Harga Tes PCR di India Cuma Rp 100 Ribu, Menkes Budi Bongkar Penyebabnya

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan harga PCR tes Indonesia lebih mahal dibandingkan India.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Okt 2021, 16:50 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2021, 16:50 WIB
Tes Swab
Warga menjalani "swab test" di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta, Rabu (7/10/2020). Pemerintah menetapkan harga batas tes usap alias tes swab melalui PCR untuk mendeteksi Covid-19 agar mendorong masyarakat melakukan tes secara mandiri. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan harga PCR tes Indonesia lebih mahal dibandingkan India. Meski demikian, Indonesia masih masuk 10 persen negara dengan harga PCR termurah di dunia.

"Harga PCR kita ini Rp 900.000 itu 25 persen paling murah dibandingkan airport-airport di dunia. Kalau diturunkan ke Rp300.000 itu masuk 10 persen paling murah dibandingkan yang lain," kata Budi, Jakarta, Selasa (26/10).

Menkes Budi mengatakan, harga PCR India lebih murah karena negara tersebut memproduksi alat sendiri. Selain itu, India juga dikenal dengan harga barang paling murah selain China.

"Yang paling murah memang India. India murah sekali Rp100.000. Tetapi karena memang India negara yang paling murah untuk semuanya selain China. Karena memang mereka punya produksi didalam negeri," jelasnya.

Melihat harga tes PCR saat ini yang diturunkan dibawah Rp300.000, Menkes Budi menegaskan, pemerintah tidak akan memberikan subsidi. Sebab, harga tersebut dinilai sudah cukup murah.

"Kalau ditanya apakah akan disubsidi? Perintah tidak ada rencana mensubsidi karena memang kalau dilihat harganya sudah cukup murah," tandasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Ada Petisi Tolak Tes PCR Naik Pesawat, Sudah Ditandatangani 40 Ribu Orang

Pulang Dari PON Papua, Atlet DKI Jakarta Jalani Karantina di Hotel
Atlet saat menjalani tes PCR di Hotel Grand Cempaka Business, Jakarta, Kamis (14/10/2021). Pemprov DKI menyiapkan tempat karantina di Grand Cempaka Business Hotel dan D'Arcici Sunter Hotel. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Muncul petisi yang menolak aturan tes PCR bagi masyarakat yang naik pesawat terbang. Diketahui sudah lebih dari 40 ribu orang menandatangani petisi penolakan kewajiban tes PCR (polymerase chain reaction) sebagai syarat untuk perjalanan udara.

"Yang penting jangan tebang pilih. Kita di penerbangan tidak hanya masyarakat kelas atas, tapi banyak juga masyarakat menengah dan menengah ke bawah yang menggantungkan hidupnya di sektor penerbangan ini," kata pembuat petisi Dewangga Pradityo Putra di kolom komentar petisi yang dilansir dari Antara, Selasa (26/10/2021).

Dewangga menilai tes PCR penerbangan sebagai keputusan yang keliru sebab walaupun calon penumpang pesawat sudah divaksin dua kali, tetap harus menjalani tes PCR.

Kebijakan itu berpotensi menyebabkan penerbangan berkurang sehingga industri penunjang pun akan semakin kesulitan.

Dinilai jika memang PCR ini terbaik, setidaknya pemerintah memberikan kebijakan dengan cara menurunkan harga PCR, baik dengan subsidi atau dengan cara lain sehingga harganya bisa lebih terjangkau masyarakat, kata pria yang berprofesi sebagai engineer pesawat itu.

“Saya merasakan sekali dampak pandemi ini di pekerjaan. Penerbangan berkurang, teman saya juga ada yang dirumahkan jadinya. Padahal, sirkulasi udara di pesawat sebenarnya lebih aman karena terfiltrasi HEPA, sehingga udaranya bersirkulasi dengan baik, mencegah adanya penyebaran virus,” tulisnya di petisi.

Permintaan yang sama juga dibuat oleh Herlia Adisasmita, seorang warga yang tinggal di Provinsi Bali.

“Kami harus bagaimana lagi?. Bangkrut sudah, nganggur sudah, bahkan banyak di antara kami yang Depresi, rumah tangga berantakan karena faktor ekonomi,” jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya