Liputan6.com, Jakarta - Menurut data Henley & Partners Crypto Wealth Report, mengungkapkan saat ini ada 28 miliarder kripto, dengan enam pendatang baru pada 2024. Lima dari enam miliarder baru pada 2024 memiliki sebagian besar aset mereka dalam bentuk Bitcoin.
Dilansir dari Coinmarketcap, Senin (21/10/2024), Selain itu ada 172.300 orang memegang 1 juta aset kripto dan terus bertambah, lonjakan besar sebesar 95 persen dari 2023.
Baca Juga
Pemegang BTC secara khusus berkontribusi pada lonjakan jutawan kripto, dengan jutawan terkait aset tumbuh lebih dari 111 persen dalam periode yang sama menjadi 85.400. Jutawan Bitcoin sekarang mencakup hampir setengah dari jutawan kripto global.
Advertisement
Dalam hal pengguna, pemegang Bitcoin mencapai 275 juta, mewakili 49 persen dari total 560 juta lebih pengguna kripto. ETF dan regulasi yang bersahabat mendorong peningkatan jumlah jutawan Bitcoin.
Di AS, persetujuan terhadap 11 ETF Bitcoin spot telah membantu mendorong adopsi Bitcoin dan, sebagai tambahan, jumlah jutawan, karena beberapa investor lebih memilih dana tersebut daripada berdagang di bursa terpusat.
Sejauh ini, hampir USD 20 juta telah dikucurkan ke dalam ETF ini, yang menunjukkan minat yang semakin besar terhadap produk dan layanan spot mereka.
Negara-negara seperti Singapura dan UEA mendorong adopsi kripto dengan regulasi progresif mereka. UEA, sebagai permulaan, memberlakukan pajak keuntungan modal nol dan mengizinkan penduduk Dubai untuk memperdagangkan mata uang kripto secara langsung dengan rekening bank mereka.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Mantan CEO Bitmex: Bitcoin Adalah Energi yang Disimpan dalam Bentuk Digital
Mantan CEO Bitmex, Arthur Hayes membagikan analisis terkait dampak meningkatnya ketegangan di Timur Tengah terhadap Bitcoin dan pasar kripto yang lebih luas.
Ia memperingatkan bahwa konflik di Timur Tengah yang semakin intensif, terutama jika mengganggu infrastruktur minyak atau menyebabkan perang yang lebih luas, dapat memengaruhi pasar global secara signifikan.
"Konflik Timur Tengah yang semakin intensif tidak akan menghancurkan infrastruktur fisik penting yang mendukung kripto," ungkap Hayes, dikutip dari News.bitcoin.com, Sabtu (19/10/2024).
"Ratusan miliar atau triliunan dolar yang baru dicetak akan memberi energi kembali pada pasar Bitcoin yang sedang naik daun," bebernya.
"Bitcoin adalah energi yang disimpan dalam bentuk digital. Oleh karena itu, jika harga energi naik, Bitcoin akan lebih bernilai dalam bentuk mata uang fiat," jelasnya.
Hayes menguraikan risiko dengan fokus pada tiga area utama, yaitu kerusakan fisik, kenaikan harga energi, dan kebijakan moneter. Ia berpendapat bahwa meskipun penambangan Bitcoin mungkin terganggu di wilayah seperti Iran, hal ini akan berdampak minimal dalam jangka panjang pada jaringan.
Masalah sebenarnya, menurut Hayes, adalah bagaimana kenaikan biaya energi dapat memengaruhi pasar.
"Kita tahu bahwa perang bersifat inflasi. Kami memahami bahwa pemerintah AS harus meminjam uang untuk menjual senjata ke Israel. Kami tahu bahwa The Fed dan sistem perbankan komersial AS akan membeli utang ini dengan mencetak uang dan meningkatkan neraca mereka. Oleh karena itu, kami tahu bahwa Bitcoin akan meningkat pesat dalam mata uang fiat seiring meningkatnya perang," papar mantan eksekutif Bitmex tersebut.
Advertisement
Investor Dihimbau Tetap Hati-hati
Meskipun optimis terhadap pertumbuhan jangka panjang Bitcoin, Hayes memperingatkan bahwa pasar kripto dapat menghadapi volatilitas yang signifikan, terutama untuk mata uang kripto yang lebih kecil.
Ia menyarankan investor untuk tetap berhati-hati dan mengukur posisi mereka dengan tepat.
"Hanya karena bitcoin akan naik seiring waktu tidak berarti tidak akan ada volatilitas harga yang intens, juga tidak berarti setiap coin akan berbagi kejayaan," ujar Hayes.
Sebagai kesimpulan, Hayes tetap yakin akan ketahanan Bitcoin, terutama karena AS dan negara-negara lain terlibat dalam kebijakan moneter yang bersifat inflasi.
Ia menyarankan investor untuk bersiap menghadapi volatilitas dalam jangka pendek, terutama mengingat situasi geopolitik yang tidak menentu di Timur Tengah.