Bos Pertamina: Tahun 2027 Kita Tak Impor LPG Lagi

Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati optimis Indonesia tidak akan lagi impor gas LPG pada 2027

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jul 2021, 15:50 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2021, 15:50 WIB
Pertamina juga tengah menuntaskan pembangunan 3  (tiga) infrastruktur LPG lainnya di wilayah Indonesia Timur.
Pertamina juga tengah menuntaskan pembangunan 3 (tiga) infrastruktur LPG lainnya di wilayah Indonesia Timur.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati optimis dalam dalam beberapa tahun ke depan Indonesia tidak akan lagi impor gas LPG. Setidaknya tahun 2027 Indonesia berhenti membeli gas LPG dari luar negeri.

"Tahun 2027 kita enggak impor gas LPG lagi," kata Nicke dalam Investor Daily Summit 2021, Jakarta, Rabu (14/7).

Saat ini 70 persen kebutuhan LPG masih dipenuhi dari luar negeri. Maka, untuk mengurangi beban impor tersebut Pemerintah dan Perusahaan BUMN akan melakukan substitusi dengan sumber daya yang dimiliki Indonesia.

"Kita akan kembangkan coal, gasifikasi dme," kata dia.

Penggunaan kompor LPG juga akan disubtitusi dengan penggunaan kompor induksi. Sehingga masyarakat bisa memasak menggunakan listrik.

Program jaringan gas juga akan diperluas dan dipercepat. Agar masyarakat tidak lagi menggunakan LPG. Dua program ini kata Nicke akan mengurangi penggunaan LPG secara bertahap di masyarakat.

"Dengan kombinasi kompor induksi dan gasifikasi ini akan menurunkan tidak ketergantungan impor LPG," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pertamina Targetkan Portofolio Energi Hijau 17 Persen pada 2030

20160414- Kilang Pengolahan Minyak Terbesar ke-2 di Indonesia-Kalimantan- Fery Pradolo
Petugas lapangan memantau Area Tanki LPG (Spherical Tank) di kawasan kilang RU V Balikpapan, Kalimantan, Kamis (14/05). Kilang RU V merupakan kilang pengolahan minyak Pertamina terbesar ke-2 di Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

PT Pertamina (Persero) menargetkan portofolio energi hijau sebesar 17 persen dari keseluruhan bisnis energi pada 2030. Hal ini disampaikan melalui paparan CEO Pertamina NRE, Dannif Danusaputro, dalam acara Indonesia Clean Energy Conference.

Pada 2019, portfolio energi hijau Pertamina mencapai 9,2 persen. Seiring dengan target pemerintah untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025, Pertamina sebagai BUMN energi mendukung upaya pemerintah untuk mencapai target tersebut, salah satunya yaitu dengan berupaya meningkatkan portfolio energi hijaunya hingga 17 persen pada 2030.

Termasuk dalam portofolio tersebut antara lain geothermal, hydrogen, electric vehicle (EV) battery dan energy storage system (ESS), gasifikasi, bioenergy, green refinery, circular carbon economy, serta EBT.

“Sebagian besar portfolio tersebut dikelola oleh Pertamina NRE sebagai sub-holding Pertamina yang fokus pada pengembangan EBT. Dan dekarbonisasi adalah salah satu sasaran dari pengembangan EBT di Pertamina untuk mendukung komitmen pemerintah menekan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030,” ungkap Dannif, dalam keterangan tertulis, Selasa (13/7/2021).

Sementara itu Pertamina NRE sendiri memiliki aspirasi untuk menjadi Indonesia Green Energy Champion di tahun 2026 dengan kapasitas terpasang sebesar 10 GW, yang dikontribusikan dari gas to power sebesar 6 GW, energi terbarukan 3 GW, dan pengembangan energi baru sebesar 1 GW.

Untuk mencapai target tersebut, Pertamina NRE menyasar baik pada captive market, yaitu wilayah operasi Pertamina, maupun di luar itu, termasuk ekspansi ke pasar luar negeri. Selain itu upaya yang juga dilakukan adalah pengembangan secara anorganik.

Proyek Energi

Saat ini proyek EBT yang telah dioperasikan Pertamina NRE antara lain PLTS Badak dengan kapasitas sebesar 4 MW, PLTBg Sei Mangkei berkapasitas 2,4 MW, O&M PLTBg Kwala Sawit dan Pagar Merbau berkapasitas 2x1 MW, dan PLTS di sejumlah SPBU Pertamina dengan total kapasitas 260 KW.

Sedangkan proyek yang sedang berjalan antara lain PLTGU Jawa-1 dengan kapasitas 1,8 GW, PLTS Sei Mangkei sebesar 2 MW, PLTS RU Dumai berkapasitas 2 MW, dan PLTS RU Cilacap dengan kapasitas sebesar 2 MW.

“Transisi energi di Pertamina menyasar dua hal, yaitu dekarbonisasi dan efisiensi. Untuk captive market Pertamina sendiri potensinya sangat besar dan sebagian besar masih berbasis energi fosil yang kami diberikan mandat untuk melakukan transisi energi melalui halaman sendiri. Selain itu, dalam waktu dekat kami juga akan mengerjakan proyek pemasangan PLTS di 1000 SPBU Pertamina,” lanjut Dannif.

Beberapa inisiatif pengembangan energi baru yang saat ini sedang dijajaki oleh Pertamina NRE antara lain blue hydrogen dan green hydrogen. Beberapa waktu lalu juga Pertamina NRE menandatangani nota kesepahaman dan joint study agreement (JSA) dengan sejumlah perusahaan Jepang, LEMIGAS, dan ITB untuk pengembangan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS) di lapangan Gundih dan Sukowati.

Pertamina juga menjadi salah satu pemegang saham Indonesia Battery Corporation (IBC), holding BUMN yang dibentuk untuk mengelola industri baterai dari hulu ke hilir. BUMN lain pemegang saham IBC antara lain MIND ID, PT AnekaTambang, Tbk., dan PT PLN. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya