Mensos: Jumlah Tagana Tidak Sebanding Potensi Bencana

Peran Taruna Siaga Bencana (Tagana) sebagai fasilitator yang membantu program Kementerian Sosial, khususnya Kampung Siaga Bencana (KSB)

oleh Liputan6 diperbarui 24 Mar 2015, 21:13 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2015, 21:13 WIB
Mensos Kofifah
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menanam dan menyiram tanaman sebagai bagian dari komitmen Tagana harmoni dengan alam pada HUT Tagana ke-11 di Tagana Training Center Sentul Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/3/2015).

Liputan6.com, Jakarta Peran Taruna Siaga Bencana (Tagana) sebagai fasilitator yang membantu program Kementerian Sosial, khususnya Kampung Siaga Bencana (KSB) menjadi sebuah keniscayaan.

“Sejak revitalisasi 2014, Tagana aktif sebanyak 27.654 personil, sebuah angka besar tapi belum memadai dibandingkan potensi kerawanan bencana, ” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pada HUT Tagana ke-11 di Tagana Training Center Sentul Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/3/2015).

Prestasi telah ditorehkan para personil Tagana yang telah bekerja tanpa pamrih, seperti penanggulangan bencana longsor di Banjarnegara, banjir Jawa Timur, banjir Kalimantan, banjir Indramayu, serta berbagai bencana lainnya di Indonesia.

“Saya bangga dengan prestasi dari personel Tagana. Bahkan, saat penyelamatan secara heroik seorang kakek di salah satu jembatan yang tekena banjir di Kota Bogor, ” ujarnya.

Para personel Tagana untuk terus mengembangkan motto, “We Are the First to Help and Care “ menjadi lebih nyata dan terasa oleh masyarakat.

Pencapaian yang sudah ada saat ini, tidaklah dimaknai sebagai titik antiklimaks sehingga menjadi euphoria berlebihan yang akhirnya statis dan cenderung turun.

Ke depan, Tagana agar lebih visioner dan memiliki kemampuan yang handal dan profesional dalam berkiprah untuk penanggulangan bencana, khususnya di bidang perlindungan sosial.

“Saya minta HUT Tagana ini, tidak semata seremonial tetapi menjadi ajang konsolidasi, tukar informasi, refleksi diri, serta membangun jiwa korsa dalam peningkatan silahturahmi antara tagana, ” tandasnya.

Ada beberapa hal yang perlu disampaikan dan harus menjadi perhatian para peronil Tagana di seluruh Indonesia; Pertama, pengendalian Tagana di daerah menjadi kewenangan dinas/instansi sosial secara berjenjang.

Kedua, Tagana dibentuk untuk kemanusiaan bukan politik dan setiap personel tidak hanyut dalam arus politik lokal maupun nasional, serta harus senantiasa bekerja murni demi kemanusiaan.

Ketiga, jawaban atas tantangan dan kebutuhan peningkatan profesionalitas serta perhatian negara sahabat terhadap Tagana. Latihan dan pengembangan terus dilakukan, khususnya oleh instansi Pembina.

Keempat, pembagian tanggung jawab pembinaan melalui Permensos RI No.29/2012 tentang Tagana yang mendorong sharing budgeting dari pemda.

Perkembangan klaster penanggulangan bencana harus menambahkan skill praktis para Tagana melalui; body of value, body of knowledge, dan body of skill tentang praktik relawan penanggulangan bencana yang lebih banyak.

Kerjasama internasional sudah ada kesepakatan teknis dengan Community Emergency Management Institute Japan (CEMIJ), dan Japan Heart. Namun, belum cukup mesti dicoba memperkenalkan dan mengembangkan Tagana ke negara di dunia.

Selain itu, Tagana hadir sebagai jawaban dari potensi kerawanan bencana di Indonesia dan manifestasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat.

Diresmikan pada 24 Maret 2004 di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (Badiklitkesos) di Lembang Bandung, Jawa Barat, dengan dikukuhkan 66 orang relawan.

HUT Tagana ke-11 bertajuk “living harmony with disaster.” Memiliki makna hidup berdampingan dengan bencana yang membutuhkan pemahaman utuh dari masyarakat terkait potensi bencana dan menyiapkan diri dengan meningkatkan kualitas SDM, mengorganisasi, serta menyiapkan SOP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya