Liputan6.com, Jakarta Sejak pinggulnya patah saat bermain sepatu roda pada usia 12 tahun, Lucy Robinson pun meninggalkan mimpinya untuk bermain sepak bola. Namun ia menangis terharu mengetahui dirinya berhasil masuk tim bola basket kursi roda di paralimpiade.
Dilansir dari BBC, Lucy yang kini berusia 22 tahun dari Mountsorrel di Leicestershire bekerja sebagai seorang guru sekolah dasar. Ia pun menjadi merupakan anggota termuda di tim paralimpiade dari Inggris Raya.
Advertisement
Baca Juga
Namun demikian, ia mengatakan ingin menjadi inspirasi anak muda lainnya untuk mengubah hidup mereka melalui olahraga.
Â
Menangis terharu
Dalam sebuah video, Lucy yang didiagnosis dengan nekrosis avaskular setelah cedera memperkenalkan dirinya yang tengah bersiap-siap untuk terbang ke Tokyo untuk pertandingan paralimpiade pertamanya.
"Saya dikabari lewat Zoom bahwa saya masuk tim (paralimpiade bola basket kursi roda). Tak satu pun dari kami yang mengiranya dan saya pun mulai menangis. Itu masih tampak tidak nyata saat ini. Mungkin baru akan (terasa nyata) ketika saya sudah naik pesawat. Campuran rasa tegang dan antusias. Saya pikir saya menjadi lebih cemas di menit-menit jelang pertandingan," kata Lucy, dikutip dari BBC.
"Saat saya kecil, saya sangat suka bermain hoki dan sepak bola. Saya juga melihat masa depan saya sebagai pemain sepak bola. Namun ketika saya mengalami kecelakaan, saya tahu bahwa saya tidak akan bisa bermain sepak bola lagi."
"Ketika saya berusia 12 tahun, saya terjatuh dari sepatu roda. Singkat cerita, pinggul saya keluar dan (seorang konsultan) sebenarnya mendiagnosis dengan avascular necrosis, yang sangat jarang terjadi pada anak-anak. Kemudian mereka mencoba berbagai hal.
Mereka mencoba menempatkan pin di pinggul untuk membuatnya kembali ke posisinya. Namun pinggul saya, seolah bereaksi terhadapnya, sehingga mereka harus melepasnya (pin) beberapa bulan kemudian. Mereka akhirnya meletakkan sesuatu yang disebut eksternal fiksator yang mirip batang besar, ke pinggul saya. Kemudian, mereka melepasnya dan berkata, 'Hiduplah sebagaimana Anda sekarang. Itu akan tetap memburuk, tapi untuk saat ini akan tetap seperti ini.'"
Â
Advertisement
bola basket kursi roda
Karena ia memiliki kondisi medis seumur hidup maka ia memenuhi syarat untuk bermain bola basket kursi roda. Ia sendiri sudah pernah mewakili Inggris Raya pada tahun 2018 pada level junior, namun bersungguh-sungguh tidak menyangka terpilih untuk paralimpiade.
"Saya sungguh berharap bisa menginspirasi anak-anak, baik yang terlahir dengan disabilitas maupun memiliki disabilitas di kemudian hari. Bahwa itu bukanlah akhir. Bahwa mereka bisa mengubah hidup mereka dengan olahraga."
"Memang rasanya aneh saat pertama kali. Bayangkan saja, Anda harus bisa mendorong kursi roda sekaligus menangkap bola, memantulkan bola, mengoper bola, meraih skor, memikirkan strategi, ada banyak skill yang berbeda yang Anda butuhkan. (Misal) mengarahkan roda, sehingga itu bisa membuat Anda bergerak lebih cepat dan lebih lincah. Mereka (kursi roda) juga sangat mahal. aka dari itu saya lebih memilih kursi roda daripada mobil baru."
"Saya pikir kami akan memiliki kesempatan bagus untuk meraih medal. Tentu ada positif dan negatif berdasarkan kondisi, tapi itu juga membuka banyak peluang dan pengalaman. Bahwa saya bisa bertemu banyak orang yang pernah saya temui. Maka dari itu, saya tidak akan mengubah yang telah terjadi."
Infografis Peraih Medali Perak Pertama Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020.
Advertisement