Liputan6.com, Jakarta Setiap orang tentu ingin sukses. Namun untuk mencapai kesuksesan itu membutuhkan tekad dan usaha yang kuat demi mewujudkannya. Seperti dilakukan perempuan bernama Christiana Kayat, dari penjahit biasa dan kini mampu memiliki Lembaga Pelatihan Kursus (LPK) jahit yang bernama Christin Mekeng.
Perempuan berusia 43 tahun ini memulai cerita dengan mengaku hanya berasal dari keluarga tidak mampu. Sehingga untuk merintis usaha harus dari nol dengan keterbatasan. Lahir di Magelang, Jawa Tengah, Christin memutuskan untuk kembali ke kampung halaman di Maumere, usai lulus Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga (SMKK) jurusan tata busana.
“Saya tinggal di Magelang cukup lama dari lahir sampai umur 20 tahun. Dulu saya sekolahnya SMKK, jurusan busana waktu saya SMKK karena jadi saya harus berjuang cari uang. Setelah selesai itu saya ke Maumere ke kampungnya Oma opa saya di sini,” kata Christin kepada Liputan6.com, Senin (25/10/2021).
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Kepindahan ke Maumere, membuka jalan baginya. Ternyata, di wilayah ini banyak yang membutuhkan jasa menjahit. Warga setempat yang sering menggelar kegiatan pesta sehingga kerap membutuhkan baju baru. Di sisi lain, jasa jahit belum banyak di Maumere.
Dari sini peluang terbuka. Di awal, Christin membuka jasa jahit dengan mesin hasil pinjaman. Kala itu, tepatnya di tahun 1998, Christin sebenarnya masih bekerja di salah satu butik sebagai penjahit. Sambil menyelam minum air, dia memberanikan diri sambilan menerima pesanan jahitan pribadi dengan menumpang menjahit di tempat kerjanya.
Setahun lamanya dia bekerja sambil melakun kerja sambilannya. Hingga kemudian memutuskan keluar dan mulai benar-benar berjuang sendiri membangun usaha jahit di tahun 2000 dengan melihat potensi yang ada.
Karyawan BRI Pelanggan Pertama
Tak diduga, pelanggan pertama jasa jahitnya berasal dari karyawan BRI. Bermodalkan satu mesin jahit tua milik sang mertua, dengan tekun dia memenuhi pesanan tersebut.
“Sekitar awal 2000, saya punya pelanggan pertama orang BRI, bikin baju. Saya sama sekali tidak punya mesin, uang tidak punya, rumah tidak punya. Waktu itu masih tinggal sama orangtua. Nah, tahun 2000 saya minta ke mertua mesin yang menganggur bisa saya pakai atau tidak, mesin jahit tua pakai kaki,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu pesanan kian bertambah. Akhirnya pada 2001, Christin mencari tenaga kerja tambahan. Meski pada kenyataannya itu menjadi hal sulit di Maumere. Karena rata-rata kawula muda di sana lebih senang mendaftar PNS dibanding berwirausaha.
“Kesulitan cari tenaga kerja susah, apalagi dengan mindset orang Flores kebanyakan itu kuliah selesai harus PNS sehingga jiwa wirausahanya sangat kurang. Tahun 2001 saya mulai cari pegawai, sampai tahun 2008-2009 saya mulai berpikir saya capek, saya pikir saya punya kemampuan dan punya ilmu dan mulai mengajar,” tambah dia.
Baru di tahun 2015, Perempuan kelahiran Magelang ini memutuskan untuk membuka LPK Jahit. Awalnya dari 10 orang yang mendaftar kursus, kemudian bertambah hingga kini menjadi 25 orang. Dia pun dibantu 1 orang asisten dalam memberikan pelatihan.
Bicara biaya kursus di LKP menjahitnya, Christin mengenakan biaya pelatihan Rp 3,5 juta untuk 100 kali pertemuan dengan 7 kompetensi yang diajarkan. Kompetensi yang diajarkan dipastikan sudah pada level yang cukup tinggi.
