Pertempuran Sudan: Mahasiswa Indonesia Sebut Mulai Krisis Pangan dan Logistik

Pertempuran Sudan yang berlangsung antara militer dan kelompok paramiliter memasuki hari keempat pada Selasa (18/4/2023).

oleh Khairisa Ferida diperbarui 18 Apr 2023, 16:14 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2023, 16:12 WIB
Gambaran suasana perang di Khartoum, Sudan, pada Senin (17/4/2023), tampak asap hitam mengepul. (Dok. AFP)
Gambaran suasana perang di Khartoum, Sudan, pada Senin (17/4/2023), tampak asap hitam mengepul. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Memasuki hari keempat pertempuran Sudan pada Selasa (18/4/2023), mahasiswa Indonesia mulai mengalami krisis bahan pangan dan logistik. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Ikatan Mahasiswa Indonesia di Universitas Internasional Afrika Abdurrahman.

"Untuk kebutuhan makan, minum, dan lain sebagainya itu sejujurnya saat memasuki hari ke empat ini kami sudah mulai krisis bahan pangan dan logistik dikarenakan kami harus stay di kediaman masing masing. Otomatis kami tidak bisa bergerak secara bebas untuk membeli kebutuhan logistik," ujar Abdurrahman atau yang akrab disapa Abduh kepada Liputan6.com, Selasa.

"Teman-teman relawan juga tidak bisa maksimal dalam pembelian logistik dikarenakan banyaknya toko-toko di sekitar area kami yang bahannya sudah mulai kehabisan atau bahkan tidak mau menjual lagi ke orang-orang ataupun masyarakat sekitar dikarenakan ketidakpastian kondisi saat ini. Jadi, untuk pengadaan makanan dan minuman sampai saat ini kami bersinergi dengan berbagai elemen."

Tantangan besar lainnya, menurut Abduh, adalah penukaran mata uang asing yang semakin menipis stoknya.

Abduh sendiri saat ini berada di asrama kampus Universitas Internasional Afrika di Ibu Kota Khartoum. Menurut Abduh, kurang lebih ada 600 hingga 650 mahasiswa Indonesia di kampus yang sama dengannya.

"Kami terus berkoordinasi dan bersinergi dengan berbagai elemen. Pastinya dengan KBRI Khartoum juga. Alhamdulillah hingga saat ini sinergi dan komunikasi kami masih sangat sangat intensif dan baik," kata mahasiswa tahun akhir yang menempuh jurusan Studi Islam tersebut.

Warga negara Indonesia (WNI) di Sudan terpencar di sejumlah wilayah.

"Yang paling banyak ada di dua wilayah, yaitu Arkaweet dan Makmuroh. Ini lokasinya berdampingan, jadi masih bisa dijangkau walaupun itu juga sangat sangat sulit mengingat medan konflik yang terjadi di Sudan termasuk di area kami. Benar-benar di depan, samping kanan, kiri, belakang area kami. Bahkan, kemarin pun beberapa terjadi di dalam area kawasan perumahan kami. Ini menjadikan akhirnya beberapa kendala besar kami untuk pembelian dan penyaluran logistik. Penyaluran logistik yang jaraknya hanya sekitar satu hingga dua kilometer dari kami pun belum bisa kami sambangi karena ruang gerak kami yang sangat, sangat terbatas mengingat kondisi keamanan saat ini," tutur Abduh.

Ditanya soal listrik, Abduh menjelaskan bahwa di wilayahnya di Arkaweet sampai saat ini listrik belum menyala.

"Kami masih belum mengetahui sebabnya. Apakah ada kerusakan di pusat listrik area Arkaweet atau terkena dampak dari peperangan. Adapun untuk area Makmuroh, area seberang, saat ini dikonfirmasi nyala walaupun beberapa kali mati-nyala mati-nyala tapi masih kami anggap normal," kata Abduh.

Namun, Abduh menyatakan bahwa asrama kampus sendiri termasuk area paling aman dan paling terjamin listriknya. "Karena kalau mati listrik sekalipun, kampus punya generator listrik khusus."

