Liputan6.com, Jakarta Didier Deschamps kembali membawa Prancis ke final Piala Dunia. Ini adalah kali kedua Les Bleus tampil di partai puncak perhelatan sepak bola 4 tahunan ini.
Di bawah racikan Deschamps, Timnas Prancis tampil konsisten. Sepanjang turnamen Piala Dunia 2022, Kylian Mbappe hanya merasakan 1 kekalahan dari 6 laga yang mereka lalui.
Advertisement
Baca Juga
Catatan ini memang tak paripurna. Namun, yang diperlihatkan oleh Prancis sebagai juara bertahan Piala Dunia adalah pembuktian.
Advertisement
Selalu ada mitos jika juara Piala Dunia di edisi sebelumnya tak akan mampu melaju jauh. Prancis juga setali tiga uang.
Sempat juara pada edisi 1998, Prancis justru keok di Piala Dunia 2022. Mereka bahkan tak lolos ke babak 16 besar.
Bukan Prancis, Jerman yang juara Piala Dunia 2014, gagal total di Piala Dunia 2018. Mereka yang jadi favorit juara malah pulang sebelum waktunya.
Tapi Deschamps jadi sosok yang [seolah] menghapus kutukan tersebut. Di bawah tangan dinginnya, Prancis berjalan baik-baik saja meski tak sedikit juga melalui rintangan.
Salah satunya adalah kehilangan Karim Benzema di menit akhir. Pemain Real Madrid itu diharapkan menjadi penyerang yang akan membantu Prancis harus pulang karena cedera.
Tapi, Deschamps tak habis akal. Kendati tak bisa menurunkan pemain terbaik dunia pada 2022 itu, eks kapten Prancis di Piala Dunia 1998 itu percaya pada seluruh pemain yang dibawanya.
Cerita Deschamps Jadi Pelatih Prancis
Deschamps memasuki tahun ke-10 bersama Timnas Prancis. Pada 8 Juli 2012, ia mengambil estafet kepemimpinan Timnas Prancis dari Laurent Blanc, yang sebetulnya adalah kompatriotnya di skuat Les Bleus di Piala Dunia 1998.
Datangnya Deschamps membesut Prancis mengubah segalanya. Penampilan yang sempat naik turun usai tampil trengginas di Piala Dunia 2006 dengan tampil di partai puncak, meski kalah, perlahan mulai dibangun kembali.
Di bawah asuhan Deschamps, Prancis lolos ke perempat final Piala Dunia 2014. Setelah itu, Deschamps membawa Prancis ke partai puncak Piala Eropa 2016 meski belum juara.
Akhirnya Deschamps kembali membuat Prancis menunjukkan taringnya. Pada Piala Dunia 2018, ia sukses mengantar anak asuhnya juara.
Jika melihat apa yang ditorehkan Prancis, tak perlu heran. Sebab, Deschamps memang punya DNA juara.
Saat menjadi pemain, Deschamps yang malang melintang di tiga liga top Eropa yakni Prancis, Italia dan Inggris serta Spanyol, ia selalu menorehkan prestasi apik.
Pada 1991 dan 1992, Deschamps yang sudah menjadi bagian dari Marseille sukses menjadi bagian tim tersebut merengkuh juara. Tak tanggung-tanggung, selain juara di kompetisi domestik, Deschamps membawa Marseille menjuarai Liga Champions Eropa pada 1993.
Memasuki musim 1994, Deschamps pindah ke Juventus. Selama 5 musim berbaju Si Nyonya Tua, ia juga menjuarai Liga Italia dan juara Liga Champions.
Setelahnya, Deschamps pindah ke Spanyol untuk membela Inggris bersama Chelsea. Di Stamford Bridge, Deschamps memenangi Piala FA 1999 meski hanya satu musim.
Di musim berikutnya, Deschamps pindah ke Spanyol membela Valencia. Bersama Kelelawar Mestala, Deschamps kembali ke final Liga Champions meski belum juara.
Tapi sejarah mencatat, apa yang telah ditorehkan Deschamps adalah catatan apik. Sejak di Marseille hingga Valencia, Deschamps adalah pemain yang selalu membawa tim yang dibelanya berlaga di partai puncak sebuah kejuaraan bergengsi.
Usai memutuskan gantung sepatu, Deschamps mengawali karier kepelatihannya bersama Monaco. Selama 4 musim belum ada prestasi yang ditorehkannya layaknya ia menjadi pemain.
Di musim 2006, saat Juventus terdegradasi lantaran kasus Calciopoli, Deschamps memutuskan untuk membesut tim yang membesarkan namanya. Dan tak perlu menunggu lama, Juventus yang sempat turun ke Serie B, segera naik ke Serie A dalam satu musim.
Hanya satu musim, Deschamps kembali ke Prancis untuk membesut Marseille. Di sana, dia memenangkan gelar Ligue 1 2009-2010, serta tiga gelar Coupe de la Ligue berturut-turut antara 2010 dan 2012. Selain itu ada gelar Trophée des Champions yang juga berturut-turut diraihnya pada 2010 dan 2011.
Setelah itu, dengan CV yang mentereng, akhirnya ia ditunjuk menjadi pelatih kepala Prancis sejak 2012 hingga saat ini.
Advertisement
Perjalanan Prancis di Piala Dunia Bersama Deschamps
Prancis memulai Piala Dunia dengan meyakinkan. Tergabung bersama Australia, Denmark, dan Tunisia, Les Bleus keluar sebagai juara grup.
Bertemu Australia di partai perdana babak grup, Deschamps sukses meracik anak asuhnya memenangi laga kontra Australia dengan skor 4-1.
Di laga kedua, satu kemenangan akan membawa mereka lolos ke babak 16 besar. Dan tanpa ada halangan berarti, Prancis menang dengan skor 2-1.
Kemenangan ini juga seolah menghapus mitos. Di bawah Deschamps juara bertahan Piala Dunia tak lagi tersungkur di fase grup.
Di partai pemungkas grup, Prancis yang turun dengan sejumlah pemain pelapis harus mengakui keunggulan Tunisia. Namun, hasil itu tak mengubah apa pun.
Laju Prancis di babak gugur kian kencang saja. Bertemu Polandia, Inggris dan Maroko, Deschamps mampu membawa anak asuhnya pulang dengan kemenangan.
Terdekat, ujian Deschamps adalah Argentina. Negara yang disebutkan barusan adalah tantangan terakhir pelatih 54 tahun ini.
Sebetulnya, Prancis dan Argentina sudah bertemu di edisi sebelumnya. Ketika itu, Prancis menang dengan skor 4-3 di babak 16 besar Piala Dunia 2018.
Namun, Timnas Argentina yang sekarang akan dihadapi Deschamps dan Prancis berbeda. Tim Tango jadi penantang serius lantaran punya catatan yang sama dengan Prancis di perjalanan mereka di Piala Dunia 2022.
  Â