Amstrong Sembiring Refleksikan Kasus Artis dan Dinamika Hukum Indonesia Sepanjang 2024

Amstrong Sembiring menyoroti dinamika hukum di Indonesia sepanjang 2024. 

oleh Aditia Saputra diperbarui 22 Des 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 22 Des 2024, 20:00 WIB
Praktisi Hukum JJ Amstrong Sembiring (Istimewa)
Praktisi Hukum JJ Amstrong Sembiring (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Pakar hukum JJ Amstrong Sembiring memberikan refleksi mendalam tentang dinamika hukum di Indonesia sepanjang 2024. Menurutnya, meskipun ada pencapaian penting, banyak tantangan besar yang masih perlu diatasi, seperti isu integritas aparat hukum, fenomena sosial, hingga kasus-kasus yang menyita perhatian publik. 

“Integritas aparat penegak hukum masih menjadi perhatian utama. Banyak oknum yang melanggar etik dan hukum, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan menurun,” ujar Amstrong Sembiring kepada wartawan, baru-baru ini.

Salah satu kasus yang paling mencuri perhatian adalah perseteruan antara Pratiwi Noviyanthi (Teh Novi) dan Agus Salim, yang melibatkan pengacara Alvin Lim, Farhat Abbas, dan selebritas Denny Sumargo. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan saling lapor antar pihak. Meski Denny Sumargo dan Farhat Abbas akhirnya berdamai, Alvin Lim tetap berencana melanjutkan somasi terhadap Teh Novi.

“Kasus ini menarik karena melibatkan figur publik dan menunjukkan bagaimana sistem hukum sering kali dipengaruhi oleh dinamika sosial dan media,” jelas Amstrong.

 

Kontroversi Gus Miftah dan Media Sosial

Gus Miftah
Tangkapan layar video ceramah Gus Miftah yang disebut menghina seorang bapak penjual es di tengah para jemaah. (Liputan6.com/ Dok Ist)

Kasus lain yang menjadi perbincangan publik melibatkan Gus Miftah, seorang pendakwah sekaligus Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama. Dalam sebuah video yang viral, Gus Miftah terlihat menggunakan kata-kata kasar kepada seorang penjual es teh manis bernama Sunhaji di acara "Magelang Bersholawat." Meski insiden tersebut memicu kecaman publik, sebagian masyarakat melihatnya sebagai kekhilafan kecil. 

“Kesalahan manusiawi seperti ini perlu disikapi dengan bijaksana, bukan dengan kecaman berlebihan. Gus Miftah telah banyak berjasa menyebarkan nilai toleransi, dan kita harus melihat konteks yang lebih luas sebelum menghakimi,” ujar Amstrong.

Tahun 2024 juga diwarnai dengan fenomena "No Viral, No Justice," di mana keadilan baru tercapai setelah sebuah kasus viral di media sosial. Contohnya adalah kasus penganiayaan pegawai toko roti di Jakarta Timur yang baru diusut setelah videonya viral.

“Fenomena ini menunjukkan kelemahan sistem hukum kita. Media sosial seharusnya hanya menjadi alat bantu, bukan penentu keadilan,” tegas Amstrong.

 

Keberhasilan dan Tantangan Penegakan Hukum

Amstrong Sembiring
Praktisi Hukum JJ Amstrong Sembiring (Istimewa)

Meski ada sejumlah tantangan, beberapa pencapaian penegakan hukum juga patut diapresiasi. Salah satunya adalah penangkapan Yan Zhenxing, buronan Interpol asal China yang terlibat sindikat perjudian online senilai Rp284 triliun. Selain itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil mengungkap 15 kasus narkotika besar sepanjang tahun ini. 

Namun, tantangan dalam memberantas kejahatan internasional dan narkotika masih besar. “Kejahatan lintas negara seperti ini membutuhkan kerja sama internasional yang lebih kuat,” tambahnya.

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen juga memicu kontroversi. Kebijakan ini dianggap memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah.

“Kenaikan ini berdampak pada daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. Tanpa kompensasi yang jelas, kebijakan ini hanya akan memperlebar kesenjangan ekonomi,” kata Amstrong.

Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menjadi sorotan lain sepanjang 2024. Kasus intimidasi terhadap jemaat Gereja Tesalonika, kekerasan terhadap demonstran, dan dugaan pelanggaran HAM di Papua menjadi bukti nyata bahwa sistem hukum Indonesia masih perlu banyak pembenahan.

“Penegakan HAM adalah salah satu indikator utama keberhasilan hukum. Kita harus bekerja keras memastikan hak setiap individu dihormati dan dilindungi,” ujarnya.

 

Reformasi Hukum untuk Masa Depan

Amstrong juga menyoroti pentingnya reformasi hukum yang lebih menyeluruh. Digitalisasi sistem peradilan melalui layanan e-court, meskipun sudah diterapkan, masih menghadapi hambatan terutama di daerah terpencil. 

“Reformasi hukum bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang membangun budaya hukum yang lebih transparan dan akuntabel,” tegasnya.

Dengan pembenahan di berbagai sektor, Amstrong optimistis bahwa 2025 dapat menjadi titik balik bagi sistem hukum di Indonesia. Harapan ini diiringi dengan komitmen semua pihak untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

“Reformasi hukum yang menyeluruh akan menjadi fondasi penting untuk menghadapi tantangan masa depan. Saya percaya bahwa kita mampu menciptakan sistem hukum yang lebih baik jika semua pihak bekerja sama,” tutupnya.

Kasus-kasus artis, tokoh publik, hingga fenomena sosial lainnya menjadi cerminan bahwa hukum di Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan. Namun, dengan langkah nyata dan dukungan dari berbagai elemen masyarakat, optimisme menuju keadilan yang lebih merata tetap terjaga.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya