Perkembangan Pengurangan Risiko Bencana Inklusi di Jawa Tengah Sejak 2012

Ketua Unit Layanan Inklusi Disabilitas (LIDi) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah Edy Supriyanto menerangkan terkait perkembangan pengurangan risiko bencana (PRB) inklusi di wilayahnya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 19 Nov 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2021, 18:00 WIB
Ilustrasi penanggulangan bencana
Tim SAR gabungan melakukan pencarian korban longsor di Desa Pasir Panjang, Salem, Brebes, Jumat (23/2). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan pencarian korban longsor Brebes, Jawa Tengah, akan dilakukan tujuh hari ke depan. (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Unit Layanan Inklusi Disabilitas (LIDi) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah Edy Supriyanto menerangkan terkait perkembangan pengurangan risiko bencana (PRB) inklusi di wilayahnya.

Menurutnya, penanggulangan bencana inklusi telah dilakukan di Jawa Tengah sejak 2012. Dalam kurun 2012-2015, di beberapa kota/kabupaten seperti Klaten, Kudus, Sukoharjo, dan Wonogiri para penyandang disabilitas mulai terlibat sebagai relawan bencana.

“Mulai terbentuk redifa (relawan disabilitas), mereka terbentuk secara inisiatif dari masing-masing organisasi,” ujar Edy dalam seminar daring Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (19/11/2021).

Pada 2016-2017, mulai muncul pengorganisasian para relawan dalam membangun ketangguhan. Hal ini dilakukan oleh beberapa organisasi yang bergerak di bidang kebencanaan.

“Mereka sudah memiliki program untuk peningkatan kapasitas organisasi penyandang disabilitas di berbagai wilayah dengan diberi pelatihan.”

Pelembagaan Organisasi Penyandang Disabilitas

Memasuki 2018, sudah mulai muncul pelembagaan organisasi penyandang disabilitas dalam struktur penanggulangan bencana.

“Pelembagaan ini sifatnya bisa di pemerintahan dalam hal ini BPBD maupun di dinas sosial. Ini juga didorong munculnya Peraturan Kepala BNPB Nomor 14 Tahun 2014.”

Pelibatan penyandang disabilitas dalam rencana penanggulangan bencana mulai dilakukan di awal 2018. Pasalnya, sebuah program terkait disabilitas perlu melibatkan disabilitasnya secara langsung agar sesuai dengan kebutuhan.

Pengarusutamaan PRB Inklusi

Menuju 2021, mulai ada pengarusutamaan PRB inklusi dalam pembangunan. Jadi, bukan hanya di isu bencana tapi juga sudah mulai masuk ke isu-isu pembangunan, lanjut Edy.

Di era pandemi COVID-19, manfaat pelibatan relawan disabilitas dalam penanggulangan bencana dapat terlihat dengan jelas.

“Di masa pandemi mereka terbangun daya lentingnya untuk bertahan dalam menghadapi COVID-19.”

Beberapa upaya yang dilakukan selama pandemi adalah pembentukan posko di beberapa daerah. Mereka juga melakukan aksi untuk membangun informasi atau komunikasi risiko terhadap penyandang disabilitas.

“Di tahun 2018-2021 kita juga merumuskan 5 mandat inklusi yang berdasar pada beberapa rujukan global. Kelima mandate tersebut adalah data pilah, aksesibilitas, partisipasi, peningkatan kapasitas, dan prioritas perlindungan,” pungkasnya.

Infografis: Waspada Bencana Hidrometeorologi

Infografis: Waspada Bencana Hidrometeorologi (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Waspada Bencana Hidrometeorologi (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya