Liputan6.com, Jakarta Guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan warga serta tokoh agama dalam kesiapsiagaan bencana, Humanitarian Forum Indonesia (HFI) melaksanakan simulasi kesiapsiagaan rumah ibadah tangguh bencana.
Pelatihan yang salah satu materinya tentang pertolongan pada pengungsi disabilitas ini dilakukan di Vihara Silaparamita, Jakarta Timur, pada 11 hingga 12 November 2022.
Menurut Program Manager HFI, Widowati, acara ini dilakukan secara inklusif karena berusaha mendorong semua rumah ibadah mudah diakses oleh penyandang disabilitas, terutama saat bencana.
Advertisement
“Kita lagi dorong semua rumah ibadah aksesibel, jadi ketika simulasi menggunakan kursi roda,” kata Widowati kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan singkat, Senin (14/11/2022).
Ia berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat melanjutkan inisiasi program rumah ibadah tangguh bencana ini masuk dalam program Kelurahan Tangguh Bencana.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta mendukung pelatihan dan simulasi kesiapsiagaan bencana yang melibatkan rumah ibadah ini.
Kasie Pemberdayaan Masyarakat BPBD DKI Jakarta, Basuki Rahmat mengatakan, pelatihan kesiapsiagaan bencana sangat penting dilakukan di berbagai lapisan termasuk di lingkungan rumah ibadah.
“Masyarakat dan khususnya tokoh agama bisa berperan aktif mewujudkan tempat ibadah yang tangguh dan mensosialisasikan ketangguhan bencana di tingkat lokal. BPBD siap membantu dengan berkoordinasi dengan Dinas Pemadam Kebakaran untuk simulasi kebakaran,” kata Basuki dalam keterangan pers Humanitarian Forum Indonesia (HFI) yang diterima Health Liputan6.com, Senin (14/11/20220).
Uji Coba Praktik Buku Saku
Dengan adanya pelatihan ini, Basuki berharap peserta mendapat ilmu baru dan siap berperan dalam kegiatan penanggulangan bencana di DKI Jakarta, khususnya di wilayahnya masing-masing.
Kesiapsiagaan rumah ibadah tangguh bencana sendiri menjadi fokus Program SinerGi atau Supporting Disaster Preparedness of Local NGOs and Communities. Ini merupakan kolaborasi HFI, Wahana Visi Indonesia (WVI), dan RedR Indonesia yang didukung oleh U.S. Agency for International Development (USAID).
Kegiatan ini merupakan uji coba praktik dari Buku Saku Kesiapsiagaan Rumah Ibadah Tangguh Bencana yang dikembangkan oleh Program SinerGi bersama dengan 6 lembaga keagamaan yang ada di Indonesia.
Simulasi bencana di lingkungan rumah ibadah dinilai penting lantaran ketika bencana melanda, maka rumah ibadah menjadi salah satu pilihan untuk mengungsi.
Hal ini tak hanya terjadi di Jakarta, tapi di berbagai daerah di Indonesia, rumah ibadah menjadi pilihan sebagai tempat bernaung sementara.
Advertisement
Libatkan 6 Lembaga Keagamaan
Untuk itu, kerja sama pun dilakukan dengan berbagai lembaga agama termasuk:
- Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
- Lembaga Penanggulangan Bencana Majelis Ulama Indonesia (LPB MUI)
- Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI)
- Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN)
- Caritas Indonesia (KARINA-KWI)
- Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Buku saku yang dikembangkan diadopsi dari materi Modul Penanggulangan Bencana bagi tokoh agama Islam, Hindu dan Kristen yang dibuat oleh Yayasan Relief Islami Indonesia dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Pengembangan buku saku, pelatihan, dan simulasi yang dilakukan ini merupakan wujud dari praktik toleransi dan sinergitas antar umat beragama dalam bidang kemanusiaan.
Sesi Simulasi
Dalam simulasi ini, Vihara Silaparamita dikondisikan menjadi lokasi pengungsian warga yang terdampak kebakaran.
Sebagai langkah awal, para pelatih membentuk Struktur Tim Siaga Bencana Vihara untuk mengakomodasi warga dan lembaga di sekitar vihara.
Tim ini memiliki tugas menenangkan warga yang mengungsi ke vihara. Mereka juga dilatih untuk berkoordinasi dengan Relawan Tim Reaksi Cepat dari Yayasan Ekosistem Kolong Langit guna memberikan pertolongan warga yang terluka.
Peserta kegiatan pelatihan ini berjumlah 50 orang terdiri dari 28 laki-laki dan 22 perempuan. Sedangkan, simulasi diikuti oleh 111 orang yakni 51 laki-laki dan 50 perempuan yang merupakan gabungan dari pengurus vihara dan warga di sekitar rumah ibadah. Ini termasuk Ketua RW, warga RW 07, Karang Taruna Cipinang, Ibu-Ibu PKK, tokoh agama, Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat dan Babinsa Kelurahan Cipinang Besar Selatan dan relawan Yayasan Ekosistem Kolong Langit.
Dalam simulasi, diperagakan pula soal pertolongan pada penyandang disabilitas termasuk pengguna kursi roda. Hal ini bertujuan agar peserta mengetahui akses terbaik untuk mengungsikan penyandang disabilitas ke vihara.
Advertisement