Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus berkomitmen untuk menjaga kinerja iklim investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi. Kepastian ini dilakukan melalui pemberian 9 (sembilan) paket stimulus. Hal ini sebagai bagian dari upaya menahan laju penurunan investasi hulu migas akibat pandemi Covid-19.
"Kita mengambil langkah-langkah supaya tidak terjadi penurunan investasi (migas) yang lebih besar di Indonesia. Ada 9 stimulus yang sudah dan sedang diproses," kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto dalam konferensi pers virtual, Jumat (23/10).
Baca Juga
Stimulus yang sudah diimplementasikan di antaranya adalah penundaan pencadangan biaya kegiatan pasca operasi atau Abandonment and Site Restoration (ASR). Insentif ini telah diberikan oleh SKK Migas. Tercatat, ada 30 kontraktor migas yang menikmati relaksasi penundaan setoran dana ASR untuk tahun ini.
Advertisement
Selanjutnya ada penundaan atau penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Liquified Natural Gas (LNG) melalui penerbitan revisi PP 81/2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN, penghapusan biaya sewa untuk Barang Milik Negara (BMN) hulu migas, serta penjualan gas dengan harga diskon untuk semua skema di atas Take or Pay (TOP) dan DCQ.
Pemberian Insentif
Pemerintah juga sudah melakukan penyesuaian (fleksibilitas) fiskal melalui pemberian insentif untuk batas waktu tertentu seperti depresiasi dipercepat, perubahan split sementara, DMO full price.
Sementara itu, paket stimulus yang sedang dalam proses terdiri dari tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas dan penundaan atau pengurangan hingga 100% pajak tidak langsung.
"Ini akan dilakukan pembahasan antara Direktorat Jenderal Migas, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Anggaran, dan Badan Kebijakan Fiskal," jelas Dwi.
Advertisement
Penghapusan Biaya Pemanfaatan Kilang LNG Badak
Ada juga penghapusan biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar USD 0,22/MMBTU yang saat ini sedang dilakukan diskusi antara SKK Migas, LMAN dan tim penilai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Terakhir adalah dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa dan service) terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.
"Cukup banyak hal-hal yang sudah disiapkan agar investasi hulu migas di Indonesia lebih baik," pungkas Dwi.
(*)