7 miliar di 2019. Kerugian ini naik drastis jika dibandingkan 2018 yang saat itu rugi Rp 87,2 miliar.

Sedangkan PT INTI mencatat aset perusahaan sebesar Rp 1,3 triliun. Dimana terdiri dari aset lancar Rp 481,8 miliar dan aset tidak lancar Rp 911,5 miliar. Mengenai aset ini, tercatat juga turun jika dibandingkan 2018 yang saat itu sebesar Rp 1,5 triliun.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya