Liputan6.com, Jakarta Salah satu faktor sosiokultural yang mempengaruhi perilaku seksual ialah peranan jenis kelamin (gender) dalam hal seksualitas yang berlaku di suatu masyarakat. Boleh jadi, di suatu masyarakat status sosial perempuan berada jauh di bawah pria, tetapi tidak demikian dalam hal seksualitas. Sebagai contoh, di Mangaia, sebuah pulau kecil Polynesia di Pasifik Selatan.
Menurut Pakar Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali Prof. Wimpie Pangkahila Sp.And sangat mungkin di pulau itu kesetaraan gender dalam banyak aspek kehidupan tidak ada, yang berarti masih menempatkan pria di atas perempuan. Tetapi tidak dalam urusan seksual. Di daerah itu, kesenangan seksual harus dirasakan oleh setiap orang, tidak membedakan pria maupun perempuan. Akibatnya kurang dari satu persen anak perempuan, dan lebih sedikit lagi anak laki-laki, yang tidak mempunyai pengalaman seksual pranikah.
Kepasifan seksual perempuan dianggap aneh bagi orang Mangaia, dan keintiman seksual tidak memerlukan pembinaan hubungan pribadi sebelumnya. Karena itu anak perempuan diharapkan belajar mencapai orgasme pada usia muda. Meskipun pengalaman seksual pertama didapat dengan anak laki-laki seusia, tetapi mereka segera menginginkan hubungan seksual dengan orang yang lebih tua dan berpengalaman agar dapat memberikan kepuasan seksual yang lebih.
Advertisement
Jadi semua perempuan Mangaia belajar mencapai orgasme. Maka mereka merasa aneh kalau mengetahui banyak perempuan di luar masyarakat mereka yang mengalami hambatan dan tidak dapat mencapai orgasme.