Liputan6.com, Jakarta Artis pop bionik Viktoria Modesta menggambarkan dirinya sendiri sebagai pengguna teknologi untuk meningkatkan fungsi kaki prostetiknya dengan cara yang kreatif.
Ia bahkan memvisualisasikan disabilitas sebagai sesuatu yang futuristik.
"Jika kita mulai menantang apa artinya menjadi normal, konsep disabilitas juga ditantang," katanya, dilansir BBC.
Advertisement
Akhir pekan ini ia tampil di Tokyo di sebuah festival yang dihadiri Katy Perry dan menampilkan beragam artis dari seluruh dunia.
Sebagai seorang keturunan Latvia-Inggris, Viktoria terluka saat lahir dan memilih untuk mengamputasi kakinya pada tahun 2007 ketika ia berusia 20 tahun.
Ia menjadi terkenal karena prostetiknya yang sangat bergaya, yang terlihat dalam kolaborasi dengan Channel 4 yang disebut Prototype.
Setelah itu menarik jutaan penayangan online, Viktoria mulai mempertanyakan bagaimana dirinya bisa menceritakan kisah tentang badan alternatif dan disabilitas dalam budaya pop.
"Saya tidak pernah benar-benar mengidentifikasi sebagai orang yang menyandang disabiltas," katanya, alih-alih memilih untuk menggambarkan dirinya sebagai bionik, campuran bahan biologis dan buatan.
"Bahasa dan penceritaan sangat penting untuk bagaimana kita melihat sesuatu."
Viktoria mengatakan prostetiknya telah memberinya kesempatan untuk mengeksplorasi peluang baru melalui teknologi baru.
Ia bereksperimen dengan desain prostetik, lingkungan Metaverse dan gravitasi nol.
"Masuk ke gravitasi nol, Anda tidak perlu sepenuhnya 'utuh'," katanya.
Dan dalam realitas virtual Metaverse, ia membuat avatar digital dirinya sendiri di dunia, yang ia bayangkan sebagai "dapat diakses sepenuhnya".
"Seperti apa dunia pasca-disabilitas?" Viktoria ingin tahu.
Kalau bagi Viktoria, ia menjawab bahwa memiliki prostetik atau sebagainya seolah bagian dari gaya hidup Anda, dan diterima seperti kacamata baca.
"Kita berada dalam masa yang sangat penting saat ini di mana kita harus menyadari bahwa ada banyak corak berbeda tentang apa artinya menjadi individu yang memiliki perbedaan fisik yang merupakan bagian dari identitas mereka."
Â
Tampil Bersama Katy Perry
Â
Ia tampil bersama penyanyi Firework Katy Perry di festival True Colours di Jepang akhir pekan ini.
Pertunjukan yang oleh penyelenggara disebut sebagai "perayaan keragaman" tersebut akan disiarkan langsung secara gratis.
Turut tampil adalah Rachel Starritt, dari Bridgend di Wales.
Ia terlahir buta dan mulai belajar piano pada usia enam tahun setelah mendengar alat musik itu di pertemuan sekolah.
"Saya tidak menyadari apa itu," katanya. "Itu datang kepadaku seperti pelukan, dan aku jatuh cinta padanya."
Â
Advertisement
Musik Selalu Positif
Bekerja sama dengan gurunya Alison Bowring, Rachel mendengarkan versi musik yang berbeda dan mempelajari penjarian untuk masing-masing tangan. Dia juga bisa membaca musik dalam huruf Braille.
Dengan tampil di Tokyo, "Saya ingin mengembangkan rasa inspirasi," kata Rachel.
"Musik selalu sangat positif, itu adalah bahasa universal. Musik menyatukan kita."
Rachel juga mengidap sindrom Asperger, suatu kondisi yang menurutnya telah membantunya mewujudkan bakatnya.
"Asperger's benar-benar membantu saya fokus sebagai musisi karena kondisi autisme ringan yang memberi saya keuntungan, saya rasa.
"Saya berjuang dengan keterampilan organisasi, tetapi saya hanya bisa berlatih sampai saya mendapatkan hasil yang saya inginkan."
"Saya pikir menjadi difabel seharusnya tidak menjadi penghalang atau hambatan," kata Rachel. "Itu hanya bagian dari orang itu."
Rachel mengatakan betapa ia "sangat bersemangat" untuk bermain bersama Katy Perry untuk acara final.
Tampil di festival membuat Rachel lebih percaya diri tentang masa depan kariernya.
Â
Pesan Disabilitas dalam Seni
Ketika ia kembali ke Inggris, ia berencana untuk tampil bagi orang lain yang tidak memiliki akses ke musik live.
"Ini adalah bagian yang sangat penting bagi saya, tidak hanya karena ada keragaman, bekerja dengan penyandang disabilitas, tetapi saya juga belajar betapa fleksibelnya karier saya," katanya.
"Ini memungkinkan saya mengembangkan keterampilan yang saya perlukan untuk berfungsi secara profesional dalam karier musik."
Viktoria juga berharap festival ini dapat menyampaikan pesan penting tentang disabilitas dalam seni.
"Tidak hanya untuk orang-orang yang terpengaruh oleh keterbatasan, atau yang merasa tidak bisa memasuki dunia hiburan," ujarnya.
"Tetapi juga orang-orang yang tidak pernah membayangkan bahwa orang seperti saya bisa menjadi hiburan."
Advertisement