Imbauan KBRI Khartoum

Ilustrasi Sudan.(AFP)
Ilustrasi Sudan.(AFP)

Abduh menjelaskan bahwa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Khartoum mengeluarkan sejumlah imbauan terkait situasi Sudan. Imbauan terakhir keluar pada Senin (17/4).

"Tidak mendekati jendela ataupun pintu yang bisa menjadi sasaran dari peluru peluru nyasar. Dan ini memang terjadi ya kasus peluru-peluru nyasar ini masuk ke kediaman penduduk. Tapi, Alhamdullah hingga saat ini tidak ada korban jiwa ataupun terluka. Sampai saat ini seluruh WNI dikatakan selamat dan kondisinya juga baik baik saja," ungkap Abduh.

Intensitas pertempuran pada Senin, yang merupakan hari ketiga, diakui Abduh lebih tinggi dibanding hari-hari sebelumnya.

"Hari ketiga kemarin itu menjadi salah satu puncak dari intensitas baku tembak antara kedua belah pihak, darat, udara, semuanya bener bener sangat sangat intens sekali kemarin akhirnya," kata dia.

Mengutip pernyataan tertulis KBRI Khartoum pada Senin, sejumlah imbauan lain terhadap WNI adalah terus meningkatkan kewaspadaan, tetap tenang dan selalu berhati-hati, tetap tinggal di rumah, meningkatkan saling komunikasi, berkumpul bersama di titik-titik aman, tidak berkeliaran, dan menyiapkan dokumen paspor serta beberapa barang keperluan pribadi dalam satu tas/ransel.

Pemicu Pertempuran Sudan

Asap tebal mengepul di atas gedung-gedung di sekitar bandara Khartoum pada 15 April 2023, di tengah bentrokan di ibu kota Sudan. (AFP)
Asap tebal mengepul di atas gedung-gedung di sekitar bandara Khartoum pada 15 April 2023, di tengah bentrokan di ibu kota Sudan. (AFP)

Melansir BBC, laporan PBB mengungkapkan, sekitar 185 orang tewas dan lebih dari 1.800 terluka dalam pertempuran yang memasuki hari ketiga pada Senin.

Kedua belah pihak yang bertikai, yaitu militer dan kelompok paramiliter yang disebut Rapid Support Forces (RSF), saling mengklaim telah menguasai sejumlah situs penting di Khartoum.

Perang terjadi antara unit tentara yang setia kepada pemimpin de facto Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dengan RSF yang dipimpin oleh Mohamed Hamdan Dagalo atau yang lebih dikenal sebagai Hemedti.

Hemedti mengatakan pada Senin bahwa masyarakat internasional harus campur tangan. Dia mencap Jenderal Burhan sebagai seorang Islam radikal yang mengebom warga sipil dari udara.

Sementara itu, Jenderal Burhan mengatakan dia bersedia bernegosiasi.

Kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata singkat pada hari Minggu (16/4) untuk memungkinkan yang terluka dievakuasi, meskipun tidak jelas seberapa ketat mereka mematuhinya.

Otoritas Antarpemerintah dalam Pembangunan atau IGAD dilaporkan akan mengirimkan Presiden Sudan Selatan, Djibouti, dan Kenya untuk menengahi perselisihan.

Sekretaris Eksekutif IGAD Nuur Mohamud Sheekh mengatakan kepada BBC bahwa ada beberapa tanda kemajuan dapat dicapai.

"Mereka sedang bersiap untuk melakukan perjalanan ke Sudan untuk bertemu dengan kedua pemimpin tetapi mereka terlibat melalui diplomasi saluran belakang, mereka berbicara kepada para pemimpin ini untuk menghentikan permusuhan, menghentikan pertempuran, dan kembali ke meja perundingan," ujarnya.

"Kedua pemimpin ini menyetujui mediasi, yang dengan sendirinya merupakan perkembangan yang sangat positif selama beberapa jam terakhir. Para pemimpin kami memiliki pengalaman dalam hal mediasi dalam konflik."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya