Liputan6.com, California - Pada 18 September 1975, 39 tahun lalu, Patricia Campbell Hearst atau Patty Hearst ditangkap atas tuduhan perampokan bersenjata. Perempuan cantik itu bukan penjahat biasa. Dia adalah korban penculikan yang memilih bergabung dengan komplotan penculiknya. Dan lagi, ia anak miliuner. Begini kisahnya:
Tok..tok..tok...seseorang mengetuk pintu apartemen di 2603 Benvenue Street, Berkeley, California, Amerika Serikat. Jarum jam saat itu belum jauh beranjak dari pukul 21.00, 4 Februari 1974. Lalu, sekelompok orang bersenjata menyeruak masuk -- pria dan wanita -- mereka menyeret paksa gadis 19 tahun bernama Patricia Hearst, memukuli tunangannya, dan melempar sandera ke bagasi mobil mereka sebelum ngacir.
Hari itu Amerika Serikat geger. Cucu sekaligus pewaris raja media, William Randolph Hearst, itu diculik! Salah satu kasus paling aneh dalam sejarah FBI pun dimulai.
Hearst ternyata diculik kelompok radikal bersenjata yang menamakan diri sebagai Symbionese Liberation Army (SLA). Dipimpin Donald DeFreeze, kelompok itu berniat melakukan perang gerilya melawan Pemerintah AS yang mereka sebut 'negara kapitalis'. Di dalamnya bergabung pria dan wanita, kulit hitam dan putih, para anakis dan ekstremis dari beragam latar belakang.
Singkatnya, mereka adalah teroris domestik. Tapi tak kalah bahaya. "Mereka telah menembak 2 staf sekolah Oackland dengan peluru yang ujungnya mengandung sianida, menewaskan 1 orang dan melukai lainnya," demikian Liputan6.com kutip dari situs FBI.
Tiga hari kemudian, SLA menuntut keluarga Hearst menyumbangkan US$ 70 dalam bentuk makanan untuk setiap orang yang membutuhkan dari Santa Rosa hingga Los Angeles.
Ayah Patricia, Randolph Hearst menyanggupinya. Bahan pangan senilai US$ 2 juta lantas disumbangkan. Namun, menurut para teroris, itu belum cukup, mereka minta tambahan US$ 4 juta. Keluarga kaya itu setuju, asal putri mereka dibebaskan. Namun, Patty tak kunjung pulang.
Hari berlalu, bulan pun berganti. Pada April 1975, situasi berubah secara dramatis. Dalam rekaman yang ditujukan pada aparat, Patty Hearst mengaku bergabung dengan SLA atas kemauan sendiri. Kala itu ia memilih nama baru: Tania.
"Aku diberi pilihan, bebas...atau bergabung dengan Symbionese Liberation Army, berjuang untuk kebebasanku dan mereka yang tertindas. Aku memilih tinggal dan ikut berjuang," kata Patty Hearst dalam salah satu pesan yang dikirim ke pihak keluarga.
Patty Hearst dianggap sebagai salah satu contoh kasus Stockholm Syndrome atau Sindrom Stockholm -- respon psikologis di mana dalam kasus-kasus tertentu para sandera penculikan menunjukkan tanda-tanda kesetiaan kepada penyanderanya tanpa mempedulikan bahaya atau risiko yang telah dialaminya. Atau dengan kata lain korban penculikan bersimpati dengan para penculiknya.
Beberapa hari kemudian, CCTV merekam Patty Hearst ikut serta dalam aksi perampokan bersenjata di sebuah bank di San Fransisco, Hibernia Bank. Ikut menenteng senapan. Ia juga tampak hadir di lokasi target kejahatan serupa di sebuah toko di Los Angeles.
Baca Juga
Pada Mei 1975, polisi menyerbu markas rahasia SLA di Los Angeles, menewaskan 6 anggota kelompok, termasuk pemimpinnya Donald DeFreeze -- pria Afro-Amerika yang menyebut dirinya sebagai 'General Field Marshal Cinque'. Patty dan 2 orang yang terlibat dalam perampokan tak ada di lokasi.
Akhirnya, pada 18 September 1975, setelah malang-melintang bersama penculik -- atau konspiratornya -- selama setahun, Patty Hearst ditangkap di sebuah apartemen di San Fransisco. Ia ditangkap dengan tuduhan terlibat perampokan bersenjata.
Meski mengaku dicuci otak, ia terbukti bersalah pada 20 Maret 1976, dan divonis 7 tahun bui.
Namun, hukumannya diringankan oleh Presiden Jimmy Carter dan dia dibebaskan pada bulan Februari 1979. Patty Hearst lalu menikahi pengawalnya. Pada tahun 2001, ia menerima pengampunan penuh dari Presiden Bill Clinton.
Bagaimana dengan anggota SLA yang lain? "Kami menangkap mereka semua. Dua anggota terakhir ditahan pada 1999 dan 2002. Kasus ditutup," demikian pernyataan FBI dalam situsnya.
Dalam wawancaranya dengan CNN pada 2001, Patty Hearst -- yang kini memakai nama Patricia Hearts -- mengaku matanya ditutup dan diikat oleh para penculiknya. Ia juga mengalami kekerasan. Tapi, seiring berjalannya waktu, ia mulai menghargai bahwa ia masih hidup.
"Karena mereka (penculik) tidak membunuh, seseorang mulai berpikir mereka baik. Para penculik akan terlihat semakin baik setiap harinya, selama mereka tak membunuh," kata dia.
Kini, Patty Hearst dikenal sebagai sosialita. Putrinya, Lydia Hearst, yang mewarisi kecantikan masa mudanya, terjun ke dunia hiburan dan jadi model.
Sementara, pada 18 September 1961, kabar duka mengguncang markas Perserikatan Bangsa-bangsa di New York. Sekjen PBB kala itu Dag Hammarskjold tewas dalam kecelakaan pesawat dalam perjalanan dalam rangka menjadi penengah perundingan damai perang saudara di Kongo.
Dag Hammarskjold, secara anumerta, dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian pada 1961.
Pada 18 September 1980, kosmonot Arnoldo Tamayo asal Kuba menjadi pria Latin sekaligus keturunan Afrika pertama yang ke luar angkasa. (Yus)
Advertisement