Liputan6.com, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti mengatakan, pasar keuangan Indonesia perlu dikembangkan lagi. Salah satu caranya dengan repo. Alasannya, instrumen repo memiliki fitur kolateral dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek.
"Pengembangan repo merupakan pondasi bagi pengembangan pasar keuangan nasional, karena instrumen repo memiliki fitur kolateral dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek," kata Destry pada webinar Sinergi Otoritas dan Perbankan dalam Pengembangan Pasar Repo di Indonesia, Jumat (16/4/2021).
Baca Juga
Untuk itu, Bank Indonesia mengharapkan Perbankan semakin mendukung pengembangan pasar Repo di Indonesia dengan melakukan shifting dari transaksi Non Collateralized (PUAB dan PUAS) ke transaksi repo. Selain itu Bank sentral juga meminta perbankan untuk memperluas cakupan pelaku transaksi repo hingga menjangkau pelaku non perbankan.
Advertisement
Bank Indonesia bersinergi dengan Kementerian Keuangan dan OJK mendorong berkembangnya transaksi repo, baik konvensional maupun syariah. Adapun saluran yang digunakan yakni kolateral surat utang negara dan korporasi. Hal tersebut dilakukan melalui standardisasi transaksi repo, edukasi, dan mendorong pembentukan suku bunga repo yang kompetitif, serta pengembangan infrastruktur pasar keuangan.
Dalam kesempatan tersebut, Anggota Dewan Komisioner OJK, Heru Kristiyanto menyampaikan transaksi repo tidak menandakan Bank pelakunya mengalami kesulitan likuiditas. Melainkan bagian dari strategi pengelolaan likuiditas harian.
"Bank pelaku transaksi repo dinilai memiliki profil Risiko yang lebih baik dibanding bank pelaku transaksi non collateralized (PUAB)," kaya Heru.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Regulasi Repo
Saat ini, OJK juga telah menerbitkan beberapa regulasi yang memberikan value yang lebih baik bagi transaksi repo. Antara lain, POJK No.32/POJK.03/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Dan Penyediaan Dana Besar Bagi Bank Umum, SEOJK No.42/SEOJK.03/2016 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar, dan POJK No.50/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio) bagi Bank Umum.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman mengatakan pengembangan transaksi repo menjadi perhatian pemerintah sebagai inisiatif untuk mendukung pengembangan dan pendalaman pasar SBN. Partisipasi dari pelaku pasar yang lebih luas, hingga mencakup institusi non perbankan ( ldana pensiun dan asuransi) serta investor ritel.
"Ini akan mewujudkan pasar obligasi yang semakin dalam dan aktif," kata dia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement