Pendapatan Anjlok 2 Tahun, Kontraktor Minta Relaksasi Syarat Izin Usaha

GAPENSI meminta keberpihakan pemerintah melalui regulasi yang dapat membangkitkan industri konstruksi pasca Pandemi Covid 19.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 17 Jan 2022, 12:30 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2022, 12:30 WIB
Progres Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Aktivitas pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di kawasan Halim, Makasar, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Progres pembangunan konstruksi KCJB telah mencapai 73 persen dan ditargetkan masuk tahap uji coba operasional pada akhir 2022. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (GAPENSI) meminta keberpihakan pemerintah melalui regulasi yang dapat membangkitkan industri konstruksi pasca Pandemi Covid 19. Pasalnya hampir 2 tahun ini, kontraktor nasional mengalami pelambatan yang berakibat  pada penurunan pendapatan. 

Untuk itu , GAPENSI meminta pemerintah untuk memberikan relaksasi kepada pelaku jasa konstruksi nasional terkait persyaratan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di sektor PUPR dalam kurun waktu 2 tahun. 

Ketua Umum BPP GAPENSI, Iskandar Z. Hartawi mengatakan, dasar pertimbangan permintaan regulasi relaksasi tersebut adalah bahwa selama Pandemi Covid 19 melanda sepanjang tahun 2020-2021 kegiatan usaha pelaku usaha konstruksi mengalami penurunan tajam yang berpengaruh langsung terhadap perolehan penjualan tahunan, menurunkan nilai equitas, ketidakmampuan berinvestasi pada peralatan,  serta terkendala dalam penambahan jumlah tenaga kerja tetap.  

“Untuk itu, GAPENSI meminta pemerintah menetapkan relaksasi persyaratan kemampuan pelaku usaha jasa konstruksi terhadap penjualan tahunan dari 3 tahun menjadi 10 tahun, terhadap equitas persubkalsifikasi usaha menjadi equitas badan usaha, terhadap tenaga kerja tetap per subklasifikasi menjadi tenaga kerja tetap per klasifikasi,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (17/1/2022).

Menurutnya, relaksasi tersebut dapat memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha jasa kontruksi nasional untuk meningkatkan daya saing dengan produk pekerjaan konstruksi berkualitas dan berkelanjutan. 

Selain relaksasi, GAPENSI juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang menetapkan harga terendah untuk proyek infrastuktur pemerintah. Pasalnya, dalam penawaran yang diberikan pihak kontraktor, sudah mempertimbangkan syarat mutu untuk setiap proyek. 

“Dalam setiap penawaran, kami sudah memperhitungkan nilai keekonomian dan syarat mutu kerja sesuai yang diharapkan,kalau terikat dengan harga terendah, kami akan kesulitan untuk memenuhi syarat mutu tersebut,” ujar dia. 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Proyek Infrastruktur

Progres Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Aktivitas pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di kawasan Halim, Makasar, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Progres pembangunan konstruksi KCJB telah mencapai 73 persen dan ditargetkan masuk tahap uji coba operasional pada akhir 2022. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sementara itu, Wakil Ketua Umum IX GAPENSI, Didi Aulia menyebutkan para pelaku jasa konstruksi lokal dan nasional juga mengalami tantangan terkait proyek-proyek infrastruktur pemerintah.

“Ada konglomerasi konstruksi yang dikuasai oleh perusahaan konstruksi BUMN, sehingga sangat sulit bagi kontraktor lokal dan nasional untuk bisa berperan dan terlibat dalam proyek infrastruktur tersebut,” kata Didi. 

Padahal, menurut Didi, jasa konstruksi memberikan multiplier effect kepada sektor lainnya dan memberikan lapangan pekerjaan kepada sekitar 8 juta pekerja jasa konstruksi. Selain itu, dengan keterlibatan kontraktor lolal, ekonomi daerah juga dapat terangkat.  

Menurut Didi, saat ini proyek infrastruktur di daerah sangat marak dan mendapat dukungan penuh dari pemerintahan Presiden Joko Widodo. Proyek tersebut, seharusnya dapat melibatkan kontraktor lokal dalam pengerjaannya.  

”Pemerintah dapat menerbitkan regulasi yang berpihak kepada Badan Usaha Konstruksi swasta kecil dan menengah untuk  mengakhiri konglomerasi BUMN di sektor jasa konstruksi, yang hingga saat ini masih berlangsung dan menutup kesempatan serta peluang bagi pengusaha swasta,” kata dia. 

Hal ini sesuai dengan arahan dari Mentri Investasi dan BKPM, Bahlil Lahadalia yang meminta agar dalam proyek pembangunan infrastuktur, pengusaha dan kontraktor lokal dapat turut dilibatkan.

"Saya berpesan kalau ada sub kontraktor lokal, jangan ambil dari luar daerah. Karena hal itu menjadi komitmen, dalam hal membangun perekonomian dan  menggerakan roda perekonomian di daerah,” kata Bahlil, beberapa waktu lalu.

Arahan Jokowi

FOTO: Aktitvitas Pekerja Bangunan Bertingkat Tertinggi di Wuhan
Sejumlah pekerja konstruksi bekerja di ketinggian sekitar 500 meter di lokasi pembangunan sebuah bangunan bertingkat tinggi di Wuhan, Provinsi Hubei, China tengah (11/8/2020). Para pekerja konstruksi harus menghadapi ketinggian dan panasnya udara musim panas. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali memperingatkan agar BUMN tak mengambil semua proyek pembangunan infrastruktur. Ia meminta BUMN membagi pembangunan proyek kepada perusahaan swasta, termasuk kontraktor lokal. 

Selain itu, Didi menyebutkan  terkait keberpihakan kepada para pelaku usaha bidang konstruksi sektor Usaha Kecil dan Menengah, pemerintah diharapkan dapat benar-benar melindungi pangsa pasar usaha kecil dan menengah, dengan tegas melarang Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) yang memiliki subklasifikasi usaha dengan kualifikasi besar melakukan aktifitas usaha pada pangsa pasar kecil dan menengah.  

”Demikian pula halnya  BUJK yang memiliki subklasifikasi usaha dengan kualifikasi Menengah tidak melakukan aktifitas usaha pada pangsa pasar kecil,” ujar dia. 

Di masa Pandemi seperti saat ini, tutur Didi para pelaku usaha kecil dan menengah di bidang jasa kontruksi bisa mendapatkan bantuan pembiayaan. Ia berpendapat bahwa dalam suasana pandemi diperlukan terobosan-terobosan untuk pembiayaan pelaku usaha jasa konsruksi.

“Diperlukan kebijakan pemerintah untuk menciptakan skema pembiayaan baru melalui berbagai macam lembaga bank dan non bank milik pemerintah, untuk membantu pembiayaan pelaksanaan pekerjaan proyek,” kata Didi

Didi mengungkapkan, di Indonesia ada sekitar 150 ribu pelaksana jasa konstruksi. Dengan keberpihakan pemerintah, diharapkan dapat memberikan angin segar bagi para kontraktor lokal untuk dapat meningkatkan daya saing dan kualitas kerja.

”Kalau jasa konstruksi nasional maju, maka sektor pendukung lainnya tentu akan turut berkembang dan dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia,” kata Didi. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya