Pemerintah Janji Harga BBM Subsidi Tak Naik, Asal Bukan untuk Pajero Cs

Pemerintah tak ingin menaikan harga BBM subsidi, meskipun secara kualitas nantinya akan lebih bagus.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Agu 2024, 18:29 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2024, 18:29 WIB
Penyediaan Penggantian dan Battery Swapping Station di SPBU
Petugas SPBU melayani pengendara mobil di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Battery Swapping Station SPBU Pertamina, MT. Haryono, Jakarta, Senin (7/11/2022). Sejak pemerintah resmi menaikkan harga BBM mulai dari pertalite, solar dan pertamax, kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) sebagai alternatif kendaraan kembali ramai dibicarakan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus menggodok distribusi produk BBM bersubsidi semisal Solar dan Pertalite, seraya mendorong penggunaan bahan bakar setara Euro IV dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.

Meski begitu, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) memastikan bahwa pemerintah tak ingin menaikan harga BBM subsidi, meskipun secara kualitas nantinya akan lebih bagus.

"Jadi kita enggak ada rencana untuk menaikan harga BBM bersubsidi, harganya sama. Yang kita inginkan sebenarnya adalah kualitasnya secara bertahap bisa naik," ujar Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin dalam sesi bincang bersama media di Jakarta, Senin (5/8/2024).

Guna merealisasikan itu, Rachmat masih menunggu sampai kebijakan terkait itu selesai. Aturan dimaksud yakni revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Sembari menunggu, ia pun meminta kesukarelaan masyarakat mampu agar tidak ikut menenggak BBM subsidi. Pasalnya, dia mencatat volume konsumsi BBM subsidi sekitar 43,1 persen masih dipakai oleh mobil penumpang pribadi.

"Tapi di satu sisi lainnya, tadi mungkin ada golongan-golongan yang harusnya sudah bisa kita minta lah keikhlasan mereka untuk jangan lah pakai BBM subsidi. Di situ lah yang mungkin akan tidak boleh lagi beli. Karena memang harusnya filosofinya begitu," bebernya.

Menurut catatannya, ongkos subsidi pemerintah masih terlalu banyak disedot oleh kendaraan pribadi dalam bentuk mobil ketimbang sepeda motor. Merujuk ilustrasi data milik Rachmat, besaran anggaran pada pemakaian Pertalite untuk satu motor Honda Beat yakni Rp 1.

Pertalite

Angkanya empat kali lebih kecil dibanding pembelian Pertalite oleh mobil-mobil seperti Toyota Agya, Toyota Avanza dan Toyota K Innova, dengan nilai subsidi masing-masing Rp 4,3, Rp 4,5 dan Rp 5.

"Kalau orang naik motor, kita anggap dengan pola pemakaian tertentu dapat (subsidi) Rp 1. Kalau orang naik Agya sama-sama Pertalite, tapi dapat Rp 4, Innova dapat Rp 5. Aneh kan?" kata Rachmat.

Besaran subsidi BBM yang ditanggung Pemerintah akan semakin melonjak jika dikonsumsi oleh mobil bermesin diesel seperti Pajero Sport. Jika mobil bersangkutan mengkonsumsi Biosolar subsidi, nilai kompensasi yang ditanggung pemerintah mencapai Rp 10,9-13,1.

"Menarik lagi kalau dia pakai mobil diesel kayak Pajero, hitungannya dia bisa dapat Rp 11-13. Padahal enggak ada mobil diesel LCGC (Low Cost Green Car). Itu yang terus terang agak mengusik rasa keadilan," ujar Rachmat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Ada 2 Bahan Bakar Baru yang Meluncur di 2025, Ini Bocorannya

20170105-BBM-Naik-AY1
Papan petunjuk BBM yang berada di SPBU, Jakarta, Kamis (5/1). Penetapan harga BBM Umum jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite dan Pertalite merupakan kebijakan korporasi Pertamina. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan kesiapan peluncuran minyak solar dengan campuran biodiesel 40 persen (B40) pada 2025. Selain itu, ia juga menyebut akan adanya peluncuran bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari tetes tebu alias bioetanol di tahun depan.

