Rupiah Makin Terpuruk, Ada Tapering Off Ditambah Perang Rusia Vs Ukraina

Perang Rusia Vs Ukdaina akan berpengaruh terhadap nilai tukar dan mendorong rupiah terhadap dolar AS melemah hingga mendekati 15.000 per dolar AS.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 24 Feb 2022, 20:15 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2022, 20:15 WIB
Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menghitung uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Senin (9/11/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini Salah satu sentimen pendorong penguatan rupiah kali ini adalah kemenangan Joe Biden atas Donald Trump. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Perang antara Rusia dan Ukraina nampaknyak tak sekadar wacana. Pagi ini, dikabarkan pasukan Rusia telah mulai melancarkan serangan ke wilayah Ukraina. Hal ini menimbulkan dampak ekonomi bagi negara-negara yang terlibat langsung maupun tidak dengan dua negara tersebut.

Bahkan, dengan meletusnya serangan, Indonesia disebut-sebut mulai ikut terdampak. Ditambah lagi, dampaknya terhadap nilai tukar rupiah diprediksi akan berlarut.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menaksir dampaknya terhadap nilai tukar akan mendorong rupiah terhadap dolar AS melemah hingga mendekati Rp 15.000.

“Dampak ke sektor keuangan yang paling terasa ya, jadi rupiah sudah bergerak di Rp 14.500 (per dolar AS) melemah dan ini akan terus bergerak diperkirakan akan mendekati level Rp 15.000 jika kondisi konflik eskalasinya semakin meluas dan melibatkan banyak negara,” katanya kepada Liputan6.com, Kamis (24/2/2022).

“Jadi ini menimbulkan destabilisasi di kawasan dan ini tentunya akan merugikan prospek dan stabilitas moneter yang ada di Indonesia. Karena bertepatan dengan tapering off dan juga kenaikan suku bunga dari negara-negara baju,” tambah dia.

Selain dari nilai tukar yang akan terdampak, Bhima menilai harga komoditas energi pun akan ikut meningkat. Buktinya, harga minyak mentah global telah mengalami kenaikan hingga USD 100 per barel. Dengan meningkatnya harga ini, diprediksi akan ikut memengaruhi inflasi dan membuat biaya pengiriman barang atau logistik menjadi lebih mahal.

“dan efeknya adalah harga kebutuhan pokok semakin meningkat, daya beli masyarakat nya semakin rendah, dan efek terhadap subsidi energinya juga akan membengkak cukup signifikan,” tuturnya.

Alasannya, pada asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harga minyak mentah tercatat sebesar USD 63 per barel. Jarak atau gap antara proyeksi harga dan kenaikan harga di lapangan cukup tinggi.

Artinya, ini akan berimbas pada pembengkakan subsidi energi yang signifikan kedepannya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Solusi

FOTO: Rusia - Belarusia Gelar Latihan Militer Bersama
Kendaraan lapis baja bergerak di tempat pelatihan Gozhsky saat latihan militer Union Courage-2022 Rusia-Belarusia di Belarusia. Rusia dengan tegas menyangkal bahwa mereka bermaksud untuk melancarkan serangan terhadap Ukraina. (BelTA via AP)

Lebih lanjut, Bhima menyampaikan sejumlah hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam merespons kondisi ekonomi pasca meletusnya serangan Rusia ke Ukraina. Ia meminta pemerintah melakukan penyesuaian kembali sejumlah indikator yang tercantum dalam APBN.

“Oleh karena itu mendesak pemerintah untuk segera melakukan APBN perubahan untuk menyesuaikan kembali beberapa indikator khususnya nilai tukar rupiah dan juga inflasi,” katanya.

“Karena inflasinya bisa lebih tinggi daripada perkiraan dan perlu dilakukan antisipasi seperti melakukan tambahan dana PEN yang sebagian mencakup stabilittas harga pangan dan stabilitas harga energi di dalam komponen anggaran PEN,” imbuh dia.

Ia menyampaikan, kondisi konflik Rusia-Ukraina ini mengancam stabilitas dan pemulihan ekonomi sepanjang 2022. Jadi, ketika pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, ia meminta perlu ada stabilisasi harga dan kebutuhan pokok masyarakat.

“baik minyak goreng,kedelai, maupun komoditas lainnya BBM pertamax pertalite harus bisa terjaga harganya sampai akhir 2022,” tukasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya