[KOLOM] Sukses Bayern Lumat Juve, Sebuah Keberuntungan?

Simak ulasan Asep Ginanjar soal keberhasilan Bayern lolos ke perempat final Liga Champions.

oleh Liputan6 diperbarui 18 Mar 2016, 08:10 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2016, 08:10 WIB
Asep Ginanjar
kolom Bola Asep Ginanjar (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Pahit. Sungguh pahit ketika kemenangan yang ada di depan mata buyar begitu saja pada menit terakhir. "Bukanlah soal keunggulan dua gol yang lantas sirna, namun hal yang paling mengecewakan adalah gol penyama kedudukan pada menit ke-90," ujar Gianluigi Buffon usai Juventus kalah 2-4 dari Bayern München di Allianz Arena, Kamis (17/03/2016) WIB.

Baca Juga

  • Ekspresi Rossi Satu Ruangan dengan Marquez di Qatar
  • Wanita Ini Blakblakan Ingin Jadi Pacar Rio Haryanto
  • Tinggalkan Chelsea, Keponakan Sultan Brunei Gabung Leicester

Andai saja tak ada gol dari tandukan Thomas Müller saat laga baru saja memasuki injury time, I Bianconeri akan melenggang ke perempat final Liga Champions dengan keunggulan agregat 4-3. Namun, gara-gara gol itu, mereka harus menjalani perpanjangan waktu yang lantas dihiasi dua gol tambahan dari Bayern.

Gol pada pengujung laga itu tentu saja bisa dimaknai berbeda. Bagi para pemuja Bayern, itu menunjukkan kekuatan Bayern-Gen, semangat untuk berjuang hingga peluit akhir ditiup wasit. Sementara bagi para pembenci Die Roten, itu lagi-lagi bukti dari Bayern-dusel, keberuntungan khas Bayern. Keberuntungan yang sebetulnya tak layak diterima Bayern.

Keberuntungan. Istilah ini sebenarnya sangat lekat dalam kehidupan manusia. Namun, menang secara beruntung adalah hal yang tak mengenakkan. Meski ada ujar-ujar bahwa orang pintar pun kalah oleh orang yang beruntung, tetap saja tak ada orang yang nyaman dikatakan menang berkat keberuntungan.

Pemain Bayern Munich, Robert Lewandowski (tengah) mencetak gol pembuka bagi timnya saat melawan Juventus pada laga leg kedua 16 besar liga Champions di Stadion Allianz Arena, Munich, Kamis (17/3/2016) dini hari WIB. (AFP/Odd Andersen)

Tak sedikit orang yang nyata-nyata menafikan faktor keberuntungan. Bagi Ralph Waldo Emerson, penyair asal Amerika Serikat, keberuntungan bukanlah sifat orang-orang yang kuat. Sementara di mata Benjamin Franklin, hal yang disebut keberuntungan itu sejatinya adalah buah kerja keras. "Semakin keras saya berusaha, semakin beruntunglah saya," kata dia.

Menariknya, bila kalah, kerap kali masalah keberuntungan ini menjadi dalih. Betapa sering kita mendengar pihak yang kalah berujar, “Ah, tadi itu kami hanya tidak beruntung!” Tiba-tiba saja keberuntungan menjadi faktor yang demikian menentukan.

Sesungguhnya menang secara beruntung bukanlah aib. Bagi Ed Smith, eks pemain kriket Inggris, keberuntungan memang salah satu faktor penentu kesuksesan. Dia membedah hal tersebut dalam bukunya, Luck, What It Means and Why It Matters.

Secara umum, Smith mendefinisikan keberuntungan sebagai segala sesuatu yang terjadi di luar kontrolnya. “Memenangi lotere adalah keberuntungan. Gen saya adalah keberuntungan, orang tua saya adalah keberuntungan, begitu pula bila lawan menjatuhkan tangkapannya setelah saya memukul,” papar dia.

Dalam bingkai pemikiran Smith, keberuntungan mencakup segala kehendak Tuhan. Sekeras apa pun makhluk berusaha,keberhasilan tak akan diraih bila tak ada kehendak dari sang khalik.

PSG BUKAN HANYA UANG

Dalam kemenangan-kemenangan hebat dan bersejarah pun, faktor keberuntungan ini tidak bisa dikesampingkan. Tak terkecuali saat Paris Saint-Germain menjadi juara Ligue 1 tercepat pada 13 Maret lalu.

Bagi kebanyakan orang, kesuksesan PSG musim ini, juga tiga musim sebelumnya, tak terlepas dari faktor uang. Kasarnya, PSG membeli kesuksesan dengan uang yang digelontorkan konsorsium pemiliknya, Qatar Sports Investments, sejak 2011.

Tak bisa dimungkiri, kondisi finansial yang sangat kuat adalah fondasi utama kebangkitan Les Parisiens. Dengan modal uang berlimpah itu, mereka bisa leluasa membangun sebuah tim hebat dengan pemain-pemain berkelas dunia di dalamnya.

PSG (Reuters / Andrew Couldridge)

Akan tetapi, terlalu naif mengatakan PSG juara hanya karena uang. Mereka juga tak terlepas dari keberuntungan. Tengok saja musim ini. Andai para pesaing utama macam Olympique Marseille dan AS Monaco tak kehilangan banyak pilar, sangat mungkin Zlatan Ibrahimovic cs. tak memastikan gelar saat kompetisi menyisakan delapan pekan.

Keberuntungan lainnya terwujud dalam kemampuan Les Parisiens membujuk para bintang untuk merapat ke Parc des Princes dari tahun ke tahun. Salah satunya Angel Di Maria pada awal musim ini. Sebelum memastikan hijrah ke Paris, winger asal Argentina tersebut merupakan pemain incaran Bayern.

Kontribusi Di Maria musim ini terbilang luar biasa. Hingga pekan ke-30, meski hanya tampil 23 kali, dia telah membuat sembilan gol dan sebelas assist. Koleksi golnya hanya kalah dari Ibrahimovic dan Edinson Cavani. Namun, jumlah assist-nya setara Ibra.

Menurut penilaian WhoScored, Di Maria adalah pemain terbaik kedua PSG di bawah Ibrahimovic.

DOA KHUSUS LEICESTER

Keberuntungan jugalah yang kini menaungi Leicester City di Premier League. Andai tak ada kaos yang ditandai keterpurukan klub-klub teras, termasuk juara bertahan Chelsea, rasanya sulit bagi Leicester memimpin kompetisi hingga saat garis finis sudah di depan mata.

The Foxes nyata-nyata menyadari faktor kekuatan besar di luar kendali diri. Phra Prommangkalachan, seorang biksu asal Thailand, secara teratur didatangkan ke Stadion King Power untuk mendoakan para pemain dan klub. Dia juga memberikan azimat kepada para penggawa The Foxes.

Pemain Leicester City, Shinji Okazaki, merayakan gol yang dicetaknya ke gawang Newcastle United dalam laga Liga Inggris di Stadion King Power, Selasa (15/3/2016) dini hari WIB. (Reuters/Darren Staples)

Itu dilakukan atas permintaan Vichai Srivaddhanaprabha, pemilik Leicester City yang dikenal sebagai pemeluk ajaran Buddha nan taat. “Dia membawa para biksu ke mari untuk berdoa agar mendapat keberuntungan di dalam permainan, bagi manajemen tim dan para pemain,” terang Prommangkalachan.

Sejauh ini, keberuntungan Leicester seperti tak pernah habis. Tengok saja tiga kemenangan 1-0 dalam empat laga terakhir mereka di Premier League. Kemenangan atas Norwich ditentukan oleh gol pada menit ke-89, sedangkan kemenangan atas Watford dan Newcastle United adalah berkat gol spesial dari Riyad Mahrez dan Shinji Okazaki.

Lalu, jangan lupakan kejadian pada pekan ke-28. Hasil imbang 2-2 dengan West Bromwich Albion membuat posisi The Foxes terancam. Mereka bisa dikudeta oleh Tottenhan Hotspur yang tengah menderu dengan mengemas enam kemenangan beruntun di Premier League. Namun, keberuntungan masih menjadi milik Leicester. Spurs kalah 0-1 dari West Ham United.

Terlepas dari tuah azimat dan doa-doa yang dipanjatkan Prommangkalachan, The Foxes butuh rentetan keberuntungan lain untuk mewujudkan kejutan terbesar, menjuarai Premier League.

Bagaimanapun, kesuksesan tak hanya ditentukan oleh persiapan, strategi, dana, dan skill. Kesuksesan juga ditentukan oleh faktor-faktor di luar kuasa manusia yang oleh Smith disebut sebagai keberuntungan.

*Asep Ginanjar, pemerhati sepak bola, jurnalis dan komentator. Tanggapi kolom ini di @seppginz

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya