Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna A Safitri melaporkan, proyek IKN Nusantara saat ini masih dikepung oleh sejumlah aktivitas penambangan ilegal, khususnya tambang batu bara. Sehingga menimbulkan titik panas (hotspot) di sekeliling wilayah proyek.
"Jadi karena memang banyak sekali area-area tambang, jadi itu kalau dideteksi dari satelit memang akan potensial sebagai hotspot. Memang sebarannya pun sejalan dengan sebaran area tambang," ujar Myrna saat berbincang dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu di Jakarta, dikutip Minggu (27/8/2023).
Baca Juga
Myrna menyebut titik panas itu muncul akibat indikasi adanya tambang batu bara ilegal. Menurut hasil identifikasi, ada ribuan hektare area di pinggiran kawasan IKN Nusantara yang dipakai untuk kegiatan penambangan tak berizin.
Advertisement
"Macem-macem, ada yang (tambang) aktif juga, ada yang non-aktif, ada yang ilegal. Pertambangan mostly batu bara," imbuh dia.
Lebih lanjut, Myrna belum mau membocorkan pendataan soal kawasan tambang di sekitar IKN. Namun, ia menyebut saat ini total ada 61 izin usaha pertambangan (IUP) yang masuk di wilayah IKN, mulai dari skala kecil milik koperasi hingga perusahaan nasional.
"Pendataan masih proses kan ya. Tapi saya katakan data sementara, izin yang aktif itu ada 61 izin usaha pertambangan. Semua ada. Mulai dari skala paling kecil, koperasi itu ada, sampai yang nasional, besar. Tapi kalau yang nasional sih sebenarnya di wilayah IKN enggak banyak. Mungkin 2-3 aja," paparnya.
Saat ditanya apakah keberadaan aktivitas tambang itu mengganggu pekerjaan infrastruktur di IKN Nusantara, Myrna menangkisnya. Pasalnya, lokasi tambang tersebut jauh dari pusat pembangunan yang masih terkumpul di wilayah Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) dan sekitarnya.
"Oh enggak. Yang sebaran tadi itu ada di wilayah pengembangan. Jadi jauh dari KIPP dan sekitarnya, masih di pinggiran. Kami belum menemukan, mudah-mudahan enggak ada," tuturnya.
"Kawasan pengembangan belum diapa-apakan, karena kawasan itu ada yang berada di kawasan Tahura Bukit Soeharto dan sekitarnya. Itu kan dari dulu area yang rawan," pungkas Myrna.
Revisi UU IKN Bisa Muluskan Jalan Investor
Sebelumnya, Revisi Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) dipandang bisa memuluskan langkah investor masuk untuk menanamkan modalnya. Salah satu pos revisi adalah terkait pertanahan di IKN Nusantara.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menerangkan, aspek pertanahan jadi satu aturan yang bakal direvisi. Ada sejumlah poin yang mendasari hal tersebut.
Latar belakang perubahan ditujukan untuk: Pertama, mengoptimalisasi pengelolaan tanah terutama tanah yang akan digunakan untuk kepentingan investasi, yang seharusnya dibawah kendali pengelolaan otorita. Kedua, menciptakan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dalam kegiatan pembangunan IKN.
"Mengukur jangka waktu dan mekanisme hak atas tanah yang berbeda di wilayah IKN untuk lebih menarik investasi," kata dia dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, Senin (21/8/2023).
Jika tidak dilakukan perubahan, Suharso khawatir itu akan berdampak pada pelaksanaan pembangunan IKN Nusantara. Misalnya, otorita tidak dapat melakukan pengelolaan tanah secara efektif dan optimal dan akan berdampak pada minat dan kepercayaan investor.
Kedua, tanpa pengendalian aset dalam ADP menjadi barang milik otorita, otorita dan badan usaha milik otorita akan sulit untuk bekerja cepat dan efisien dalam mengelola aset.
"Ketiga, kepemilikan maupun penguasaan tanah pribadi oleh masyarkaat tidak diakui di wilayah Ibu Kota Nusantara. Keempat, unvestor yang berminat di IKN tidak dapat terjaring sebanyak yang diharapkan," paparnya.
Â
Advertisement
Pengelolaan Keuangan
Lebih lanjut, Suharso mengungkap hal yang juga direvisi adalah aturan soal pengelolaan anggaran oleh Badan Otorita IKN Nusantara. Dengan kedudukannya sebagai otorita sebagai pengguna anggaran dan barang, menyebabkan OIKN tak bisa leluasa dalam pengelolaan dan pembiayaan.
Sehingga perlu peurbahan untuk memberikan kewenangan otorita sebagai pengelola anggaran dalam kedudukannya sebagai pemerintah dserah khusus. Sedangkan terkait perubahan pengelolaan keuangan dalam hal pengelolaan barang juga dilakukan perubahan yang sama yaitu memberikan kewenangan otorita sebagai pengelola barang dalam kedudukannya sebagai pemerintah daerah khusus.
"Pada bagian pengelolaan keuangan dalam kaitannya pembiayaan, diperlukan pengalihan kedudukan otorita dari oengguna menjadi pengelola anggaran/barang agar otortia dapat melaksanakan kegiatan 4P secara mandiri," terangnya.
Masa Transisi
Dia menyebut, proses perubahan ini akan melalui masa transisi dari Otorita sebagai pengguna anggaran menjadi pengelolaa keuangan pelaksanaan pemerintah daerah khusus (Pemdasus).
"Pengelolaan keuangan otorita tidak langsung menjasi oengelolaan keuangan pemdasus. Maka transisi tersebut bertujuan untuk menilai kesiapan otorita secara kelembagaan untuk mengelola keuangan Pemdasus," kata dia.
Risiko apabila ketentuan yang saat ini berlaku tidak diubah, otorita tidak secara leluasa mengelola keuangannya sendiri sebagai pemerintah daerah khusus. Karena masih berkedudukan sebagai oengguna anggaran baramg dan belum diatur peran pengelolaan keuangannya sebagai pemerintah daerah khusus.Â
"Otorita juga tidak memiliki kemampuan pembaiayaan sehingga tidak bisa melakukan investasi secara langaung, termasuk untuk mendirikan badan usaha miliknya sendiri," jelas dia.
Advertisement