Liputan6.com, Jakarta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkap minat Bank Dunia membantu program di Indonesia. Salah satunya adalah sambungan air minum dan sanitasi ke rumah tangga.
Ini sejalan dengan rencana penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) soal air bersih dan sanitasi. Tujuan Inpres ini untuk mengejsr target 10 juta sambungan rumah tangga.
"Jadi tadi bicara kami rapat dia datang, nah itu nanti reimburse, jadi kayak hibah P for R, program for result," jelas Basuki saat ditemui di Jakarta, ditulis Minggu (5/11/2023).
Advertisement
Dia mengatakan, mekanismenya nanti Bank Dunia akan melihat proses dari pelaksanaan program di lapangan. Jika sudah sesuai dengan kriteria yang diatur, maka Bank Dunia akan menyetorkan biayanya melalui Kementerian Keuangan.
Basuki mengatakan, program sambungan rumah tangga terkait air bersih dan sanitasi ini menyasar ratusan kota/kabupaten. Nantinya memanfaatkan juga akses dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), ada 389 kabupaten/kota.
"Jadi kalau kita sudah instal, biayanya berapa di cek sesuai dengan biayanya, nanti di reimburse ke Kemenkeu. (Sambungan) ke seluruh Indonesia, ada datanya, ada datanya kab mana berapa sambungaj rumahnya, semua kebutuhan ada di 389 di kabupaten/kota," beber Basuki.
Inpres Air Bersih dan Sanitasi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) untuk sambungan air minum dan sanitasi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengusulkan anggaran Rp 16,6 triliun.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan Inpres air bersih dan sanitasi ini ditarget bisa dijalankan pada tahun depan. Aturan ini telah mendapat restu Jokowi dan tengah dalam proses penyusunan.
"Tahun depan akan berlaku, kita waktu mengusulkan itu Rp 16,6 triliun tapi yang prioritas yang bisa untuk ditangani itu Rp 2,3 triliun," ujarnya di Jakarta, ditulis Minggu (5/11/2023).
Basuki menerangkan, langkah ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menargetkan ada 10 juta sambungan rumah tangga. Namun, hingga 2023 ini baru tersambung 3,8 juta. Artinya, masih ada sekitar 6,2 juta sambungan lagi yang menjadi PR.
Â
Sasar 6,2 Juta Sambungan
Untuk pelaksanaan nantinya akan menyasar daerah yang sudah siap dengan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA). Diharapkan, sambungan rumah tangga menjadi lebih efisien.
"Kita sudah punya IPA yang proyek strategis nasional dan proyek regional, itu totalnya yang sudah terpasang dari IPA-IPA semua termasuk IPA kabupaten/kota itu 3,8 juta sehingga kita punya idle kapasitas 6,2 juta sambungan. Itu yang mau didanai oleh Inpres," ungkap Basuki.
"Kalau Inpres air minum dan sanitasi ini kebutuhan totalnya Rp 16,6 triliun untuk yang sudah IPA-nya, jadi tidak bangun IPA, tapi untuk nyambung ke rumah sehingga totalnya menjadi 10 juta," bebernya.
Basuki mengatakan, adanya Inpres Air Minum dan Sanitasi ini merujuk pada suksesnya Inpres Jalan Daerah yang berhasil memberikan dampak. Maka, dia dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sepakat untuk melanjutkan ke sektor lain.
Â
Advertisement
Inpres Jalan Daerah
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah pada Maret 2023. Namun, awal pengerjaan Inpres Jalan Daerah (IJD) tersebut baru dilakukan di Juli 2023.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR), Hedy Rahadian menerangkan, total anggaran yang dialokasikan untuk penanganan Inpres Jalan Daerah secara nasional sekitar Rp 14,7 triliun. Saat ini progresnya sekitar 30 persen.
"Alokasi tersebut mencakup seluruh provinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta dan Kalimantan Tengah. Total yang ditangani yaitu 3.140 ruas jalan daerah provinsi dan kabupaten, lalu untuk jembatannya sepanjang 2.700 meter," terang Hedy, Jumat (27/10/2023).
Hedy mengatakan, pelaksanaan Inpres Jalan Daerah merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kemantapan jalan daerah dan konektivitas yang terpadu dengan sistem jaringan jalan nasional.
"Ini merupakan upaya pemerataan juga, karena kita masuk ke daerah-daerah yang memiliki basis ekonomi kerakyatan, seperti perkebunan, pertanian maupun UMKM. Tujuannya supaya dapat menekan biaya logistik dan tentu mendorong pergerakan ekonomi," tutur Hedy.