Sederet Langkah KKP Berantas Pencurian Ikan di Tingkat Regional

KKP terus mendorong pendekatan kerja sama regional untuk melakukan pemberantasan Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing.

oleh Athika Rahma diperbarui 18 Nov 2020, 11:30 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2020, 11:30 WIB
KKP menangkap 1 Kapal Ikan Asing (KIA) yang tengah mencuri ikan di Selat Malaka. Dok KKP
KKP menangkap 1 Kapal Ikan Asing (KIA) yang tengah mencuri ikan di Selat Malaka. Dok KKP

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong pendekatan kerja sama regional untuk melakukan pemberantasan Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing.

Melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang juga Sekretariat RPOA-IUU (Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices Including Combating IUU Fishing in the Region), KKP mengumpulkan sejumlah stakeholder perikanan regional yang terdiri dari negara anggota dan Regional Fisheries Bodies dalam pertemuan virtual yang dilaksanakan pada Senin (16/11/2020).

"Kerja sama baik secara bilateral maupun regional terus kita dorong untuk mencegah maupun menindak illegal fishing," ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tb. Haeru Rahayu dalam keterangannya, Rabu (18/11/2020).

Tebe, demikian dirinya biasa disapa, menjelaskan bahwa RPOA-IUU ini merupakan inisiasi kerja sama yang tidak mengikat antar negara ASEAN plus Australia yang akan memperkuat upaya pemberantasan illegal fishing di kawasan ASEAN plus Australia. Menurut Tebe peran Indonesia di RPOA-IUU akan memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang mensponsori pemberantasan illegal fishing.

"Kiprah Indonesia di RPOA-IUU ini sudah diakui dunia, kami bahkan ditunjuk menjadi Sekretariat RPOA-IUU sejak inisiasi ini terbentuk," pungkas Tebe.

Sementara itu, Sekretaris Ditjen PSDKP KKP yang juga merupakan Head of Regional Secretariat RPOA-IUU Suharta menyampaikan sejumlah capaian positif selama 13 tahun keberadaan RPOA-IUU.

Suharta menyampaikan, work plan yang disusun oleh RPOA-IUU sejak berdiri pada tahun 2006 dan terus diperbaharui setiap tahunnya, telah sangat konsisten mendorong agar negara-negara anggota melakukan langkah-langkah konkrit dalam pemberantasan IUU fishing. Suharta melihat, komitmen negara-negara tersebut dapat dilihat dari implementasi work plan 2020.

"Ada perkembangan yang positif kaitannya dengan coastal states, flag sates dan port states responsibilities," ujarnya.

Dalam The 13th Coordination Committee Meeting RPOA-IUU yang dilaksanakan secara virtual tersebut negara-negara anggota yang hadir antara lain Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Papua New Guinea, Singapura, Timor-Leste, and Vietnam. Selain itu sejumlah Regional Fisheries Bodies juga hadir diantaranya FAO-APFIC, SEAFDEC, INFOFISH, NOAA, IMCS Network, CTI-CFF, CSIRO, dan ATSEA-2.

"Sebanyak 10 dari 11 negara anggota hadir, dan 8 organisasi perikanan regional, ini tentu modal yang baik untuk terus memperkuat posisi upaya pemberantasan IUU fishing di kawasan," terang Suharta.

Selain menyepakati work plan 2021, pertemuan tersebut juga menyepakati pelaksanaan Joint Ministerial Statement pada tahun 2021 sebagai langkah strategis dalam penguatan kembali komitmen pemberantasan IUU fishing di kawasan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sederet Langkah KKP agar Produksi Udang Bertambah 250 Persen hingga 2024

tambak-udang-130905b.jpg
Udang

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menggenjot peningkatan nilai ekspor udang nasional hingga 250 persen di tahun 2024.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto membeberkan beberapa langkah yang dilakukan pemerintah terkait hal itu.

"Kita bersyukur mendapatkan dukungan yang besar dari pemerintah untuk pembangunan sektor perikanan budidaya, khususnya kita diberi mandat ataupun diberi tugas nanti di tahun 2024 kita bisa meningkatkan nilai ekspor udang sebesar 250 persen, " ujarnya dalam keterangannya, Minggu (15/11/2020).

