WTO Bikin Satuan Tugas Pengatur Harga Karbon Global

WTO mengusulkan satuan tugas multilateral untuk menciptakan metodologi global dalam penetapan harga karbon.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 18 Okt 2023, 12:16 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2023, 12:16 WIB
ilustrasi WTO
ilustrasi WTO (sumber: WTO)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) meluncurkan satuan tugas untuk menciptakan metodologi yang menentukan harga karbon global.

Satuan tugas ini dibentuk guna memastikan bahwa rencana untuk mengenakan pajak impor berdasarkan emisi karbon mereka tidak memberikan sanksi yang tidak adil kepada negara-negara berkembang.

Mengutip US News, Rabu (18/10/2023) Direktur Jenderal WTO, Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan bahwa harga karbon global penting untuk memungkinkan negara-negara berkembang terus bersaing ketika Eropa meluncurkan pajak impor berdasarkan emisi CO2 pada barang-barang tertentu sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim.

Beberapa anggota WTO, ia mengungkapkan, memandang pajak sebagai tindakan proteksionis, sementara negara-negara lain tidak memiliki alat untuk menentukan harga ekspor karbon mereka.

"Apa yang sebenarnya ingin kami lakukan adalah mengatakan, bisakah kita mengembangkan metodologi harga karbon global yang dapat diikuti oleh semua orang?"” ujar Okonjo-Iweala pada kegiatan FT Africa Summit di London.

Okonjo-Iweala membeberkan bahwa dalam pertemuan IMF-Bank Dunia di Marrakesh pekan lalu, ia mengusulkan satuan tugas multilateral untuk menciptakan metodologi global dalam penetapan harga karbon.

"Sudah diterima oleh semua menteri keuangan untuk membentuk satuan tugas ini. Dan saya akan memprakarsainya sehingga kita akan menyatukannya karena saya ingin negara-negara memiliki pendekatan dan metodologi yang memungkinkan mereka untuk berbicara dengan negara-negara lain termasuk negara-negara maju," tambahnya.

Negara-negara Afrika, katanya, secara historis menghasilkan sekitar 3 persen emisi global, sehingga sangat penting untuk menghindari sanksi terhadap negara-negara di benua tersebut selama upaya Eropa menuju masa depan yang lebih rendah karbon.

Komisi Eropa dalam tanggapannya mengatakan bahw pungutan perbatasan sejalan dengan aturan WTO.

"Tidak ada aturan WTO yang melarang upaya mencapai net zero selama hal itu tidak menghentikan negara lain untuk bersaing," jelas Okonjo-Iweala.

OJK dan BEI Luncurkan Proyek Baru di Bursa Karbon, Apa Itu?

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada pembukaan bursa karbon (IDX Carbon), Selasa (26/9/2023).  (Foto:OJK)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada pembukaan bursa karbon (IDX Carbon), Selasa (26/9/2023). (Foto:OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku penyelenggara bursa karbon bakal meluncurkan sebuah proyek baru dari PLTU di Jakarta. Rencananya proyek tersebut akan meluncur pada 23 Oktober 2023 mendatang. 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, PLTU itu akan menerapkan energi baru terbarukan (EBT) dari yang sebelumnya menggunakan batu bara. Sehingga, nantinya ada unit karbon yang dapat dihasilkan.

"Sebagai contoh nanti 23 Oktober 2023 launch proyek bursa karbon PLTU di sekitar Jakarta. PLTU itu menggunakan EBIT yang tadinya coal menjadi gas, sehingga ada unit karbon yang bisa dihasilkan," kata Inarno dalam konferensi pers ASEAN Capital Market Forum 2023, Selasa (17/10/2023).

Di samping itu, OJK sendiri dalam pengembangan kebijakannya berusaha selalu adaptif terhadap isu-isu yang berkembang baik di kawasan maupun global yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi OJK. 

Keberlanjutan sebagai agenda global di mana transisi ke ekonomi rendah karbon merupakan sesuatu keharusan untuk tercapainya tujuan keberlanjutan merupakan salah fokus pengembangan kebijakan OJK. 

Inarno juga menjelaskan terkait beberapa capaian penting OJK sebagai bukti  dukungan terhadap agenda transisi menuju keberlanjutan. Salah satunya, peluncuran bursa karbon di Indonesia pada  26 September 2023.

Menurut ia, bursa karbon memainkan peranan penting dalam mempercepat proses dekarbonisasi. Potensi sumber daya alam Indonesia yang sangat besar dalam menghasilkan carbon credit adalah salah satu pendorong  pengembangan pasar karbon Indonesia sehingga bisa mempercepat pencapaian komitmen pengurangan emisi sebagaimana NDC Indonesia.

Dalam hal ini, OJK mengatur dari sisi secondary marketnya, mulai dari memastikan agar pihak yang terlibat dalam perdagangan karbon di bursa karbon adalah pihak-pihak yang eligible karena telah memenuhi persyaratan perizinan yang diatur serta memastikan bahwa karbon yang diperdagangkan di bursa karbon terjaga kualitasnya dengan mewajibkan teregistrasi di SRN-GRK.

Selain itu, OJK juga memastikan agar teknis dan proses perdagangannya  memenuhi prinsip-prinsip market conduct, menerapkan standar tata kelola, manajemen risiko, infrastruktur dan standar operasional serta pengendalian internal yang dapat menjaga aktivitas perdagangan berjalan teratur, wajar dan efisien.

Peluang di Internasional

Bursa Karbon
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi dalam sambutannya pada Seminar Nasional dengan tema “Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Bursa Karbon di Indonesia” yang diselenggarakan di Surabaya, Senin (31/7/2023). Dok OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bicara soal peluang perdagangan internasional di bursa karbon Indonesia. Ini mengingat, potensi bursa karbon di Tanah Air begitu besar. 

Inarno Djajadi menuturkan, untuk saat ini pihaknya lebih mendorong perdagangan di kancah domestik. Namun, ke depannya tidak menutup kemungkinan soal mengimplementasikan perdagangan internasional di bursa karbon. 

"Untuk saat ini kita lebih mendorong memprioritaskan untuk domestik tapi tidak tertutup kemungkinan kita membuka untuk perdagangan internasional, tentunya ini merupakan suatu opportunity di mana Indonesia memiliki supply yang sangat besar," kata Inarno.

Namun perlu diingat, negara tetangga pun memiliki supply dan potensi yang sangat besar. Misalnya, Brunei Darussalam, Kamboja hingga Vietnam.

Dengan demikian, Inarno berharap negara-negara tersebut berminat untuk tercatat di bursa karbon Indonesia. Artinya, negara-negara tersebut berpeluang masuk ke perdagangan bursa karbon di Tanah Air.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya