Liputan6.com, Jakarta - Perang antara Rusia dan Ukraina nampaknyak tak sekadar wacana. Pagi ini, dikabarkan pasukan Rusia telah mulai melancarkan serangan ke wilayah Ukraina. Hal ini menimbulkan dampak ekonomi bagi negara-negara yang terlibat langsung maupun tidak dengan dua negara tersebut.
Bahkan, dengan meletusnya serangan, Indonesia disebut-sebut mulai ikut terdampak. Ditambah lagi, dampaknya terhadap nilai tukar rupiah diprediksi akan berlarut.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menaksir dampaknya terhadap nilai tukar akan mendorong rupiah terhadap dolar AS melemah hingga mendekati Rp 15.000.
Advertisement
“Dampak ke sektor keuangan yang paling terasa ya, jadi rupiah sudah bergerak di Rp 14.500 (per dolar AS) melemah dan ini akan terus bergerak diperkirakan akan mendekati level Rp 15.000 jika kondisi konflik eskalasinya semakin meluas dan melibatkan banyak negara,” katanya kepada Liputan6.com, Kamis (24/2/2022).
“Jadi ini menimbulkan destabilisasi di kawasan dan ini tentunya akan merugikan prospek dan stabilitas moneter yang ada di Indonesia. Karena bertepatan dengan tapering off dan juga kenaikan suku bunga dari negara-negara baju,” tambah dia.
Selain dari nilai tukar yang akan terdampak, Bhima menilai harga komoditas energi pun akan ikut meningkat. Buktinya, harga minyak mentah global telah mengalami kenaikan hingga USD 100 per barel. Dengan meningkatnya harga ini, diprediksi akan ikut memengaruhi inflasi dan membuat biaya pengiriman barang atau logistik menjadi lebih mahal.
“dan efeknya adalah harga kebutuhan pokok semakin meningkat, daya beli masyarakat nya semakin rendah, dan efek terhadap subsidi energinya juga akan membengkak cukup signifikan,” tuturnya.
Alasannya, pada asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harga minyak mentah tercatat sebesar USD 63 per barel. Jarak atau gap antara proyeksi harga dan kenaikan harga di lapangan cukup tinggi.
Artinya, ini akan berimbas pada pembengkakan subsidi energi yang signifikan kedepannya.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Solusi
Lebih lanjut, Bhima menyampaikan sejumlah hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam merespons kondisi ekonomi pasca meletusnya serangan Rusia ke Ukraina. Ia meminta pemerintah melakukan penyesuaian kembali sejumlah indikator yang tercantum dalam APBN.
“Oleh karena itu mendesak pemerintah untuk segera melakukan APBN perubahan untuk menyesuaikan kembali beberapa indikator khususnya nilai tukar rupiah dan juga inflasi,” katanya.
“Karena inflasinya bisa lebih tinggi daripada perkiraan dan perlu dilakukan antisipasi seperti melakukan tambahan dana PEN yang sebagian mencakup stabilittas harga pangan dan stabilitas harga energi di dalam komponen anggaran PEN,” imbuh dia.
Ia menyampaikan, kondisi konflik Rusia-Ukraina ini mengancam stabilitas dan pemulihan ekonomi sepanjang 2022. Jadi, ketika pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, ia meminta perlu ada stabilisasi harga dan kebutuhan pokok masyarakat.
“baik minyak goreng,kedelai, maupun komoditas lainnya BBM pertamax pertalite harus bisa terjaga harganya sampai akhir 2022,” tukasnya.
Advertisement