Adapun, pembangunan kawasan tambak yang akan dilakukan 5 tahun kedepan akan dibuat melalui model-model klaster.

Prinsip klaster budidaya udang sendiri adalah pengelolaan usaha budidaya udang dalam satu kawasan dengan manajemen teknis dan usaha yang dikelola secara bersama dengan tujuan untuk meminimalisir kegagalan dan meningkatkan produktivitas, namun tetap ramah terhadap lingkungan.

"Kenapa kita harus membuat klaster ataupun kawasan tambak udang ini, karena dengan kita membuat satu kawasan tambak udang, maka akan mempermudah manajemen kawasan berbasis kepada lingkungan. Disamping itu juga mempermudah dalam pembinaan, termasuk juga penguatan permodalan dan lainnya," jelas Slamet.

Slamet juga menekankan, kedepannya kawasan tambak udang ini dapat diintegrasikan dengan konsep silvofishery.

Silvofishery memungkinkan pengembangan budidaya dengan cara polikultur secara tradisional yang terkendali yaitu polikultur dengan kakap putih, bisa tebarkan nila salin, rumput laut dan lainnya.

"Kita pastikan keberadaan mangrove sebagai barrier yang mempertahankan lingkungan agar bisa berkelanjutan,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan (KP2KP) Bidang Sinergi Dunia Usaha Agnes Marcellina menyampaikan bahwa revitalisasi tambak udang termasuk di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2020 - 2024 sesuai dengan arahan dari presiden kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mengoptimalkan perikanan budidaya.

Target dari pertumbuhan tambak udang yaitu sekitar 2,5 kali lipat setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2024 nanti produksi udang diproyeksi bisa mencapai 1,2 juta ton, dengan nilai produksi dari Rp 30 triliun menjadi sekitar Rp 90 triliun.

“Kita boleh berbesar hati bahwa nilai ekspor udang Indonesia saat ini adalah peringkat ke 4 setelah India, Ekuador dan Vietnam," kata Agnes.

Pembukaan Tambak

XL Axiata
XL Axiata menghadirkan solusi IoT untuk mendukung hasil tambang ikan dan udang jadi lebih maksimal (Foto: XL Axiata)

Agnes juga menekankan dengan pembukaan kawasan tambak baru akan meningkatkan permintaan benih dan pakan. Pihaknya dinilai harus memikirkan ketersediaan pakan dan benih yang selama ini masih berfokus di Pulau Jawa.

"Dengan adanya pengembangan kawasan baru di provinsi lain, misalnya kawasan timur ada di Sulawesi Utara, Maluku atau Papua, perlu kita pikirkan juga," katanya.

Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Kesejahteraan Stakeholder Kelautan dan Perikanan Agus Somamiharja menyampaikan, dalM upaya ekspor 2,5 kali lipat udang maka diperlukan peningkatan produktivitas dan merevitalisasi lahan tambak yang tersedia.

"Karena dengan eksisting tambak yang telah ada maka kita sudah bisa mencapai peningkatan udang nasional yang ditargetkan," ucapnya.

Agus juga memaparkan langkah-langkah untuk menggenjot produksi udang tambak. Pertama, merevitalisasi tambak intensif dan semi intensif dengan cara mempermudah akses benur berkualitas, akses infrastruktur, akses ke agen pembiayaan, akses peningkatan SDM/SOP, pembentukan kelembagaan hulu-hilir serta mempermudah perizinan dan regulasi.

Kemudian, kedua melalui revitalisasi tambak eks-plasma dengan cara meningkatkan sumber daya manusia yang berpengalaman dalam pengelolaannya, serta menjadikan tambak-tambak tersebut sebagai tambak milik rakyat. Lalu, ketiga merevitalisasi tambak tradisional dengan cara meningkatkan produktivitas dan membuat permodelan tambak klaster.

"Sustainable Shrimp Silvofishery yang diterapkan pada tambak milenial yang sedang dibangun oleh KKP di Jepara dan Situbondo diharapkan kualitas dan produksi udangnya bisa lebih sustainable dan kita bisa meminimalisir risiko terjadinya serangan penyakit," ujarnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya