Tarif PPN 11 Persen, Harga Mi Instan Naik Rp 25 per Bungkus

Prastowo mengatakan, kontribusi penggemar mi instan ke negara dengan adanya PPN 11 Persen mencapai Rp 25 per bungkus. Angka ini jauh di bawah bayar pipis di toilet umum.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Apr 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2022, 15:00 WIB
Ilustrasi Mi Instan
Ilustrasi mi instan. (dok. Pixabay.com/digitalphotolinds)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen mulai 1 April 2022 ini. Sebelumnya, tarif PPN yang berlaku adalah 10 persen. Artinya, tarif PPN naik 1 persen. 

Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Yustinus Prastowo mengatakan, kenaikan tarif PPN ini akan berdampak pada kenaikan harga mie instan. Dia menghitung, pajak pertambahan nilai mie instan di tingkat konsumen di angka Rp 25 per bungkus.

"Harga mi instan katanya naik, saya beli mi instan juga. Ternyata ketika di cek dalam satu bungkus PPN-nya ini naik Rp 25," cerita Yustinus di Jakarta, Jumat (1/4/2022).

Naiknya harga mi instan tersebut bermakna konsumen telah berkontribusi terhadap kas negara. Sumbangan tersebut bahkan tidak sebanding dengan harga toilet umum yang biasanya Rp 2.000 - Rp 3.000.

"Kontribusinya penggemar mi instan ke negara ini Rp 25 per bungkus, itu buat bayar pipis toilet umum saja tidak bisa," kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Diam-Diam Menghayutkan

Banner Infografis Rencana Sembako Dikenakan Tarif PPN. (Liputan6.com/Trieyasni)
Banner Infografis Rencana Sembako Dikenakan Tarif PPN. (Liputan6.com/Trieyasni)

Menurutnya, hasil pungutan PPN ini sebenarnya dirasakan juga manfaatnya bagi masyarakat. Sebab pungutan dari PPN akan kembali disalurkan kepada masyarakat lewat program dan fasilitas yang diberikan negara.

"Kita bersyukur PPN ini diam-diam menghanyutkan. Masyarakat tambah Rp 25 sampai Rp 500 saja tapi kontribusinya besar, akan banyak barang yang difasilitasi negara," kata dia.

Pras menjelaskan, PPN sebenarnya merupakan pajak atas konsumsi. Sehingga bila ada kontraktor yang mengeluhkan kenaikan tarif menjadi 11 persen merugikan, maka sebenarnya itu tidak berlaku. Apalagi jika kontraktor tersebut menggarap proyek pemerintah atau BUMN.

"Kalau mengerjakan proyek pemerintah atau BUMN ini ada wajib pungut tidak hilang uangnya waktu beli semen, baja dan besi. Ini ada pengembalian pendahuluan atau restitusi dan ini jadi jalan tengah dan antisipasi," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya