TF ESC - B20, Lahirkan Kawasan Industri Hijau Pertama di Asia Tenggara

Lahirnya kawasan industri hijau menunjukkan dekarbonisasi industri menjadi sangat penting, baik untuk industri yang berdiri sendiri terlebih bagi klaster industri.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 12 Nov 2022, 11:10 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2022, 10:16 WIB
Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) berhasil melahirkan Kawasan Industri Hijau pertama di Asia Tenggara. (Dok Pertamina)
Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) berhasil melahirkan Kawasan Industri Hijau pertama di Asia Tenggara. (Dok Pertamina)

Liputan6.com, Jakarta - Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) berhasil melahirkan Kawasan Industri Hijau pertama di Asia Tenggara. Lahirnya kawasan industri hijau menunjukkan dekarbonisasi industri menjadi sangat penting, baik untuk industri yang berdiri sendiri terlebih bagi klaster industri.

Chair of Task Force Energy, Sustainability and Climate Business 20 (TF ESC-B20) Nicke Widyawati mengatakan, bagi Indonesia mendukung dekarbonisasi industri akan mempercepat emisi nol bersih yang ditargetkan tahun 2060 atau lebih cepat.

Mendukung pengembangan klaster industri hijau, juga akan menarik lebih banyak investasi asing yang akan datang sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta menciptakan lapangan kerja.

“Dekarbonisasi Klaster Industri memungkinkan kami untuk menerapkan pendekatan terintegrasi untuk transisi menuju nol bersih,” ujar Nicke Widyawati, Chair TF ESC-B20 yang juga Direktur Utama Pertamina, di Bali, Jumat, 11 November 2022.

Menurut Nicke, salah satu pilar penting dari dekarbonisasi adalah efisiensi energi dan sirkularitas, dengan menggunakan teknologi yang sedang berkembang seperti modernisasi alat dan komponen hemat energi, serta adopsi sistem flaring recovery. Inisiatif dekarbonisasi industri lainnya adalah penerapan teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) dan implementasi Nature Based Solutions (NBS). “Indonesia memiliki 400 miliar ton potensi penyimpanan CO2 di reservoir kami untuk CCUS. Kami juga memiliki potensi NBS global terbesar ke-2 di dunia,” imbuh Nicke.

Nicke menambahkan, penggunaan energi di industri adalah yang tertinggi dibandingkan dengan penggunaan energi di gedung dan sektor transportasi. Oleh karena itu, salah satu rekomendasi TF ESC-B20 adalah meningkatkan kerja sama global dalam mempercepat transisi ke energi berkelanjutan yang digunakan dengan mengurangi intensitas karbon di berbagai jalur serta dekarbonisasi industri.

 

Target Net Zero Emission

Untuk itu, kata Nicke, efisiensi energi merupakan salah satu pilar penting dekarbonisasi yang akan berkontribusi untuk target Net Zero Emission. Secara global, efisiensi energi meningkat sekitar 13 peren (2000 - 2017) dan akan menjadi 12 persen lebih tinggi bila tidak dihentikan.

“Selama 10 tahun terakhir, konsumsi energi tumbuh pesat sebesar 47 persen. Menurut perkiraan terbaru, pengurangan CO2 rata-rata tahunan perlu meningkat lima kali lipat untuk mencapai target Perjanjian Paris. Laju transisi perlu dipercepat,” tandas Nicke.

Menurut Nicke, teknologi baru yang mempercepat konsumsi energi industri dan konsumen sangat penting untuk mendorong efisiensi.

 

kerja Sama Global

Selain itu, salah satu rekomendasi kebijakan dari TF ESC-B20 adalah meningkatkan kerjasama global dalam mempercepat transisi menuju penggunaan energi berkelanjutan.

“Kita harus lebih mendorong kerja sama global yang memungkinkan kita mempercepat NZE sejalan dengan tema G20, yakni Pulih Bersama, Pulih Lebih Kuat,"pungkas Nicke

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya