Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy mengatakan 54 persen dari angkatan kerja Indonesia saat ini pernah mengalami stunting di masa kecilnya. Hal ini menjadi salah satu hambatan pemerintah dalam menyiapkan angkatan kerja yang dibutuhkan pasar.
"Perlu diketahui sampai sekarang angkatan kerja ini yang kira-kira 136 juta itu, 54 persennya kata bank dunia bekas stunting," kata Muhadjir dalam Sarasehan Virtual 100 Ekonom: Transformasi Ekonomi Indonesia Menuju Negara Maju dan Berdaya Saing, Jakarta, Selasa (15/9).
Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak baik itu pertumbuhan tubuh dan otak. Kondisi ini akibat dari kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga anak lebih pendek dari teman sebayanya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.
Advertisement
Para dokter ahli stunting menyatakan orang dengan stunting di masa kecil tidak bisa memaksimalkan kemampuan otaknya. Kemampuan mereka menjadi terbatas karena di masa pertumbuhan tidak mendapatkan gizi yang baik.
"Menurut dokter ahli stunting menyatakan bahwa orang kalau sudah stunting itu, tidak mungkin dinaikkan, dioptimalkan, dimaksimalkan kemampuan otaknya," kata Mantan Menteri Pendidikan ini.
Pada akhirnya, ini menjadi masalah dalam menyiapkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Mereka tidak bisa menjadi tenaga kerja yang produktif, kompetitif, memiliki kapasitas, keterampilan dan kemahiran yang memadai. Sebab sebanyak 54 persen dari angkatan kerja saat ini pernah mengalami stunting.
"Ini yang jadi persoalan kita, karena itu kita pertama akan perang melawan stunting," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah: Angka Stunting Indonesia Tinggi karena Anak Tak Suka Makan Buah
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud angkat suara atas tingginya tingkat stunting di Indonesia. Menurut dia, rendahnya tingkat konsumsi buah oleh masyarakat mengakibatkan anak berisiko tinggi terkena stunting.
"Stunting terjadi akibat kurangnya kebutuhan vitamin atau mineral. Dimana sebagian mineral itu diperoleh dari buah dan sayur. Sedangkan di kita tingkat konsumsi buah masih rendah," ujar dia melalui Webinar Gerakan Konsumsi Buah Nusantara di Jakarta, Senin (10/8/2020).
Lanjutnya, berdasarkan anjuran WHO atau Bdan kesehatan dunia angka konsumsi buha untuk hidup sehat ialah sejumlah 150 gram buah. Angka tersebut setara dengan tiga buah pisang Ambon berukuran sedang atau satu potong pepaya ukuran sedang maupun tiga buah jeruk berukuran sedang.
Sementara berdarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2019, tercatat rata-rata konsumsi per kapita untuk hariannya hanya sebesar 67 garam.
"Artinya angka ini dibawah tingkat kecukupan WHO yang menganjurkan konsumsi buah minimum 150 gram per kapita dalam setiap harinya," jelas dia.
Padahal, sambung Musdhalifah, anak-anak dalam fase pertumbuhan harus terpenuhi kecukupan gizinya. Sehingga bisa terhindar dari risiko stunting yang mengancam tumbuh kembang anak.
Beruntung, kesadaran untuk mengkonsumsi buah mulai meningkat pada tataran masyarakat. Salah satunya dipicu oleh pandemi Covid-19 yang terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia.
"pandemi ini menyadarkan publik untuk penting ya arti kesehatan. Masyarakat kerap melakukan berbagai cara agar terhindar dari serangan coronavirus. Seperti berolahraga, meningkatkan konsumsi buah dan sayur lebih sehat, hingga membeli produk kesehatan," tukasnya.
Advertisement
Usul Mensos
Usai rapat dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto menyampaikan, target penurunan stunting mencapai 14 persen. Angka ini diupayakan tercapai pada 2024 mendatang.
"Kita berupaya untuk mensukseskan program stunting demi Indonesia maju di kemudian hari. Tadi ada beberapa saran dari Pak Presiden. Yang pertama, fokus (penurunan stunting) di 10 provinsi dulu," terang Terawan dalam keterangan pers setelah menghadiri rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/8/2020).
"Lalu soal koordinasi antar kementerian dan lembaga. Kami di sini juga kerja sama dengan Kementerian Sosial, bagaimana peran dari PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), PKH (Program Keluarga Harapan, pemberian bantuan sosial). Pada hakikatnya, upaya ini ditujukan untuk mencapai penurunan angka stunting di 2024 menjadi 14 persen."
Dalam upaya penurunan angka stunting, Jokowi meminta seluruh pihak dan pemerintah daerah untuk fokus menangani stunting di 10 provinsi, yang mana angka prevalensi stunting tinggi. Data Kementerian Kesehatan, stunting mengalami penurunan, dari 37 persen pada 2013 menjadi 27,6 persen pada 2019.Â
Kesepuluh provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi, antara lain Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, dan Aceh. Kemudian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
Merdeka.com