1 Tahun Jokowi-Ma'ruf, Jurus Jitu Reformasi Birokrasi via UU Cipta Kerja

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin memasuki 1 tahun masa kerjanya.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 20 Okt 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2020, 13:00 WIB
Senyum Jokowi-Ma'ruf Usai Dilantik Jadi Presiden dan Wakil Presiden
Joko Widodo atau Jokowi (kanan) dan Ma'ruf Amin (kiri) memberi keterangan usai dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Ma'ruf Amin terlihat senyum semringah usai pelantikan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin selama 1 tahun masa kerjanya berupaya untuk melakukan reformasi birokrasi dan regulasi. Tujuannya, untuk menyederhanakan sistem pemerintahan dengan pemangkasan eselon dan memperbanyak jabatan fungsional.

Langkah ini dilakukan untuk mencapai target Indonesia menjadi negara maju. Oleh karenanya, Jokowi-Ma'ruf selama 1 tahun pertamanya terus mereformasi diri, tidak hanya pola pikir tapi juga pada etos kerja. Kedua pasangan juga hendak berorientasi tidak hanya pada proses, tetapi juga hasil.

Melalui laporan tahunan 2020 yang dikeluarkan Kantor Staf Presiden (KSP), Selasa (20/10/2020), Jokowi-Ma'ruf menekankan birokrasi tak sekedar mengimplementasikan sebuah kebijakan, tapi memastikan masyarakat menikmati layanan.

Kuncinya yakni lewat kecepatan melayani dan memberikan izin. Selain itu, 1 tahun Jokowi-Ma'ruf menilai struktur organisasi perlu disederhanakan menjadi fungsional sesuai kompetensi, birokrasi bersih, pemangkasan izin, hingga penyelamatan keuangan negara menjadi strategi nasional pencegahan korupsi.

Reformasi birokrasi dilakukan seiring dengan reformasi regulasi. Penyederhanaan regulasi di antaranya melalui Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI.

Pemerintah Jokowi-Ma'ruf dalam 1 tahun ini coba menerobos penghalang yang membuat dunia usaha sulit tumbuh di Indonesia. Penyebabnya, banyak aturan yang saling tumpang tindih dan memperpanjang birokrasi izin yang berpotensi korupsi.

Omnibus Law dianggap menjadi solusi mengurai keruwetan aturan. UU Cipta Kerja dalam hal ini meringkas 79 undang-undang dan menyatukan 11 klaster menjadi 1 aturan. Metode Omnibus Law diharapkan jadi obat guna menghasilkan produk hukum yang efisien dan aspiratif.

Pemerintah memangkas lembaga non-struktural yang fungsinya saling tumpang tindih agar efektif dan efisien. Eselon disederhanakan hanya dua level saja, yakni eselon I dan II. Perannya digantikan jabatan fungsional yang menghargai kompetensi.

Sebagai catatan, 1 tahun Jokowi-Ma'ruf telah memangkas 3.667 jabatan eselon III, 10.340 eselon IV dan 14.793 eselon V menjadi 28.801 jabatan struktural. Selain itu, jumlah lembaga non-struktural juga dikecilkan menjadi 27 unit saja. Penyederhanaan itu dilakukan sejak masa awal pemerintahan Jokowi periode I pada 2014. Tercatat sebanyak 10 unit lembaga non-struktural (2014), 13 unit (2015-2017), dan 4 unit (2020) telah dihilangkan.

"Birokrasi yang lincah ini dipastikan untuk mencapai tujuan pembangunan. Tidak ada ampun bagi birokrat yang tidak serius dalam bekerja," tulis KSP.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Ciptakan Program 'Dilan'

Senyum Jokowi-Ma'ruf Usai Dilantik Jadi Presiden dan Wakil Presiden
Joko Widodo atau Jokowi didampingi Ma'ruf Amin beserta istri foto bersama Pimpinan MPR usai resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Ma'ruf resmi menjadi Presiden dan Wapres RI. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

KSP menegaskan, reformasi birokrasi harus menjamin perbaikan pelayanan publik, tak hanya konvensional tapi juga digitalisasi. Seiring dengan transformasi digital, kini segala urusan dipermudah dengan program Digital Melayani (Dilan).

Dengan satu klik, Dilan diproyeksikan dapat memangkas jalur yang ruwet akibat prosedur berbelit dan maraknya praktik pungutan liar atau pungli.

"Birokrasi digital bisa menjadi kunci tetap berjalannya pelayanan publik di tengah pandemi. Tidak lagi terbatas pada sistem kerja dari rumah atau fasilitas presensi virtual, tapi mampu menjangka sektor pelayanan spesifik di setiap lembaga. Termasuk salah satu faktor yang membatasi penyebaran Covid-19 di kantor," seru KSP.

Dengan begitu, Dilan dianggap bisa menjadi alarm penanda Indonesia berproses menjadi negara maju.

Praktik korupsi juga masih menjadi perhatian serius 1 tahun Jokowi-Ma'ruf. Kedua pasangan menekankan kolaborasi antar kementerian/lembaga, baik pusat maupun daerah, serta pemangku kepentingan lainnya untuk menjalankan strategi besar pencegahan korupsi.

Adapu sektor yang dinilai masih rentan korupsi yakni perizinan dan tata niaga, keuangan negara, penegakan hukum, dan reformas birokrasi.

"Pandemi menjadi momentum pembenahan tata kelola pemerintahan yang cepat, produktif, efisien, dan akuntabel. Tapi juga menjadikan anti korupsi sebagai gerakan budaya untuk menumbuhkan rasa malu jika korupsi," tegas KSP.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya