Liputan6.com, Jakarta Kesadaran soal masalah kesehatan mental seperti anxiety disorder atau gangguan kecemasan semakin meningkat di Amerika Serikat.
Hal ini ditunjukkan dengan rekomendasi skrining anxiety yang dikeluarkan Satuan Tugas Layanan Pencegahan A.S. atau U.S. Preventive Services Task Force. Mereka merekomendasikan agar dokter menyaring semua pasien berusia 8 tahun ke atas. Tujuannya agar dokter serta perawatan primer bisa mengidentifikasi tanda-tanda awal kecemasan, yang bisa tidak terdeteksi selama bertahun-tahun.
Baca Juga
Psikolog klinis dari Duke University, AS, Matt Scult, Ph.D., berpendapat bahwa skrining kesehatan mental memang seharusnya dilakukan sesering skrining kesehatan fisik. Faktanya, kesehatan mental dan fisik memiliki kaitan erat. Bahkan sudah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa kesehatan mental yang buruk dapat memperburuk penyakit fisik kronis dan sebaliknya.
Advertisement
Skrining ini memang baik, lanjut Matt, tapi ada masalah yang lebih besar. Meskipun standar baru ini dapat membantu orang merasa lebih nyaman berbicara tentang kecemasan mereka dan mencari bantuan, itu tidak menyelesaikan masalah sebenarnya yakni kurangnya dokter kesehatan mental.
“Sebenarnya, ini seperti membuka pintu ke sistem yang tidak siap untuk dimasuki,” kata Matt mengutip Psychology Today, Kamis (27/10/2022).
Ia mengaku tak heran melihat orang-orang menghadapi tingkat kecemasan yang tinggi akhir-akhir ini. Persentase orang dewasa yang melaporkan gejala kecemasan baru-baru ini melonjak dari 36 persen menjadi 41 persen antara Agustus 2020 dan Februari 2021. Dan pemicu stres global terus berlanjut sejak saat itu.
“Perusahaan tempat saya bekerja, Modern Health, baru-baru ini bermitra dengan Forrester Consulting dalam penelitian yang mengungkapkan bahwa penurunan ekonomi dan peristiwa-peristiwa dunia yang penuh tekanan merupakan sumber utama kecemasan bagi orang-orang saat ini,” katanya.
Jumlah Terapis Tidak Cukup
Salah satu cara mengatasi gangguan kesehatan mental adalah terapi sekali seminggu. Ini telah lama menjadi standar untuk perawatan kesehatan mental.
Namun, terapis tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat karena semakin banyak orang yang didiagnosis. Sudah sebagian besar individu tidak dapat mengakses terapis karena daftar tunggu yang panjang dan kurangnya keterjangkauan layanan kesehatan mental.
Orang-orang berhak mendapatkan akses ke perawatan kesehatan mental, tetapi penting untuk diingat bahwa tidak ada satu pendekatan yang cocok untuk semua orang. Artinya, setiap orang memerlukan pendekatan berbeda sesuai masalah masing-masing.
Studi menunjukkan bahwa intervensi tunggal 20-30 menit dapat efektif dalam beberapa kasus. Sementara studi lain telah menemukan bahwa sesi yang terjadi lebih sering dari sekali seminggu memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan sesi mingguan.
Program Rawat Jalan Intensif juga mendapatkan daya tarik sebagai alternatif jangka pendek untuk terapi mingguan.
Advertisement
Jenis Dukungan yang Dibutuhkan Bervariasi
Setiap individu memiliki kebutuhan khusus yang berfluktuasi dari waktu ke waktu, lanjut Matt, sehingga jenis dukungan yang mereka butuhkan juga akan bervariasi.
Matt juga mengatakan bahwa penting untuk menyediakan layanan sesuai dengan kebutuhan pasien, contohnya:
- Materi yang dipandu sendiri. Ada banyak sumber daya online yang dapat membantu individu membuat rutinitas kesehatan mental mandiri. Misalnya teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT) yang dikolaborasikan dengan keinginan individu.
CBT sendiri dikenal sebagai terapi untuk mengarahkan individu pada kebiasaan positif. Teknik CBT yang dipadukan dengan minat sendiri dapat membantu mengurangi stres, mengurangi gejala kecemasan dan depresi, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
- Terapi kelompok dan kelompok pendukung. Dukungan sosial adalah kontributor utama untuk menghasilkan kesehatan mental yang baik. Kelompok adalah salah satu cara individu dapat memperoleh manfaat dari dukungan sosial selain belajar dari orang lain dan penyedia layanan.
Pelatihan
Contoh lainnya yang dapat dilakukan untuk menangani masalah mental adalah pelatihan (coaching). Penelitian terbaru menemukan bahwa untuk individu dengan gejala depresi ringan hingga sedang, bekerja dengan pelatih bersertifikat dapat menjadi pilihan yang membantu dan lebih mudah diakses.
Rekomendasi untuk meningkatkan skrining perlu dipasangkan dengan rencana untuk meningkatkan akses ke sumber daya kesehatan mental.
“Kita perlu mencari cara untuk memperluas dan menambah kelompok terapis yang terbatas, seperti meningkatkan akses ke alat kesehatan mental digital yang dipandu sendiri, mengeksplorasi ‘dosis’ terapi alternatif, dan melatih serta mengawasi pelatih dan paraprofesional lainnya dalam memberikan layanan berbasis bukti, intervensi.”
Maka dari itu, terapi seminggu sekali yang berkelanjutan bukanlah satu-satunya atau pilihan terbaik bagi kebanyakan orang.
“Tidak ada peluru ajaib untuk kesehatan dan tidak ada resep tunggal untuk kesehatan mental. Kita perlu membuka diri untuk mempertimbangkan semua sumber daya yang kita miliki untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat,” pangkas Matt.
Advertisement