Berkat usahanya tersebut, Christin mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang Sarjana S1 hingga Strata dua (S2), membiayai kebutuhan anak dan keluarga sehari-hari, serta kontrak tanah.
“Selama saya buka kursus, saya bisa kuliah, dan biayai anak dan kontrak tanah. Sekarang lagi lanjut S2 saya kuliah,” ujar Christin.
Semenjak membuka lembaga pelatihan, Christin sudah tidak menerima jasa menjahit. Namun, fokus mengajar saja, dan membantu anak didik mendapatkan pesanan jahit menjahit. Tujuannya untuk terus mengasah keterampilan mereka.
“Saya berpikir kasihan anak-anak saya kalau ilmunya tidak terpakai, saya punya sistem di lembaga saya. Saya memanfaatkan program yang sudah diakreditasi, jadi untuk magangkan mereka itu saya wajibkan mereka terima jahitan,” tambah dia.
Bantuan BRI
Jalan usaha Christin kian lancar. Dia mengaku mendapatkan bantuan berupa 16 unit mesin jahit industri senilai Rp 104 juta dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Cabang Maumere.
Perempuan 43 tahun itu tidak pernah menyangka akan mendapatkan bantuan CSR dari BRI. Kaget pertama kali dihubungi BRI, dan sempat menolak tawaran bantuan tersebut.
Usut punya usut, ternyata awal BRI bersedia memberi bantuan setelah membaca berita tentang dirinya di media massa. Kemudian, tulisan tentangnya tersebar dan sampai ke telinga manajemen bank BUMN ini.
“Saya belum punya pikiran saya akan dapat bantuan CSR, tidak terbersit dalam kepala saya. Yang terbersit mereka mau menawarkan dana KUR untuk penambahan modal, saya pikir hutang saja belum selesai, jujur saya sempat tolak,” tambahnya.
Akhirnya pihak BRI menjelaskan dan meminta Christin untuk mengajukan proposal. Tak butuh waktu lama, selang 2 minggu bantuan CSR BRI disalurkan.
“2 minggu kemudian, saya dikabari oleh BRI pas Agustus 2021. Dari Rp 104 juta itu saya belikan 16 unit mesin jahit, termasuk mesin bordir komputer yang sangat mahal,” ungkapnya.
Di akhir, Christin berharap BRI bisa memberikan bantuan dalam bentuk pelatihan dan menyalurkan bantuan berupa mesin untuk pembuatan sandal dan tas kulit. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas pelatihan di LPK miliknya.
“Saya ingin dapat pelatihan dari BRI, kalau memang dikasih peluang untuk membuat proposal untuk peningkatan kapasitas kami, jadi peningkatan kapasitas yang sekarang saya ajarkan menjahit busana, saya ingin mesin untuk pembuatan sandal dan tas kulit, saya ingin kalau bank BRI mau membantu saya, saya berharap ada pelatihan tentang membuat sandal dan tas kulit,” pungkasnya.
Pemimpin Cabang BRI Maumere, Nurdin mengatakan bantuan ini sebagai bentuk kepedulian dan perhatian terhadap UMKM khusus kepada pengusaha wanita.
"Kami di BRI mempunyai program khusus yang didedikasikan untuk para wanita bisnis yang berdampak pada masyarakat luas. Kita serahkan bantuan ini sudah sesuai dengan syarat dan harapan beliau. Kita adakan alat mesin sesuai dengan permintaan Ibu Christina Kayat," ucapnya.
Nurdin berharap dengan adanya peralatan ini lebih meningkatkan keterampilan dan kelancaran memproduksi berbagai produk yang nantinya bisa mempunyai nilai jual yang lebih.
"Harapan kami peralatan ini bisa dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin dan bisa digunakan lebih lama dan lebih banyak yang menikmati dan tentu saja lebih banyak out put yang bisa dilahirkan dari LPK ini dan kelak bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat," imbuh dia. (*)
Advertisement