Liputan6.com, Jakarta - Memiliki kekurangan fisik tidak menjadi hambatan bagi seseorang untuk berkarya dan bercita-cita. Termasuk juga Seger Suyono, seorang penyandang disabilitas yang patut dicontoh.
Seger mempunyai semangat tinggi untuk menjadi orang sukses dan mandiri kendati dirinya disabilitas dan hanya duduk di kursi roda. Dia mengalami lumpuh di kedua kakinya karena saat umur 2 tahun sakit polio.
Seger merupakan salah satu sosok lulusan Panti Bina Daksa Budi Bhakti, Cengkareng, Jakarta Barat yang sukses berwirausaha. Dia tinggal di panti sejak 1994.
Advertisement
Pria asal Lampung tersebut menghabiskan waktu satu tahun di panti. Bersama 35 temannya, Seger mendapat rekomendasi dari Dinsos Lampung untuk mendapat pelatihan di Panti Bina Daksa Budi Bhakti.
Saat itu, panti masih di bawah kendali Kementerian Sosial dan penghuninya berasal dari berbagai wilayah di luar Jakarta.
"Saya ke Jakarta tanpa diketahui orangtua. Mereka baru tahu pas saya kirim surat minta uang untuk beli seragam kemeja putih celana hitam," tutur Seger sambil tertawa.
Umurnya saat itu masih 17 tahun. Seger yang merupakan putra transmigran di Lampung mengaku sekolah hanya sampai kelas 4 SD.
"Saya enggak mau nyusahin orangtua karena lokasi ke sekolah jauh. Satu-satunya sepeda yang ada dijual, jadi kalau ke sekolah harus digendong jalan beberapa kilometer," kenang Seger.
Seger bercerita saat di panti awalnya memilih keterampilan elektro, salah satu pelatihan yang paling favorit. Tapi saat dites, dirinya yang menjadi penyandang disabilitas itu tidak lolos.
Seger kemudian menggeluti keterampilan grafika. Setelah merasa keterampilan yang dimiliki cukup, dia pun ingin mengembangkan potensinya tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ingin Miliki Uang Sendiri
Seger tak menampik jika soal kebutuhan pangan dijamin selama tinggal di panti. Akan tetapi, dia ingin punya uang saku untuk masa depan.
Saat hari libur tiba, Seger kerap izin keluar panti. Dirinya ingin bergaul dan punya teman di luar panti.
"Dari pada saya tidur, saya keluar cari kenalan," kata Seger.
Bergaul di luar panti tidak sia-sia. Dia mempunyai teman bernama Azis yang percaya kepadanya untuk membantu dalam usaha percetakan dan sablon.
Saat itu Seger tak memikirkan soal bayaran. Dalam benaknya bisa menerapkan ilmu yang didapatkan di panti. Seger bekerja dengan Azis selama satu tahun.
Setelah itu Seger kembali kerja dengan orang lain selama satu tahun. Dia memutuskan untuk berhenti lantaran gaji yang diberikan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam perjanjian, setiap hari Seger akan diberikan uang Rp 15 ribu. Tapi pada kenyataannya, setiap sore dia hanya diberikan uang Rp 5 ribu.
Kendati bisa dibilang ditipu, dia bersyukur karena mendapat banyak ilmu percetakan dan sablon. Seger bisa mengoperasikan komputer dan melayani konsumen.
Advertisement
Buka Usaha Sendiri
Dengan ilmu yang didapat, Seger memutuskan keluar dan berniat untuk membuka usaha sendiri. Dengan modal Rp 500 ribu, Seger akhirnya membuka usaha percetakan dan sablon di wilayah Cengkareng pada 1997.
Kala itu, ia menggandeng teman lainnya untuk bekerja sama. Namun kerjasama itu tidak berlangsung lama karena pada akhirnya Seger berjalan sendiri.
Kerja kerasnya membuahkan hasil. Dari modal yang tak seberapa, kini dia beromzet Rp 50 juta per bulan. Tempat pun saat ini sudah milik pribadi.
Seger membeli tempat Rp 350 juta dengan luas 31 meter. Jika jasa percetakan dan sablon meningkat, Seger pun dibantu oleh pegawai lepas.
Tapi dia menyayangkan tidak ada perhatian khusus dari pemerintah untuk alumni panti.
"Paling tidak ada pemantauan oh iya si Seger itu butuh apa ya, ini mana boro-boro," pungkas Seger.
Reporter : Desi Aditia Ningrum
Sumber : Merdeka.com