"Kita udah mulai masuk ke B35. Insya Allah tahun depan B40 udah bisa jalan, udah ada kesepakatan. Kemudian juga kita akan coba nanti bioetanol," ujar Arifin Tasrif di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Untuk diketahui, bahan bakar biodiesel B40 merupakan campuran minyak solar dengan 40 persen biodiesel atau bahan bakar nabati (BBN) yang berbasis sawit.

Kementerian ESDM akan menjalankan uji terap biodiesel B40 untuk beberapa sektor di luar sektor otomotif. Uji terap B40 itu dilakukan untuk kereta, kapal laut, alat dan mesin pertanian (alsintan), alat berat hingga pembangkit listrik.

Adapun Kementerian ESDM akan melakukan uji terap sektor nonotomotif itu dengan rentang waktu selama delapan bulan. Diketahui, LEMIGAS sebagai unit pengujian di bawah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM pun menyiapkan uji penggunaan bahan bakar biodiesel B40.

Sebelumnya, Arifin sempat menegaskan, penerapan B40 tinggal menunggu waktu saja. Lantaran beberapa tahapan telah dilaksanakan, seperti uji coba, teknisnya, hingga pihaknya sudah menyiapkan pasokan untuk B40.

"Uji coba sudah siap, teknis siap, pasokan juga siap, pendanaan siap. tinggal launching saja," kata Arifin.


Pemerintah Siapkan BBM Baru Jenis Solar, Dapat Subsidi?

Harga Pertamax Naik
Petugas mengisi BBM ke kendaraan konsumen di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Senin (2/7). PT Pertamina (Persero) menaikkan harga Pertamax, Pertamax Turbo dan Pertamina Dex mulai dari Rp500 hingga Rp900 per liter mulai 1 Juli 2018. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, buka suara soal inisiasi peluncuran produk BBM jenis baru rendah sulfur, dengan spesifikasi berupa bahan bakar Solar 50 part per million (ppm).

Dadan mengatakan, udara Jakarta yang semakin berpolusi tidak lepas dari tingginya tingkat sulfur dari BBM yang kerap dipakai.

"Jadi bahan bakarnya kita itu sulfurnya tinggi. Di sulfurnya itu sampai 2.500. Padahal kalau kita ngikutin Euro 4 yang sudah di ASEAN juga diterapkan itu sulfurnya itu 50. 50 terhadap 2.500. Kita 50 kali lipat," terangnya di Jakarta, Jumat (19/7/2024).

Oleh karenanya, pemerintah tengah melakukan kajian pembuatan BBM jenis Solar baru agar hasil pembuangan pada kendaraan bisa lebih bersih. "Terutama di wilayah-wilayah yang secara polusinya tinggi. Dan kita ingin untuk solar ini produksinya juga dari dalam negeri," imbuhnya.

Sehingga, lanjut Dadan, pemerintah sedang menghitung besaran volume dan menyiapkan titik-titik peluncuran dari jenis BBM terbaru ini, termasuk nilai keekonomiannya. Pasalnya, semakin bagus kualitas suatu bahan bakar maka akan berpengaruh terhadap harga.

"Kalau per sekarang kan cek aja di dalam indeks-indeks harga internasional. Kalau Solar yang sulfurnya sekian, dimana-mana juga akan makin bagus harganya," kata Dadan.

Saat ditanya apakah pemerintah bakal turut memberikan subsidi kepada Solar baru tersebut, Dadan belum bisa memastikan. Namun, pemerintah berkomitmen untuk memberikan BBM berkualitas dengan harga terjangkau.

"Pemerintah berkeinginan untuk menyediakan BBM yang semakin bersih. Kan kalau pemerintah pasti dari sisi suplainya ada, dari sisi masyarakatnya juga tetap terjaga. Kemampuan untuk membelinya tetap harus bisa dipastikan," tegasnya. 

Infografis Pergulatan dan Wacana Pertamax Jadi BBM Bersubsidi Gantikan Pertalite. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Pergulatan dan Wacana Pertamax Jadi BBM Bersubsidi Gantikan Pertalite. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya