Pelaku Usaha Makanan dan Minuman Perlu Lapor ke KPPU Soal Kelangkaan Gula Rafinasi

Indonesia semakin kebablasan impor gula. Hal itu terlihat dari impor gula pada 2020.

oleh Tira Santia diperbarui 07 Apr 2021, 19:00 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2021, 19:00 WIB
Mengenal Plus dan Minus Gula Rafinasi
Mengenal Plus dan Minus Gula Rafinasi

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Indef Tauhid Ahmad mengatakan, Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional harus direvisi.

“Katakanlah Saya kira betul bahwa Permen ini harus direvisi mempertimbangkan aspek persaingan usaha yang sehat, tertib administrasi dan koordinasi antar kebijakan,” kata Tauhid dalam webinar Kebijakan Impor Gula dan Nasib Industri Makanan dan Minuman Jawa Timur, Rabu (7/4/2021).

Kendati begitu, Tauhid tetap menyarankan agar pelaku usaha industri makanan dan minuman serta UMKM untuk mengajukan keberatan dan melapor ke KPPU terkait langkanya gula rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri.

“Tapi juga pelaku usaha diajukan untuk mengajukan keberatan dan harus melapor begitu ke KPPU dengan dasar pertimbangan dan sebagainya. Termasuk Ombudsman apakah memang dikaji perlu ada potensi administrasi atau tidak sehingga ada keadilan bagi semua pihak,” jelasnya.

Lebih lanjut, Tauhid menjelaskan sebenarnya gula itu merupakan suatu kebutuhan pokok nasional, meskipun tidak menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian sehingga gula rafinasi banyak diimpor, termasuk gula pasir juga impor.

“Termasuk juga untuk gula pasir realisasinya impor 971 ribu ton. Saya kira gula rafinasi juga besar sekali, kalau dilihat data total data yang impor sampai tahun 2020 itu meningkat tajam jadi sekitar 5,54 juta ton,” ujarnya.

Menurutnya, bagaimana mau swasembada gula, melainkan Indonesia semakin kebablasan dalam impor gula. Hal itu terlihat dari impor gula pada tahun 2020, disaat pandemi covid-19 permintaan makanan dan minuman turun tapi impor gula semakin tajam.

“Memang soal ke ketidakkonsistenan data impor, di BPS terlaporkan 5,54 juta ton tapi di Kementerian Pertanian katakanlah hanya sekitar 900 ribu ton atau 1 juta ton. Sedangkan untuk gula rafinasinya tidak terdeteksi dengan baik,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Masalah Data

Ilustrasi Gula
Ilustrasi gula (dok. Pexels.com/Putu Elmira)

Masalah pendataan itulah yang menyebabkan Indonesia tidak memiliki neraca produksi dan konsumsi daripada gula rafinasi, sehingga impor kapanpun masih bisa dimainkan sepanjang pelaku industri meminta.

Bahkan kata Tauhid, per Januari 2021 impor gula sekitar 500 ribu ton dalam satu bulan, bayangkan kalau ini terjadi hingga akhir tahun 2021. Ia memperkirakan impor gula bisa tembus lewat 5 juta ton

“Mungkin bisa sampai 6 juta ton, ini yang kami khawatirkan ditengah situasi sekarang justru gula semakin tinggi. Ini saya curiga bahwa kita pesannya besar sekali begitu ya dan kita tidak punya data sampai hari ini data yang valid berapa persen gula rafinasi kita yang rembes,” pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya