OJK: Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah di Indonesia Masih Rendah

Literasi keuangan syariah di Indonesia masih rendah. Tertinggal jauh di angka 8,93 persen dibandingkan indeks nasional yakni 38,03 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Feb 2021, 18:30 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2021, 18:30 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pengembangan industri keuangan syariah di Indonesia mendapat banyak tantangan. Padahal Indonesia merupakan pasar yang empuk untuk mengembangkan produk jasa keuangan berbasis syariah.

"Kami memandang masih terdapat beberapa tantangan yang akan dihadapi ke depan," kata Ketua Dewan Komisioner otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso dalam Webinar Peluang dan Tantangan Bisnis Perbankan Syariah Pasca Merger Bank Syariah BUMN, Jakarta, Rabu (10/2/2021).

Saat ini, Wimboh menyebut literasi keuangan syariah di Indonesia masih rendah. Tertinggal jauh di angka 8,93 persen dibandingkan indeks nasional yakni 38,03 persen.

Indeks inklusi keuangan syariah juga masih 9,1 persen. Jauh tertinggal dari indeks nasional yang sudah mencapai 76,19 persen.

Pasar saham industri jasa keuangan syariah masih relatif kecil. Saat ini tercatat hanya 9,9 persen dari aset industri keuangan nasional.

Wimboh mengatakan perbankan syariah dituntut mampu menyediakan kebutuhan keuangan dalam pengembangan industri halal dan pengembangan Lembaga Keuangan Syariah.

Namun, di sisi lain permodalan bank syariah juga masih terbatas. Enam dari 14 bank syariah yang ada memiliki modal inti dibawah Rp 2 triliun.

"Masih terdapat enam bank syariah yang memiliki modal inti di bawah Rp 2 triliun dari total 14 bank umum syariah per Desember 2020," tutur Wimboh.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sumber Daya Terbatas

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, sumber daya industri di keuangan syariah juga masih terbatas. Antara lain kebutuhan sumber daya manusia yang handal dan memiliki kompetensi tinggi di bidang perbankan Syariah.

Rendahnya penelitian dan pengembangan di keuangan syariah juga menghambat proses pengembangan produk dan layanan syariah lebih inovatif. Begitu juga dengan daya saing produk dan layanan keuangan syariah yang masih belum setara dengan keuangan konvensional.

Dalam hal ini, kata Wimboh, diversifikasi produk keuangan Syariah dan pencocokan bisnis menjadi hal yang juga penting.

"Diversifikasi produk keuangan Syariah dan business matching menjadi hal yang sangat krusial," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya