Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah Anda mendengar istilah pencucian uang atau money laundering?
Mungkin istilah tersebut sudah akrab di telinga kita. Di Indonesia, istilah pencucian uang kerap muncul di berbagai media pemberitaan televisi maupun surat kabar. Kebanyakan pencucian uang identik dengan tindak pidana korupsi. Namun, apakah Anda sudah tahu pasti bagaimana modus praktik pencucian uang ini bisa terjadi?
Tindak pidana pencucian uang di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Seseorang yang terbukti melakukan praktik pencucian uang akan dihukum dengan hukuman jeruji hingga 20 tahun dan denda sebesar Rp 10 miliar.
Advertisement
Menurut Ketua Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sophia Wattimena, pencucian uang atau money laundering adalah tindak kejahatan untuk menyamarkan hasil kejahatan agar sulit diketahui sistem keuangan.
Dikutip dari unggahan akun instagram OJK Indonesia, Minggu (18/9/2022), pencucian uang ini bertujuan untuk memperkaya diri sendiri dengan berupaya mengaburkan asal usul uang atau aset yang didapatkan dari cara yang tidak wajar atau ilegal seperti korupsi, terorisme, perampokan, perdagangan manusia, narkoba, illegal fishing, dan sebagainya.
Biasanya pelaku kejahatan ini menyamarkan hasil kejahatannya melalui mata uang kripto, barang mewah, menggunakan rekening orang lain, atau mencampur dana hasil kejahatan dengan hasil usaha legal.
Lalu bagaimana cara pencegahannya?
Sophia Wattimena mengungkapkan, masyarakat dapat berperan dalam mencegah pencucian uang. Setidaknya terdapat lima cara, yaitu:
1. Memberikan identitas dan informasi yang benar ke lembaga jasa keuangan.
2. Tidak menerima dana yang tidak diketahui asal-usulnya.
3. Tidak menyimpan dana orang lain pada rekening yang dimiliki.
4. Tidak membeli harta yang tidak jelas asal-usulnya.
5. Tidak terlibat dalam pendanaan terkait kejahatan atau terorisme.
Â
Waspadai Pencucian Uang, Kenali Beragam Modusnya
Tindak pidana pencucian uang (TPPU) masih menjadi ancaman setiap negara di dunia, termasuk Indonesia. Karena itu, Indonesia terus berupaya mewaspadai dan memerangi TPPU.
Beragam cara terus dilakukan, satu di antaranya dengan menjadi anggota tetap dari Satgas Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang, atau The Financial Action Task Force (FATF).
Status baru tersebut bakal makin memperkuat fungsi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), selaku badan pencegah dan pemberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sejak berdiri berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pencucian Uang, lembaga independen ini terus diperlengkap lewat berbagai perubahan regulasi.
Dengan menjadi anggota tetap FATF, Indonesia akan semakin kuat melawan TPPU yang terjadi di dalam negeri.
Melihat berbagai modusnya, TPPU pasti sejalan dengan tindakan pelanggaran aturan lainnya. Ini biasa disebut tindak pidana asal. Berikut modus pencucian yang dikutip dari laman sikapiuangmu.ojk.go.id.
Â
Advertisement
Layering
Layering merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menjauhkan uang yang diperoleh dari kejahatan tersebut.
Cara yang biasa digunakan adalah dengan membeli aset, berinvestasi, atau dengan menyebar uang tersebut melalui pembukaan rekening bank di beberapa negara. Di sinilah tempat suaka pajak (tax havens) memperlancar tindak pencucian uang.
Defenisi tax havens adalah wilayah tertentu yang menyediakan fasilitas penampungan aset atau investasi asing tanpa kewajiban membayar pajak.
Adapun cara lain adalah transfer melalui kegiatan perbankan lepas pantai (offshore banking) serta transaksi menggunakan perusahaan boneka (shell corporation).
Placement
Tindakan awal dari pencucian uang adalah placement atau penempatan uang, yakni proses masuknya uang tunai ke dalam sistem finansial.
Pada tahapan ini, pergerakan uang sangat rawan untuk dideteksi, maka untuk menghindari terdeteksinya pola ini, cara yang biasa dilakukan adalah dengan memecah uang menjadi satuan yang lebih kecil agar tidak mudah dicurigai.
Di samping itu, terdapat cara lain yaitu dengan menempatkan uang tersebut ke dalam instrumen penyimpanan uang yang berbeda-beda seperti cek dan deposito, menyelundupkan uang atau harta hasil tindak pidana ke negara lain, melakukan penempatan secara elektronik, dan menggunakan beberapa pihak lain dalam melakukan transaksi.
Advertisement