Terhalang Lautan Bukan Keterbatasan, Tapi Sebuah Harapan

Selain membelah lautan, perjuangan mereka ke sekolah masih ditambah dengan menaiki bukit.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Mar 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2017, 10:00 WIB
Terhalang Lautan Bukan Keterbatansan, Tapi Sebuah Harapan
Terhalang Lautan Bukan Keterbatansan, Tapi Sebuah Harapan

Liputan6.com, Jakarta Membangun bersama mencerdaskan Indonesia. Prinsip inilah yang dipegang teguh Sarjana Mendidik Daerah Terdepan Terluar Tertinggal (SM3T) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Penempatan Kabupaten Karimun. Di Desa Ngal, salah satu desa pelosok di Kecamatan Ungar, mereka mengajak anak-anak bangkit dan percaya diri untuk mewujudkan mimpi dengan permainan yang menyenangkan.

Hujan mewarnai Jumat lalu di Pulau Ngal. Laut yang biasanya berwarna hijau telah nampak kecoklatan. Pukul 08.00. Speed, atau kendaraan laut dari arah Pulau Propos semakin mendekat ke arah Pulau Ngal. Delapan anak bersergam sekolah SD dan SMP tampak ceria meski cuaca mendung.

Selain membelah lautan, perjuangan mereka ke sekolah masih ditambah dengan menaiki bukit. Meski tidak terlalu jauh dan bisa ditempuh dengan jalan kaki, namun cukup menyita waktu dan menguras energi. Mereka tampak malu-malu ketika berjumpa dengan guru SM3T yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Walaupun datang terlambat, yang terpenting mereka bisa berkumpul dengan puluhan pelajar SD-SMP Negeri 2 Satap Ungar untuk belajar bersama guru SM3T.

Terhalang Lautan Bukan Keterbatansan, Tapi Sebuah Harapan

"Ayo sini masuk, teman-teman sudah menunggu di dalam kelas," ungkap Yuni Astuti Dwi Suryani SPd, guru SM3T yang mengabdi di SD-SMP Negeri 2 Satap Ungar. Menurut Yuni, tidak hanya delapan siswa tersebut yang pemalu. Namun, sebagian besar siswa yang bersekolah di SD-SMP Negeri 2 Satap Ungar tergolong pemalu dan kurang percaya diri. Tak hanya itu, rasa toleransi dan kedisiplinan mereka masih rendah. Sebab, mereka jarang berinteraksi dengan warga di luar Pulau Ngal dan Pulau Propos.

Jarak yang hanya bisa ditempuh dengan kendaraan laut seperti pompon dan boat pancung untuk sampai di pulau yang ramai aktivitas penduduk. Hanya dua kendaraan umum yang melintasi Pulau Ngal. Masing-masing tujuan Tanjung Batu Kecamatan Kundur pukul 07.00 dan Tanjung Balai Karimun pukul 08.00. Selebihnya, warga harus cartar jika hendak keluar pulau. "Ongkos transportasi di sini mahal, kalau cartar bisa ratusan ribu," kata Yuni.

Bersama 20 guru SM3T lainnya, Yuni berusaha membangingkitkan rasa percaya diri siswa. Sebab, rasa percaya diri yang bisa membuat siswa memiliki mimpi dan bangkit untuk mewujudkannya.

Pertemuan anak-anak dan guru SM3T tak sedingin udara kala itu. Semua berlangsung hangat. Meski terlihat malu-malu, mereka tampak menikmati permainan yang dipandu oleh Yuni. Siswa SMP saling bergandengan tangan dan membentuk lingkaran. Semua siswa menghadap ke tengah. Tatapan mereka sungguh serius, seolah tak mau melewatkan seikitpun perkataan Yuni.

"Kalian harus mencari cara membalikkan posisi badan tanpa melepaskan pegangan tangan teman kalian," teriakan Yuni menggema di ruangan kelas berukuran 10 meter kali lima meter. Lebih dari 10 menit, para siswa sibuk mencari cara dan masih belum berhasil. Raut wajah yang sebelumnya masih malu-malu mulai menunjukan keberanian. Berani bertanya, dan saling bekerja sama dengan teman yang lain.

Setelah lebih dari 20 menit, dengan dibantu guru SM3T, siswa menemukan cara membalikan badan tanpa melepaskan gandengan teman yang lain. ‘Permainan tersebut intinya tentang mengatasi masalah dalam suatu kelompok, kerjasama dan percaya diri menjadi seorang pemimpin,’ tutur Yuni.

Ratusan kera bermain-main di kebun karet dan nampak begitu jelas dari kaca jendela kelas yang lain. Sungguh pemandangan yang membuat guru SM3T tertegun. Namun, 28 siswa kelas satu hingga kelas tiga tak menghiraukan kera sama sekali. Seolah mereka sudah terbiasa dengan pemandangan itu. Mereka tampak asyik menggoreskan pensil mereka di atas kertas bekas fotocopy. Tidak ada buku gambar, apalagi pensil warna. Meski begitu, tidak ada raut wajah kesedihan meski dalam keterbatasan. "Untuk membeli perlengkapan sekolah, harus ke Tanjung Batu, tidak ada di Pulau Ngal,"ungkap Yuni.

Siswa dan siswi Nampak menggambar kapal, rumah sakit, sekolah, dan kantor polisi. Goresan yang sudah bisa menggambarkan impian mereka di masa yang akan datang. "Banyak yang suka menggambar kapal dan ingin menjadi TNI angkatan laut," ujar Yuni. Koordinator SM3T Karimun, Edy Sulistyono SPd mengatakan, tidak hanya di Ngal, masih banyak siswa-siswi di Pulau yang memiliki kepercayaan diri, toleransi dan kedidiplinan yang kurang.

Karena itu, dia dan guru SM3T yang mengabdi di beberapa pulau di Kabupaten Karimun terus memotivasi siswa agara lebih percaya diri dengan impiannya. Dia berharap, kegiatan di Ngal bisa dilakukan di Pulau-pulau lain di Karimun. "Sebelumnya kami mengadakan kegiatan di Desa Buluh Patah, Kecamatan Moro. Anak-anak sangat membutuhkan motivasi untuk terus melanjutkan mimpi," tutur Edy.

Hidup di pulau terpencil bukan berarti harus berhenti bermimpi setinggi langit. Harapan haruslah seluas lautan. Percaya pada diri sendiri untuk lepas dari jeratan keterpurukan. Keterbatasan harus menjadi alasan. Bukan alasan untuk semakin tertinggal, namun alasan untuk meraih impian masa depan.

 

Penulis:

Wahyu Perwitasari

 

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya