Liputan6.com, Jakarta Penambang Bitcoin telah mendapat untung sekitar 37 persen dari menambang Bitcoin sejak awal. Perhitungan dari firma analitik on-chain Glassnode menunjukkan bahwa sejak 2010, penambang Bitcoin telah menjaring lebih dari USD 50 miliar dari biaya dan subsidi hadiah blok (block reward).
Di tengah perdebatan yang sedang berlangsung tentang biaya penambang dan kerentanan terhadap penurunan harga Bitcoin, angka-angka baru menunjukkan bahwa penambang benar-benar tidak tahu apa-apa dalam jangka panjang.
Baca Juga
Menurut Glassnode, total pendapatan sepanjang masa penambang hampir 40 persen lebih tinggi dari perkiraan biaya mereka, yakni mencapai USD 50,2 miliar atau sekitar Rp 734,2 triliun (kurs Rp 14.625,65 per USD) dari perkiraan sekitar USD 36,6 miliar.
Advertisement
Melansir Cointelegraph, Kamis (4/5/2023), peneliti menghasilkan angka menggunakan dua metrik, yakni thermocap dan biaya transaksi, yang merupakan jumlah kumulatif penerbitan dikalikan dengan harga spot selain pendapatan biaya yang dihasilkan sepanjang masa dan biaya produksi berdasarkan tingkat kesulitan.
“Dalam model ini, Thermocap dan Biaya Transaksi dapat dianggap sebagai pendapatan yang direalisasikan oleh penambang, sementara biaya produksi kesulitan dianggap sebagai biaya input penambangan agregat,” jelas laporan tersebut.
Hasilnya melawan kekhawatiran bahwa harga BTC/USD yang terlalu rendah dapat memicu kapitulasi massal di seluruh industri pertambangan, yang terus berkembang.
Fundamental jaringan Bitcoin mendukung argumen tersebut, dengan tingkat kesulitan dan hash keduanya mencapai level tertinggi baru sepanjang masa sepanjang tahun 2023.
Perkiraan saat ini dari BTC.com, penyesuaian kesulitan minggu ini akan menjadi yang negatif pertama untuk Bitcoin sejak pertengahan Februari 2023.