Kebijakan Zero Tolerance Banyak Diterapkan Negara Maju, Bagaimana dengan Indonesia?

Kebijakan zero tolerance banyak diterapkan di negara maju, sedangkan Indonesia masih negara menengah yang sangat bergantung dengan sumber daya alam.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Feb 2025, 08:30 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2025, 08:30 WIB
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Dari sisi domestik, aktivitas konsumsi diperkirakan akan menguat pada 2024. Hal itu sejalan dengan terjaganya daya beli masyarakat, inflasi yang terkendali, dan meningkatnya penciptaan lapangan kerja. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

 

Liputan6.com, Jakarta Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, menyoroti potensi penerapan kebijakan yang berfokus pada mitigasi risiko ketimbang mengeliminasi risiko secara total (zero tolerance). Kebijakan tersebut dinilai lebih pragmatis dan realistis untuk diterapkan di Indonesia.

Pasalnya, pemerintah sedang fokus memperbaiki sumber daya manusia sembari mencari titik temu dengan pemangku kepentingan untuk memitigasi risiko lingkungan, kesehatan, keuangan, dan sektor lainnya.

"Kebijakan zero tolerance banyak diterapkan di negara maju, sedangkan kita masih negara menengah yang sangat bergantung dengan sumber daya alam. Kalau dibandingkan dengan negara maju, ini tidak fair. Mereka sekarang sudah masuk ke isu lingkungan yang zero tolerance. Tidak apple to apple, tidak adil," jelas Puteri, dalam acara Diskusi Publik "Membangun Indonesia Tangguh: Penerapan Paradigma Sadar Risiko dalam Pembangunan Berkelanjutan" di Jakarta, Jumat (7/2/2025).

Dalam praktiknya, Puteri menegaskan bahwa Parlemen setiap tahunnya membahas manajemen risiko dengan Kementerian Keuangan dan Bappenas. Dengan demikian, kebijakan tersebut bisa disesuaikan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna mengatasi permasalahan di masyarakat, termasuk melalui efesiensi anggaran yang ada. Sebagai contoh, sektor tembakau kerap menghadapi tantangan baik secara industri, tenaga kerja, kesehatan, penerimaan negara, maupun regulasi. Oleh karena itu, pembuatan kebijakan berbasis mitigasi risiko perlu mencari keseimbangan yang mempertimbangkan risiko tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amich Alhumami, menjelaskan penerapan kebijakan berbasis pengurangan risiko dalam konteks pembangunan sebenarnya sudah tercantum secara ketat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

 

Kebijakan Pelarangan

Naik 6,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Jadi Landasan Kuat Kenaikan Upah Minimum 2025
Angka itu lebih besar dari rata-rata kenaikan tahun 2024 sebesar 3,6 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Alih-alih menerapkan zero tolerance dengan menerapkan kebijakan pelarangan secara total, Amich menerangkan dalam kaitannya dengan penerapan prinsip-prinsip good governance atau kebijakan pembangunan inklusif, maka upaya harm reduction (pengurangan bahaya) demi memitigasi potensi risiko yang terjadi perlu didukung.

"Bagaimana kita harus beralih dari brown economy ke pembangunan yang betul-betul berwawasan lingkungan dan kebudayaan sehingga bisa mencegah kerusakan. Pemanfaatan kekayaan alam harus memanfaatkan lintas generasi, generasi yang akan datang, itu bagian dari pembangungan inklusif," jelas dia.**

 

Capai Pertumbuhan Ekonomi 8%, RI Tak Bisa Cuma Andalkan Konsumsi Rumah Tangga

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Pemerintah didesak mengambil kebijakan yang memberikan kepastian kepada para pemilik dana atau investor mengenai wadah yang mereka gunakan untuk merealisasikan investasi mereka. 

Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda baru-baru ini mengatakan ajakan Presiden Prabowo dan para menteri-menteri kepada para investor ketika berkunjung di luar negeri untuk masuk ke Indonesia harus direalisasikan dengan membentuk wadah yang bisa tanggap dan cepat menyalurkan investasi mereka.  

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau dikenal Danantara kata Nailul seharusnya segera diluncurkan agar bisa bekerja lebih cepat menggaet investasi di tengah ketidakpastian ekonomi global. 

Danantara kata Nailul memiliki potensi besar untuk menjadi pilar penting dalam pengelolaan investasi di Indonesia. Meskipun sudah ada beberapa lembaga serupa sebelumnya, tetapi Danantara diharapkan bisa menjadi wadah pilihan bagi investor untuk masuk menanamkan modalnya ke Indonesia. 

Kehadiran Danantara jelas Nailuk, diharapkan dapat menjadi solusi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang seperti ditargetkan Pemerintah Presiden Prabowo Subianto.

“Indonesia tidak bisa hanya bertumpu pada  konsumsi rumah tangga, kita perlu sumber baru, salah satunya investasi. Dengan investasi yang dikelola secara efektif, kita bisa melihat peningkatan ekonomi yang signifikan,” kata Nailul. 

Investasi penting bagi perekonomian karena selain mampu menciptakan lapangan kerja, juga meningkatkan pendapatan masyarakat serta memberikan tambahan penerimaan negara kepada Pemerintah, sehingga dampaknya ke perekonomian lebih berkualitas dibanding hanya bertumpu pada konsumsi. 

Dukungan Institusi yang Kuat

Data Pertumbuhan Ekonomi G20 per Kuartal III 2022
Suasana gedung pencakar langit di Jakarta, Selasa (15/11/2022). Berdasarkan data Kementerian Investasi, ekonomi AS per kuartal III adalah 1,8%, sementara ekonomi Korea Selatan adalah 3,1%. (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Dalam kesempatan terpisah, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Wihana Kirana Jaya, menyoroti pentingnya untuk menarik Foreign Direct Investment (FDI) sebagai salah satu cara untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang telah ditetapkan Presiden Prabowo Subianto. 

Target ambisius tersebut jelas Wihana membutuhkan dukungan institusi yang kuat, termasuk keberadaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara), yang hingga kini masih terkendala belum jelasnya payung hukum.

Wihana menegaskan bahwa pembentukan BP Danantara sangat relevan dalam menghadapi fenomena mega shifting ekonomi global. Perubahan struktural besar yang terjadi, seperti geopolitik, geoekonomi, dan perang, telah memaksa negara-negara melakukan reposisi strategis, termasuk dalam kebijakan investasi.

“Dalam kondisi mega shifting ini, mindset kita harus berubah. Kita harus mengantisipasi masa depan dengan mengubah organisasi dan proses bisnis. Danantara adalah langkah strategis untuk meningkatkan fleksibilitas pembiayaan investasi jangka panjang,” kata Wihana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya