Sambut Hari Batik Nasional, Pemerintah Diminta Tingkatkan Kompetensi Para Pengrajin

Peningkatan kapasitas kompetensi para pelaku usaha dan pengrajin batik perlu menjadi perhatian pemerintah.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Okt 2020, 21:44 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2020, 16:55 WIB
Ilustrasi membatik
Ilustrasi membatik. (Gambar oleh AnglesNViews dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Tanggal 2 Oktober 2009 menjadi momen bersejarah bagi Rakyat Indonesia. Pasalnya, batik yang merupakan identitas bangsa Indonesia telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).

“Kita tentunya bangga karena batik memang sudah menjadi bagian dari sejarah peradaban bangsa Indonesia. (Saat itu) Presiden SBY melihat hal tersebut sebagai momen bersejarah, maka kemudian hingga saat ini setiap tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional," ujar Ketua Umum Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (Ipemi) Ingrid Kansil dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (1/10/2020).

Ipemi juga membina banyak pelaku usaha UMKM. Sebagian dari mereka merupakan pelaku usaha batik yang memiliki binaan pengrajin batik daerah.

"Sebagai Ketum Ipemi, saya mencoba menyerap aspirasi dari para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha batik. Mereka selalu menyampaikan bahwa perkembangan bisnis batik masih dalam fase stagnant, hanya sedikit yang betransformasi menjadi model industri batik. Hal tersebut terkait promosi dan pasar batik yang belum besar," kata dia.

Anggota DPR RI periode 2009-2014 ini juga menambahkan bahwa para pelaku usaha batik perlu diberikan ruang dan waktu dalam setiap event yang mengangkat khasanah budaya lokal yang kemudian dituangkan ke dalam batik untuk dapat kemudian dipakai oleh para pejabat Pemerintah Daerah sebagai alat promosi kepada para tamu yang hadir di acara tersebut.

"Hal tersebut merupakan aspirasi yang disampaikan oleh Ibu Dahlia yang merupakan pelaku usaha batik di Cianjur. Ia menilai bahwa jika ada event peringatan HUT Kabupaten/Kota atau Provinsi, sebelum pelaksanaan acara, para pengrajin batik diberdayakan dalam membuat cerita melalui batik. Setelah cerita yang diangkat melalui batik ini jadi dan kemudian dijahit, maka para pejabat daerah memakainya sebagai promosi berjalan," tutur dia.

Dia menambahkan bahwa peningkatan kapasitas kompetensi para pelaku usaha dan pengrajin batik perlu menjadi perhatian pemerintah. Pembinaan yang sustainable menjadi salah satu upaya menghidupkan batik agar tetap eksis di masyarakat.

"Salah satu upaya agar batik ini tetap hidup di masyarakat yakni perlu adanya inovasi. Bagaimana para pengrajin ini dapat berkreasi out of the box mengikuti tren pasar ya dengan difasilitasi dalam berbagai bentuk pelatihan-pelatihan. Bisa dengan diadakannya Bimtek (Bimbingan Teknis) untuk para pelaku usaha dan pengrajin batik. Jenis kegiatatannya bisa berupa studi banding, mungkin juga dengan dibangunnya Galeri Batik di setiap daerah atau bisa dengan dibuatnya Sentra Batik Daerah. Beberapa daerah sudah melakukan hal tersebut namun memang belum secara merata implementasinya di setiap daerah," pintanya.

Selain fasilitas berupa peningkatan kapasitas dan pemasaran, masalah lain yang dihadapi para pelaku usaha dan pengrajin batik yakni terkait permodalan. Untuk itu Ingrid menilai bahwa bantuan modal usaha menjadi sangat vital dalam upaya mendorong percepatan pertumbuhan industri batik nasional.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sempat Viral Diklaim China, Industri Batik Indonesia Tengah Berjuang Hadapi Covid-19

Ilustrasi membatik, jawa
Ilustrasi membatik, jawa. (Photo by Camille Bismonte on Unsplash)

Dampak pandemi covid-19 ikut memporakporandakan industri batik di Indonesia. Kementerian Perindustrian terus menjalankan pelatihan agar industri ini tidak terus melemah. 

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor batik dan produksi batik Indonesia periode Januari-Februari hanya USD 13,48 juta saja. Ekspor tersebut dengan negara tujuan Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Angka realisasi tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor batik dan produk batik di Januari dan Februari 2019 mencapai USD 54,28 juta. “Kondisi batik saat ini lagi covid-19 memang berat sekali,” kata Gati, kepada liputan6.com, Senin (13/7/2020).

Gati melanjutkan, di tengah pandemi saat ini pihaknya terhambat dalam melakukan pelatihan. Sekalipun pelatihan online terbatas oleh infrastruktur, baik jaringan, alat elektronik, dan edukasi pebatik yang masih kurang terhadap digitalisasi atau Gagap teknologi (gaptek).

“Beberapa hal yang sudah kami informasikan ke Yayasan Batik Indonesia, yang mau membuat acara secara daring, tapi yang pembatik kan sudah tua-tua, yang menjadi problem dari masalah daring ini adalah infrastruktur jaringan,” ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya bersyukur mendapat bantuan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), terkait infrastruktur jaringan yang akan difasilitasi aksesnya. Sehingga pelatihan untuk industri batik tersebut nantinya bisa berjalan sesuai rencana.

Rencananya pelatihan itu akan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai perbedaan batik tulis,cap, batik gabungan tulis dan cap, dan batik printing. Oleh karena itu penting dilakukan pelatihan online, agar dapat membedakan jenis-jenis batik.

“Sebenarnya, kadang-kadang yang namanya usaha mau untung bilang batik tulis padahal campuran. Orang awam pasti percaya karena tidak tahu. Itulah pembelajaran bagi masyarakat agar tahu, dan akan dilakukan pameran-pameran yang dilakukan secara online, dan akan menggaet para pakar batik, rencananya masih pembahasan, ” pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya